• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Friday, July 11, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

Epidemi HIV di Bali Terus Meninggi

Luh De Suriyani by Luh De Suriyani
5 March 2010
in Kabar Baru
0 0
2

Teks Luh De Suriyani Foto Anton Muhajir

I Nengah Mantra, sebut saja demikian, seorang tukang pijat di Denpasar mengaku sangat mudah melakukan transaksi seks saat ini. “Cukup lewat handphone, saya bayar Rp 150 ribu ceweknya sudah bokingin hotel,” ujarnya tertawa.

Ia hafal lokasi-lokasi pusat transaksi seks di Denpasar dan siapa pekerjanya. Namun Mantra mengatakan pekerja seks di Denpasar kini lebih banyak bekerja tidak langsung di lokalisasi tapi menerima pesanan lewat telepon.

Menurutnya ini lebih mudah, aman dari penangkapan Satpol PP dan tak perlu membayar mucikari. Mantra mengaku sebagian hasil pendapatannya dari memijat habis untuk petualangan seksnya. Sayangnya pemuda lajang ini mengaku tak tahu infeksi menular seksual, terlebih resiko terinfeksi HIV.

I Made Sendra, seorang pengurus banjar adat di daerah Pemogan, Denpasar Selatan pun mengaku menghadapi simalakama. Ia tak menyangka izin-izin pendirian cafe yang diberikan di daerahnya dicurigai menjadi pusat-pusat transaksi seks terselubung. “Banyak warga lokal di sini yang sudah menjadi pelanggan tetap dan kecanduan ke sana. Kami jadi agak sulit menertibkannya,” ujarnya.

“Saya kaget, ada warga saya dibilang ada yang kena HIV. Ketika meninggal, warga tidak berani memandikan jenazahnya. Kami belum siap menghadapi ini,” kata Sendra sembari minta bantuan penyuluhan HIV di daerahnya.

Kondisi ini sudah diramalkan sejumlah peneliti dan pegiat penanggulangan HIV/AIDS di Bali, sejak awal 2000. Ketika itu prevalensi kasus HIV positif pada pekerja seks di Bali meningkat 100 persen, dari di bawah 1 persen pada 1999 menjadi hampir 2 persen pada 2000. Lalu, lima tahun kemudian, prevalensi menjadi 12 persen, dan melonjak lagi menjadi 23 persen pada 2009.

Sayangnya, perilaku pelanggan seks tak berbanding lurus dengan cepatnya penyebaran HIV di jalur penularan heteroseksual ini. Program penggunaan kondom 100 persen di lokalisasi berjalan tertatih-tatih. “Penggunaan kondom rata-rata hanya 40 persen dari jam kerja seorang pekerja seks. Sisanya karena pelanggan menolak memakai,” ujar Yahya Anshori, Pengelola Program PMTS Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bali. Tak heran, sejumlah LSM dan KPA Bali menemukan kasus infeksi menular seksual (IMS) masih cukup tinggi, terlebih HIV.

Pada 2009, KPA Bali menyimpulkan ada perubahan perilaku pekerja seks dan pelanggan yang menyulitkan penjangkauan di lapangan. “Dari estimasi 8000 jumlah pekerja seks, jumlah pekerja seks tak langsung kini sama banyaknya dengan pekerja seks di lokalisasi,” kata Yahya. Pekerja seks tak langsung ini yang sulit diintervensi dalam penggunaan kondom atau pemeriksaan IMS.

KPA Bali memperkirakan gelombang baru epidemi HIV tengah terjadi di Bali. Data Dinas Kesehatan Bali memperlihatkan lonjakan kasus HIV dan AIDS. Pada awal 2009, jumlah pengidapnya sebanyak 2610, dan sepuluh bulan kemudian sampai November 2009 menjadi 3181. Bertambah 571 orang  atau sekitar 20 persen. Rata-rata pengidap baru yang berhasil dijangkau saja 57 orang per bulan.

Penularan diidentifikasikan dari hubungan heteroseksual sebanyak 2142 orang (67 persen), kemudian injecting drug users/IDU’s 730 orang (23 persen). Lima tahun lalu, gelombang epidemi HIV terjadi pada kelompok IDU’s dan kini berbalik.

Karena itu KPA Bali memfasilitasi para mucikari dalam kelompok kerja khusus yang bertugas melakukan intervensi perilaku pekerja dan pelanggan seks di wilayahnya. Ada 13 pokja di sejumlah lokalisasi di Bali. Mereka terdiri dari para germo, pemilik tempat dan penampung pekerja seks yang tersebar di Denpasar, Buleleng, Tabanan, dan Badung.

Pokja ini bertugas memantau penggunaan kondom di lokasinya, memberikan waktu-waktu khusus pekerja seks untuk memeriksakan kesehatan, dan promosi penggunaan kondom pada pelanggan seks. “Peran germo masih terbatas karena mereka motivasinya bisnis. KPA Bali berharap semua banjar mulai melakukan pendataan jumlah tempat hiburan dan pekerja di wilayahnya,” kata Yahya. [b]

Versi Bahasa Inggris dimuat di http://www.thejakartapost.com/news/2010/03/01/bali-faces-higher-hivaids-prevalence.html

Tags: BaliHIV/AIDSKesehatan
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Luh De Suriyani

Luh De Suriyani

Ibu dua anak lelaki, tinggal di pinggiran Denpasar Utara. Anak dagang soto karangasem ini alumni Pers Mahasiswa Akademika dan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Pernah jadi pemimpin redaksi media advokasi HIV/AIDS dan narkoba Kulkul. Menulis lepas untuk Mongabay.

Related Posts

Budaya Ngayah Makin Langah

Budaya Ngayah Makin Langah

13 June 2025

Bali Hampir Habis, Semenjana dan Tergantikan

4 January 2025
Over Development Bali di UWRF 2024

Over Development Bali di UWRF 2024

23 October 2024
Yang Lalu Jangan Biarkan Berlalu, Tuturkan di Indonesia Bertutur

Yang Lalu Jangan Biarkan Berlalu, Tuturkan di Indonesia Bertutur

13 August 2024
Menelaah Pembungkaman PWF 2024 dari Berbagai Perspektif Hukum

Menelaah Pembungkaman PWF 2024 dari Berbagai Perspektif Hukum

7 June 2024
Mengenal 4 F, Respon terhadap Stres dan Trauma

Mengenal 4 F, Respon terhadap Stres dan Trauma

4 June 2024
Next Post
Lomba Blog SMA/SMK se-Bali

Lomba Blog SMA/SMK se-Bali

Comments 2

  1. David says:
    15 years ago

    Itu untuk hetero dan pengguna narkoba saja??

    Apakah di Bali, kasus homosexual belum terlalu mengakibatkan HIV/AIDS?

    Reply
  2. Bukan Winardi says:
    15 years ago

    wow prevalensinya mencapai 23% ya? yah HIV memang menjadi fenomena gunung es di banyak daerah. stigma masyarakat terhadap penderita ikut memperburuk kondisi.

    di kenya juga stigma masyarakat terhadap ampath (rumah sakit khusus menangani untuk membantu pasien hiv) tidak terlalu bagus (buruk).

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

BYURR! Kekacauan Baru di Skena Hardcore Bali

BYURR! Kekacauan Baru di Skena Hardcore Bali

10 July 2025
Diskusi dan Konser Hari HAM “Semakin Dibungkam Semakin Melawan”

Konser Bukan Cuma Menyanyi dan Bergembira, namun Juga Masalah Kenyamanan dan Keamanan

9 July 2025
Bandara Baru di Bali Utara: Gajah Putih dalam Bayang Pembangunan yang Salah Arah

Bandara Baru di Bali Utara: Gajah Putih dalam Bayang Pembangunan yang Salah Arah

9 July 2025
TAKSU Reuse di AJW 2025: Solusi Cerdas Kurangi Sampah Plastik Sekali Pakai

TAKSU Reuse di AJW 2025: Solusi Cerdas Kurangi Sampah Plastik Sekali Pakai

8 July 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia