Festival Film Perancis (FFP) digelar 17-26 November 2023. Gelaran Festival ini serentak dilaksanakan di berbagai Kota di Indonesia. Salah satunya di Bali.
Screening atau penayangan FFP sendiri dijadwalkan akan dilangsungkan di beberapa tempat. Hari Jumat, tanggal 17 November 2023 lalu, festival ini dibuka dengan penayangan film “Animal Kingdom” di XXI. Selain itu, film-film juga akan diputar di MASH Denpasar, Cushcush Gallery, dan di Kantor Alliance Francaise Bali.
Pada Sabtu, 18 November 2023, saya berkesempatan untuk hadir dan menyaksikan pemutaran film dengan judul “Zero Fucks Given”. Inilah film yang hendak ingin saya bahas dan memang menurut saya cukup menarik.
Zero Fucks Given bercerita tentang hari-hari pramugari bernama Cassandre di sebuah penerbangan low cost-carrier di Prancis. Film ini menjadi menarik ketika, konflik dan karakter diri si pramugari yang terus berkembang selama film berlangsung.
Cassandre, si tokoh utama dalam film ini awalnya hanya ingin tetap menjadi karyawan biasa tanpa terlalu risau dengan karirnya. Dia ingin tetap bekerja, bertemu kawan-kawannya sesama pramugari, party di klub malam, atau sesekali bertemu dengan orang baru melalui aplikasi kencan.
Pekerjaan dan hidup yang monoton seakan tak terlalu menjadi masalah bagi dirinya.
Trailer: https://youtu.be/a2dfJhaNdCA
Menonton Zero Fucks Given ini mau tak mau menumbuhkan ingatan pada film Groundhog Day. Sama seperti Groundhog Day, hari-hari yang sama harus dilalui tokoh utama dalam cerita. Dalam film ini Cassandre digambarkan cukup jenuh dan sangat bosan dengan pekerjaan dan rutinitas yang dia jalani, akan tetapi sebenarnya Cassandre ingin hidupnya berjalan tetap seperti apa adanya.
Tak muluk-muluk, Cassandre hanya ingin hidupnya berjalan biasa tanpa ada turbulensi yang berarti.
Selain itu, ada beberapa poin dan kritik yang disampaikan dalam film ini. Anggapan bahwa menjadi Pramugari adalah pekerjaan yang glamor. Padahal sepertinya tidak demikian. Pramugari pesawat low cost-carrier seperti Cassandre misalnya, meskipun pekerjaan ini bisa membawa ke berbagai tempat, ada banyak tantangan yang sering dihadapi oleh para flight attendant.
Penumpang rese yang tidak duduk sesuai nomor kursi. Penumpang bossy yang ingin dilayani seperti raja. Industri hospitality, yang mengedepankan pelayanan memang sering kali tidak peduli pada apa yang terjadi dalam diri para pekerjanya, yang mereka harus terus lakukan adalah memberikan senyum untuk memberikan pengalaman terbaik bagi para penumpang.
Hal-hal seperti ini bisa jadi akan sangat melelahkan secara mental. Alhasil, film ini memberi gambaran lebih bagaimana sistem kerja para Pramugari di penerbangan low cost carrier.
Selain itu, film ini juga bercerita mengenai gen Z yang lebih apatis terhadap kondisi kerja yang mereka hadapi.
Dalam salah satu adegan ketika beberapa orang melakukan demo dan pemogokan terhadap kondisi kerja mereka di sebuah Bandara tempat Cassandre akan segera lepas landas, Cassandre dan beberapa rekannya terlihat tidak peduli dan lebih mementingkan diri sendiri. Para pendemo sendiri menjelaskan alasan unjuk rasa yang mereka lakukan adalah untuk menuntut kondisi dan upah kerja yang semakin baik kedepannya.
“Saya melakukan demonstrasi ini untuk masa depan (kita) yang lebih baik,” kata seseorang peserta aksi menjelaskan.
“Saya sendiri bahkan tidak tahu besok masih akan hidup atau tidak,” jawab Cassandre kesal lalu menuntut segera diperbolehkan lewat agar dirinya tidak terlambat.
Film ini juga menyoroti bagaimana media sosial memberikan ilusi palsu tentang hidup yang sebenarnya. Gambar tempat yang indah. Pakaian-pakain dengan tampilan necis. Gaya yang glamor, membuat orang-orang berlomba mencari hal-hal yang demikian.
Hubungan dengan manusia lain juga bisa terjadi singkat tanpa suatu yang bermakna. Aplikasi kencan memberi pengalaman instan, namun tanpa memberi sesuatu yang berharga.
Terakhir, kapitalisme yang menuntut persaingan juga pada akhirnya membuat pandangan hidup Cassandre berubah. Dari yang menginginkan hidup sederhana dan menjalankan pekerjaan hari-hari yang itu-itu saja, Cassandre berubah dan dipaksa melupakan hal-hal yang awalnya dia percaya untuk mengejar gaya hidup, profil sosial media yang lebih mentereng, dan mimpi-mimpi yang baginya akan membuat hidup menjadi lebih baik.