
“Life, women, water,” merepresentasikan keterkaitan antara kehidupan, perempuan, dan air. Krisis air memiliki dampak yang sangat besar bagi keseharian perempuan.
Fenomena ini diangkat oleh Made Gadis dalam bentuk fesyen. Made Gadis merupakan desainer dari Desa Penatahan yang menekuni batik tulis. Ia terinspirasi dari kegiatan LBH BWCC (Bali Women Crisis Center) yang membantu perempuan di Lingkungan Konyel, Desa Kedisan, Kabupaten Bangli untuk mendapatkan hak atas air.
Selama bertahun-tahun, masyarakat Konyel mengalami krisis air, bahkan beberapa dari mereka harus mengambil air ke Danau Batur untuk kebutuhan sehari-hari. LBH BWCC yang mendengar keluhan tersebut membantu advokasi warga untuk mendapatkan kembali hak mereka.
Usaha dan advokasi hak atas air ini dituangkan Gadis melalui batik tulis. “Motifnya sebenarnya ada tema perempuan, ada motif nyuun, motif perempuan dalam air, dan motif semesta,” ungkap Gadis.
Nyuun berarti membawa sesuatu di atas kepala. Biasanya identik dengan perempuan Bali ketika upacara keagamaan. Motif nyuun merepresentasikan momen yang sangat membekas di benak perempuan Konyel. Ketika mereka mengambil air di bawah atau di sumber air dan membawanya ke rumah masing-masing.
“Kenapa Gadis bikin motif nyuun? Karena Gadis ingin ngasih tahu mereka itu pernah melewati fase berat itu, makanya motifnya dibuat kayak perempuan nyuun air,” ujar Gadis.
Sementara itu, perempuan dalam air menggambarkan tentang keterkaitan erat antara perempuan dan air. Ketika krisis air terjadi, maka yang paling terdampak adalah perempuan. Misalnya ketika perempuan melahirkan dan tidak ada air bersih, muncul kekhawatiran terhadap sanitasi anak nantinya, baik saat di dalam kandungan maupun ketika sudah lahir.
Bukan hanya kekhawatiran perempuan hamil, bahkan ketika menstruasi pun perempuan membutuhkan sanitasi yang layak untuk membersihkan bagian reproduksi. “Gadis lihat perempuan di Konyel itu sangat semangat sekali kemarin bergotong-royong untuk mencari mata air karena menurut mereka itu hal yang besar ke depannya untuk anak-anak mereka juga,” jelas Gadis.
Motif terakhir adalah motif semesta yang merepresentasikan hubungan antara air, manusia, tumbuh-tumbuhan, dan alam semesta seisinya. Motif ini digambarkan dengan simbol kehidupan alam semesta karena pada dasarnya seluruh makhluk hidup di alam semesta membutuhkan air.
Metode yang digunakan oleh Gadis adalah batik tulis dengan teknik canting dan lilin atau malam. Sementara itu, warna yang digunakan adalah warna biru yang melambangkan air.
Busana batik karya Gadis ini sempat ditampilkan di Charity Day yang diselenggarakan di Kubu Bali WCC, Tabanan pada 2 November 2024. Sejumlah perempuan berlenggak-lenggok di pematang sawah dengan balutan kain batik. Kain tersebut dipadupadankan dengan kebaya, ada juga yang menggunakan sebagai outer.
Gadis memilih bentuk kain lembaran agar dapat digunakan di acara formal maupun keseharian. “Makin ke sini kan sudah banyak yang pakai batik, tapi mereka tidak bisa nyaman menggunakan batik itu dalam sehari-hari, biasanya kan di hari-hari tertentu aja,” ujar Gadis. Selain kain lembaran, ada pula selendang yang dapat dipadupadankan dengan kebaya, dress, atau busana lainnya.
Busana batik karya Gadis ditampilkan kembali dalam Histeria Pewarta Warga: Turun Tangan yang akan diselenggarakan pada 4 Januari 2025. Namun, kali ini kain batik Gadis merepresentasikan hak waris perempuan Bali yang makin hari makin sunyi.