
Seberapa berdampak kehadian media komunitas bagi warga? Sudah mampukah media komunitas menjadi ruang publik untuk warga? Lalu, bagaimana strategi yang digunakan menciptakan ruang publik?
Pertanyaan menukik ini terjawab dalam penelitian Combine RI yang dikemas dalam buku berjudul “Ruang Publik itu Bernama Media Komunitas”. Hasil penelitian yang dicetak pada Februari 2021 ini meneliti media komunitas Warta Desa dan BaleBengong.
Media komunitas menjadi objek penelitian karena sejak meningkatnya hoaks dan disinformasi wadah ini terkena imbasnya. Penyebab yang dipaparkan karena media komunitas bukan entitas media berbadan hukum. Dianggap media komunitas dikelola tidak secara profesional, dicurigai media abal-abal.
Adanya anggapan-anggapan inilah, Ferdhi dan Lamia penulis buku menjawab dalam temuan-temuannya.
“Anggapan miring terhadap media komunitas belum pernah benar-benar terbukti,” papar dalam tulisannya.
Justru, dari analisis isi yang penulis temukan pada dua komunitas yang menjadi objek penelitian menunjukkan media komunitas telah menjalankan praktik jurnalistik dalam koridor yang tepat. Tidak ada indikasi pada media komunitas Warta Desa dan BaleBengong melakukan disinformasi/misinformasi.
“Kami menggunakan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang diterbitkan Dewan Pers (surat keputusan dewan pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentag Kode Etik Jurnalistik) sebagai perangkat analisis,” jelasnya dalam tulisan.
Ada tiga aspek KEJ yang menjadi fokus analisis, yaitu keberimbangan, akurasi dan independensi. Pada aspek keberimbangan 56,8% dari 872 berita yang dijadikan sampel. Sedangkan di BaleBengong porsi keberimbangan mencapai 79,56%. Aspek keberimbangan ini ditafsirkan dari “kutipan narasumber proporsional” pada pasal 1 dan 3.
Pada aspek akurasi, kedua media komunitas yang menjadi objek sudah memiliki catatan yang bagus. Aspek ini diturunkan dari pengertian kesesuaian keadaan objektif pada saat terjadi dan telah memenuhi kelengkapan berita 5W+1H. Ditemukan 95,30% Warta Desa sudah memenuhi aspek akurasi. Sementara BaleBengong memenuhi aspek ini sebesar 91,16%. Dari temuan ini artinya, kedua media komunitas memenuhi aspek akurasi yang baik.
Kemudian, diuji dari aspek independensi, kedua media komunitas yang diteliti menunjukkan independensi yang baik. Tidak lebih dari 20% logo sponsor yang mengisi ruang laman website mereka. Kehadiran logo sponsor yang berada di aman website BaleBengong dan Warta Warga bersifat rekanan.
Dari hasil temuan melalui analisis isi pada laman website kedua media komunitas,, yakni BaleBengong dan Warta Warga, Ferdhi dan Lamia dapat menemukan bahwa media komunitas telah menyediakan ruang publik. Hal ini diuji dengan pemenuhian tiga aspek lain, yakni monitoring, partisipasi dan akuntabilitas.
Sudahkah media komunitas menjalankan fungsi monitoring? Melalui analisis isi dan wawancara, pada Warta Desa ditemukan bahwa media komunitas ini melakukan pemberitaan yang intensif pada dampak pembangunan jalan tol seputar Kabupaten Pekalongan. Sedangkan pada BaleBengong intensif mengawal rencana reklamasi Teluk Benoa dari sisi warga.
“BaleBengong menjadi satu-satunya kanal media massa yang membuka ruang bagi warga di Bali untuk menyampaikan aspirasinya terkait isu reklamasi Teluk Benoa,” jelas penulis dari hasil wawancara.
Pemenuhan aspek lain adalah partisipasi. Kedua media komunitas ini tak akan bisa berjalan tanpa partisipasi. Model partisipasi yang diterapkan BaleBengong melalui pendekatan jurnalisme warga. Setiap warga dapat berkontribusi langsung melalui tulisan dengan diterapkannya user generated content.
Sedangkan pada Warta Desa, menggunakan laporan warga melalui kotak surat redaksi di media sosial sebagai informasi yang kemudian diolah menjadi berita. Bentuk partisipasi di media komunitas lebih beragam dibanding media arus utama.
“Sehingga menurut kami, Warta Desa dan BaleBenhong sudah mampu membuka ruang partisipasi seluas-luasnya,” jelasnya.
Pemenuhan aspek selanjutnya adalah akuntabilitas. Akuntabilitas dimaknai dengan memberikan laporan dan pembuktian (verifikasi) dari apa yang dikerjakan. Jelas terlihat dari prosedur pemberitaan. Pada BaleBengong dan Warta Desa diterapkan dengan kelengkapan penulisan berita 5W1H, chek and recheck untuk menghindari kesalahan informasi dan pemberitaan yang berorientasi pada kepentingan publik. Diberlakukan pula Hak Jawab dan Hak Koreksi di kedua media komunitas ini.
BaleBengong dan Warta Desa memiliki keterlibatan yang bersifat individu dan kolektif. Bagi individu, media komunitas menjadi sarana pemberdayaan dan edukasi. Sebagai kolektif, media komunitas menjadi sarana advokasi untuk perubahan sosial yang meningkatkan taraf hidup masyarakat.
“Dari analisis ini, kami menemukan media komunitas tidak sekadar media publikasi tapi menjadi ruang publik bagi warga di mana publik dapat berdiskusi dengan elegan,” kesimpulan akhir buku itu.
Detail buku “Ruang Publik itu Bernama Media Komunitas” bisa diakses secara daring di https://www.combine.or.id/wp-content/uploads/2021/03/E-BOOK-Ruang-Publik-itu-Bernama-Media-Komunitas.pdf
situs mahjong