Kami tetap berdiri ketika yang dikritik sudah mati.
Bali yang Binal (disingkat BYB) adalah sebuah festival seni yang lahir dari sebuah kritik pada Bali Biennale di medio 2005. BYB diinisiasi para seniman muda yang waktu itu tergabung dalam Komunitas Pojok dan Komunitas Seni di Denpasar (KSDD).
Nama Bali yang Binal sendiri adalah parodi dari Bali Biennale. Ketika Bali Biennale mati di tahun pertamanya, BYB justru mampu berjalan hingga ke edisi #7 pada 2017 lalu. Sebagai sebuah festival dua tahunan yang terlahir dari kritik, BYB selalu membawa tema spesifik yang terbungkus dengan baik secara estetik.
Pada edisi kali ini BYB mengangkat tema “Energi Esok Hari”. Tema ini dipilih sebagai intisari dari semua permasalahan yang sedang atau berpotensi menjadi masalah di masa depan. Bali mempunyai potensi investasi tinggi yang selalu menjadi obyek menggiurkan untuk dieksploitasi karena peran pentingnya dalam industri pariwisata.
Banyak kebutuhan diadakan atas nama menjaga Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia. Namun, yang kami sayangkan dan butuh dikritik adalah keputusan-keputusan instan pemangku kebijakan dan investor dalam menentukan arah pembangunan pariwisata
Keinginan pemerintah dan investor untuk membangun sarana-sarana penunjang pariwisata seperti rencana reklamasi Teluk Benoa, rencana pembangunan tol lintas utara, rencana pembangunan bandara baru di Bali utara, dan sebagainya tentu membutuhkan energi yang besar.
Kebutuhan energi ini hendak dijawab dengan cepat oleh para pemangku kebijakan tadi dengan membangun sebuah PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) batubara baru di Celukan Bawang, Buleleng. Sebuah langkah yang tergesa-gesa dan bagi kami keliru, karena Bali mempunyai potensi energi serta waktu cukup untuk beralih pada penggunaan energi terbarukan dan ramah lingkungan.
Batubara sudah dikenal sebagai sumber energi fosil yang merusak. Tidak hanya dalam proses perubahannya menjadi energi tapi juga sejak proses pengambilannya sampai distribusinya. Berbagai pertanyaan baru kemudian muncul membutuhkan jawaban dan solusi, dan bagi kami batubara bukanlah jawaban dan solusinya.
Sawer Nite
Untuk itu kami menarik kesimpulan bahwa dengan kemampuan yang kami miliki sebagai seniman, ingin berkontribusi dalam mengkampanyekan penggunaan energi ramah lingkungan. Bergandengan bersama dengan semua pihak yang peduli lingkungan dan Bali, demi hari esok yang lebih baik.
Dalam setiap helatan BYB (hampir) selalu diawali dengan Sawer Nite, sebuah proses penggalangan dana secara swadaya. SawerNite juga menjadi pintu gerbang rangkaian acara selanjutnya yaitu Pra-BYB (pemantapan materi bagi para seniman), pembukaan (sekaligus Technical Meeting ), jamming mural dan kolaborasi seni, serta Malam Seni sebagai penutup.
Pada setiap kegiatan Sawer Nite kami menjual berbagai karya seni dari seniman-seniman pendukung, menjual merchandise ataupun membuat pertunjukan seni yang mana segala keuntungan dari acara ini akan kami gunakan dan kembalikan ke masyarakat dalam bentuk mural di beberapa titik di Denpasar.
Sesuai prinsip yang kami percaya semenjak awal: setiap orang berhak menikmati seni, bahwa seni tidak seharusnya dikurung dalam ruang elit galeri.
Untuk edisi kali ini Sawer Nite akan diadakan di Cushcush Gallery pada 19 April. Agung Alit-Mitra Bali akan membuka acara ini. Lalu, diramaikan juga Matrix Collapse Project, Bread Island, dan Made Mawut. Pada acara penutupannya, 21 April, akan diadakan lelang beberapa karya yang telah dipamerkan.
Sawer Nite terbuka untuk umum, dan kami mengundang semuanya untuk hadir dan berpesta bersama. [b]