Pengrajin bingkai foto di Desa Satra tinggal hitungan jari.
Menyusuri Kabupaten Klungkung daratan tidak hanya sebatas objek wisata yang sudah terkenal seperti Kertha Gosa dan Kamasan. Hal menarik lain adalah menengok jejak kerajinan bahan alam yang masih tersisa di Kabupaten Klungkung.
Bahan alam tersebut berupa dedaunan yang menghiasi kerajinan ini.
Desa Satra menawab akan rasa penasaran tentang kerajinan ini. Letaknya tidak jauh dari pusat ibukota Kabupaten Klungkung, Semarapura. Desanya cukup sepi. Plang rumah para pengrajin pun tidak banyak. Umumnya hasil kerajinan berupa bingkai foto yang dihiasi dedaunan alami.
Tak hanya bingkai foto, album foto dan notebook menjadi kerajinan yang biasa diproduksi pengrajin di Desa Satra. Bahan-bahan yang digunakan pun ramah lingkungan.
Membuat notebook misalnya. Cukup berbekal kertas daur ulang, karton dan daun-daunan. Daun yang biasanya digunakan adalah daun waru, kupu-kupu dan lamtoro. Selain itu ranting, pelepah pisang dan tali rotan digunakan untuk mempercantik tampilan notebook berbahan alami ini.
Satu dari pengrajin yang tersisa di Desa Satra adalah Martha Kaca, usaha keluarga Dewa Martha dan istrinya, Jero Made Galuh. Martha Kaca menjadi salah satu pengrajin yang tersisa di Desa Satra. Dulunya Desa Satra memang terkenal dengan kerajinan ini, namun pengaruh krisis dan bom Bali membuat pengrajin lain tumbang satu per satu.
Mata pencaharian masyarakat desa yang terletak dekat dengan Jalan Bypass Ida Bagus Mantra ini pun beralih menjadi pencari batu.
“Dulu sebelum Bom Bali, kerajinan ini banyak pesanannya. Saya sempat bekerja juga di pengrajin yang lain. Sebelum akhirnya menikah dengan suami dan menjalankan usaha ini,” ujar Jero Made Galuh.
Beragam
Berlokasi di Jalan Jelantik, Martha Kaca melayani pembuatan kerajinan bingkai foto dan notebook. Ukuran bingkai foto dan notebooknya pun beragam. Bingkai foto berukuran mulai dari 2R hingga 12R. Sedangkan notebooknya berukuran 10 x 10 cm hingga 15 x 21 cm.
Bahan baku pembuatan kerajinan berbahan alami ini didatangkan dari luar desa. Menggunakan bahan alam, maka hasilnya pun memiliki warna yang alami. Berasal dari warna dan tekstur bahan tersebut.
Pasar dari kerajinan ini didominasi pasar oleh-oleh di Bali. Selain itu, kerajinan ini juga diekspor hingga ke luar negeri. “Saat ini kami sedang mempersiapkan pesanan dari luar negeri. Sudah 40 box yang dikirim ke luar negeri,” ungkap Jero Made Galuh.
Pesanan ke luar negeri pun bisa mencapai puluhan ribu. Dikirim beberapa kali dengan tipe kerajinan yang berbeda tergantung pesanan dari pelanggan. Desain dari kerajinan ini pun tergantung dari tangan-tangan para pengrajin. Terkadang motif dari sebuah notebook misalnya, terkesan monoton. Hanya menggunakan variasi dari daun-daun yang biasanya digunakan.
Jika dilihat dari bahan yang digunakan tentunya ramah lingkungan. Di depan rumah pengrajin Martha Kaca nampak pohon daun kupu-kupu yang digunakan sebagai hiasan kerajinan ini. Tidak hanya mengandalkan hasil dari kerajinan ini, Jero Made Galuh juga membuka kios kecil yang menjual bahan-bahan pelengkap dalam membuat kerajinan ini. Misalnya lem dan varnish.
Walaupun tersisa hitungan jari, kerajinan ini tetap hidup. Meski tidak mendominasi mata pencaharian yang populer seperti tahun 1990an di Desa Satra. [b]