Lebih dari 30 ribu orang mengepung kantor Gubernur Bali.
Massa yang bergabung aksi berasal dari Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Aksi penolakan reklamasi Teluk Benoa pada 22 Desember 2016 tersebut sekaligus peringatan Hari Ibu dan melawan kriminalisasi.
Peringatan Hari Ibu dalam aksi tersebut bukan hanya untuk Ibu biologis tetapi merupakan perayaan untuk Ibu Pertiwi, sebagai hari perjuangan Ibu semesta. Aksi di ujung 2016 ini juga merupakan pertanda gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa sudah memasuki tahun ke-4.
Puluhan ribu massa aksi dari berbagai penjuru Bali berdatangan pada pukul 14.00 di Parkir Timur Lapangan Renon lengkap dengan atribut penolakan reklamasi Teluk Benoa. Mereka berasal dari Buleleng, Jembrana, Bangli, Karangsem, Klungkung, Nusa Penida dan Nusa Lembongan serta dari wilayah Sarbagita.
Bedanya kali ini, sebagaian besar massa aksi membawa kul-kul atau kentongan. Setelah berkumpul, massa aksi melakukan pawai mengitari lapangan Renon dan kemudian mengepung Kantor Gubernur Bali dengan memukul kul-kul dan pekikan yel-yel tolak reklamasi.
Sebagaimana ritual yang biasa dilakukan di Bali dalam pergantian tahun saka, aksi di akhir tahun menyambut tahun baru masehi tersebut juga diiringi bunyi kentongan saling bersahutan. Aksi ini simbol untuk mengusir energi negatif, mengusir kerakusan, mengusir mental maling, mengusir raksasa rakus.
“Salah satu watak Raksasa itu adalah kerakusan. Itu sebabnya sekarang Pasubayan Datang dengan ribuan kul-kul atau kentongan untuk menyomya (menetralisir) sifat keraksaaan dan sifat rakus atau energi negatif yang ada di di kantor Pemerintahan,” ujar Ida Bagus Ketut Purbanegara yang juga Bendesa Adat Buduk.
I Wayan Gendo Suardana menambahkan, selain untuk mengusir energi buruk dari kantor pemerintahan, simbolisasi pengusiran energi buruk tersebut memiliki tujuan mulia. “Supaya tidak ada lagi energi buruk yang melingkupi gedung-gedung pemerintahan,” kata Koordinator ForBALI tersebut.
“Semoga setelah kita melakukan simbolisasi pengusiran energi buruk, pemimpin kita bisa tercerahkan oleh energi baik dan di tahun berikutnya Gubernur Bali berani mendukung rakyatnya untuk menolak reklamasi Teluk Benoa,” ungkapnya.
Selain itu di dalam orasinya, Gendo juga menjelaskan, penolakan atas rencana reklamasi Teluk Benoa oleh rakyat Bali telah memasuki tahun keempat. Meskipun upaya perlawasan rakyat terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa semakin masif, namun upaya pemaksaan ngurug laut tersebut tak kunjung dihentikan.
Diam Sejenak
Selama kurang lebih dua bulan masyarakat diam sejenak dari aksi-aksi massa, upaya untuk memaksakan reklamasi justru semakin massif dilakukan oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Ada rapat di Kemenkopolhukam membahas tentang reklamasi Teluk Benoa.
Di Komisi IV DPR RI juga digelar Rapat dengar Pendapat umum atau RDPU antara Komisi IV DPR RI dengan PT TWBI. Agenda RDPU itu dilanjutkan dengan adanya peninjauan lapangan oleh Komisi IV DPR RI.
“Artinya saat kita diam maka akan ada pihak-pihak lain yang akan bergerak maju. Oleh karena itulah kita tidak boleh diam, kita harus terus bergerak. Hanya itu modal kita untuk menghambat laju rencana reklamasi Teluk Benoa,” ujarnya.
Persoalan kriminalisasi yang menimpa para aktivis ForBALI juga disinggung di dalam aksi tersebut. Menurut Gendo perjuangan rakyat Bali dalam melawan rencana reklamasi amat penuh dengan risiko, seperti kriminalisasi yang dilakukan terhadap beberapa aktivis ForBali, seperti Gung Omlet, De John dan Agus Wirasman.
“Lawan kriminalisasi aktivis ForBALI,” pekik Gendo disambut dengan pekikan “Lawan” oleh massa aksi yang hadir.
Aksi kali ini, selain meriah dengan suara kul-kul selama pawai, juga dimeriahkan dengan berbagai suguhan pagelaran seni dari berbagai komunitas pejuang tolak reklamasi Teluk Benoa.
Ada penampilan Barong dan Rangda Go Green (barong yang terbuat dari bahan-bahan daur ulang oleh Sanur), Inguh (Lawak Bali), atraksi gambelan Baleganjur Rarekulaikers dan baleganjur dari Desa-Desa Adat, hingga penampilan musik oleh musisi-musisi dan seniman Bali lainnya yang terbagi di empat titik panggung aksi di ruas jalan depan Kantor Gubernur.
Musisi dari berbagai aliran musik yang terlibat di dalam aksi tersebut selain Superman Is Dead, The Dissland, Nosstress, Jony Agung and Double T, The Hydrant, Made Maut, Lanang OI, The Djihard, The Bullhead, Poison and Rose, The Ledorz dan Relung Kaca yang terbagi dalam empat titik panggung aksi.
Aksi ditutup dengan penampilan terakhir Superman Is Dead yang diiringi dengan pemukulan kul-kul.
Melawan Kriminalisasi
Dua hari sebelumnya, aktivis ForBALI juga melakukan pawai dari Banjar Lebah, Sumerta menuju Polda Bali diiringi gamelan Bali, Gong Baleganjur.
Kedatangan mereka sekitar pukul 11.00 WITA di depan Markas Polda Bali untuk mengawal kriminalisasi terhadap I Gusti Putu Dharmawijaya alias Gung Omled yang dituduh melakukan tindak pidana Merendahkan Kehormatan bendera Negara.
Kedatangan massa ke Polda Bali juga untuk mengawal pemeriksaan kepada Koordinator ForBALI, I Wayan Gendo Suardana. Gendo dipanggil oleh Polda Bali untuk didengar keterangannya dalam kasus yang menimpa Gung Omled.
Massa aksi yang sudah melakukan pawai kurang lebih 2 kilometer tersebut, sesampai di Polda Bali tidak diperkenankan memasuki Markas Polda Bali. Polisi hanya mengizinkan kedua aktivis ForBALI drtts Tim Hukum dan Bendesa-Bendesa perwakilan dari Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa.
Dua aktivis ForBALI yang diperiksa adalah Gung Omled dan Gendo sebagai saksi. Dalam pemeriksaan selama kurang lebih 1 jam 45 menit tersebut keduanya menerima pertanyaan sekitar 20 pertanyaan dari penyidik.
“Solidaritas massa ForBali yang datang dari berbagai Desa Adat dan basis sangat memberi vibrasi amat baik bagi jalannya pemeriksaan oleh Polda Bali sehingga pemeriksaan berlangsung cepat,” kata Made Ariel Suardana, Kuasa Hukum ForBALI.
Ariel menjelaskan pemeriksaan lanjutan terhadap I Gusti Putu Dharmawijaya ini sesungguhnya mengingkari rekomendasi lembaga Negara yang konsen terhadap hak asasi manusia, Komnas HAM RI.
Komnas HAM melalui Koordinator Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan, Siane Indriani telah mengirimkan surat langsung kepada Kapolda Bali meminta penghentiaan dugaan kriminalisasi terhadap aktivis ForBALI.
Komnas HAM RI meminta tindakan segera dari Kepolisian atas rekomendasi yang telah diterbitkan. Hal tersebut menurutnya adalah Polda Bali segera menghentikan kriminalisasi tersebut.
“Pemeriksaan ini jelas mengingkari rekomendasi Komnas HAM yang telah merekomendasikan penghentian proses pidana terhadap saudara I Gusti Putu Dharmawijaya karena tidak memenuhi syarat. Jika berdasarkan rekomendasi Komnas HAM, kasus ini sudah harus berhenti” ujar Ariel.
Sejalan dengan hal itu, tim kuasa hukum juga akan mengajukan saksi ahli agar kriminalisasi tersebut segera dihentikan.
Sementara itu, perwakilan Pasubayan Desa Adat Tolak Reklamasi, Ida Bagus Ketut Purbanegara mengatakan akan mengawal kasus tersebut sampai dihentikannya upaya kriminalisasi terhadap aktivis tolak reklamasi Teluk Benoa.
“Kita akan terus mengawal kasus kriminalisasi ini sampai memang kawan kita itu dibebaskan, dan mata Pasubayan tidak akan terpejam untuk selalu memantau kasus ini,” ujar Bendesa Desa Adat Buduk tersebut.
Selama pemeriksaan terhadap I Gusti Putu Dharmawijaya dan I Wayan Gendo Suardana berlangsung, massa yang menunggu di pintu gerbang Polda Bali terus menerus meneriakkan yel-yel penolakan reklamasi Teluk Benoa. Mereka juga mendesak penghentian kriminalisasi aktivis ForBALI diiringi dengan Gong Baleganjur.
Usai pemeriksaan, massa membubarkan diri dengan tertib dan kembali melakukan pawai menuju Banjar Lebah. [b]
mantap lanjutkan