Oleh Komang Sudiartha
Minggu (21/10) kemarin kemarin serentak dilaksanakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Denpasar. Kebetulan saya ikut menjadi Panitia Pemungutan Suara (PPS) di desa tempat tinggal saya, Dangin Puri Kaja, Denpasar Utara. Semua persiapan telah dilakukan dari pengedaran surat panggilan, sampai pembuatan Tempat Pemungutan Suara (TPS), sudah kami laksanakan dengan baik saya. Di tiap satu TPS ada lima anggota dan dua petugas keamanan.
Pemilih dalam daftar pemilih yang kami terima berjumlah 415 orang. Surat panggilan pemilih kami edarkan dari 18 Oktober pagi sampai 20 Oktober malam. Namun hanya 302 surat panggilan yang bisa kami temukan pemilihnya, walaupun sudah kami cari tiga sampai empat kali. Kami tidak menemukan pemilihnya karena rumah tanpa penghuni (kosong, masih di kampung alias mudik), penguhuninya sudah pindah (penghuni lama, sudah tidak tinggal di alamat tersebut), alamatnya tidak jelas, orangnya tidak dikenal, dan lain-lain.
Ini menunjukkan bahwa data kependudukan di wilayah saya sudah tidak akurat lagi. Di mana ada warga yang sudah pindah tapi masih ada dalam data (mungkin mereka tidak melapor pada waktu pindah tersebut). Walaupun hanya 75 persen kami temukan, pemilihan harus tetap kami laksanakan.
Pada saat pemilihan semua anggota sudah siap di TPS dari pukul 6.00 pagi Wita. Kami menyiapkan segala keperluan untuk pemilihan. Ketua membacakan sumpah/janji anggota serta berdoa agar Pilkades berjalan dengan baik dan lancar. Pada pukul 7.05 pagi sudah datang dua pemilih. Di hadapan pemilih tersebut kami buka kotak suara yang kami dapat dari kantor desa dan mengeluarkan isinya. Setelah kosong kami perlihatkan pada pemilih lalu kami kunci dan segel kembali kotak suara tersebut.
Satu persatu pemilih datang ke TPS kami, untuk memilih Calon Kepala Desa yang mereka. Detik demi detik, menit demi menit, dan tidak terasa sudah sampai pukul 12.30. Saya lihat pada daftar hadir pemilih yang kami buat baru menunjukan jumlah 147 orang.
Akhirnya datang lagi empat orang pemilih. Pada pukul 13.00 Wita pemilihan kami tutup sesuai aturan dan ketentuannya. Dan dilakukanlah penghitungan suara sampai selesai. Jadi total pemilih yang datang ke TPS kami adalah 151 orang.
Pada hari tersebut semua anggota PPS bertanya-tanya, kenapa pemilih yang datang sedikit? Apakah karena ada acara yang lain? Atau pulang kampung? Atau malas memilih? Banyak faktor mungkin yang menyebabkan mereka tidak datang memilih. Dan kami semua tidak tahu faktor tersebut.
Yang mengganjal di perasaan kami adalah apakah kejadian seperti ini akan berulang dalam Pemilihan Gubernur nanti? Bagaimana dengan akurasi data pemilih nanti? Apakah masih seperti ini (banyak alamat yang penghuninya tidak lagi yang bersangkutan/sudah pindah).
Hal ini juga menunjukkan bahwa pendataan penduduk di daerah saya kurang baik. Ada penduduk yang sudah pindah tapi masih terdaftar dalam catatan kependudukan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, “Bagaimana kita bisa bisa mengetahui jumlah penduduk di suatu daerah kalau datanya tidak begitu akurat?? Bagaimana caranya agar penduduk yang pindah tersebut bisa atau mau melaporkan diri ke kantor desa bahwa ia sudah pindah, agar tidak ada di data lagi? Bagaimana caranya membangun kesadaran masyarakat untuk menggunakan hak suaranya semestinya (agar ikut berpartisipasi memilih calon yang ada)?”
Inilah yang perlu dijawab. [b]
Kalau datanya saja tidak benar, gimana mbangunnya bisa benar? Bener ga, Bli?
menurut asumsi saya, lebih 70% pemilih tidak kenal kadesnya. Kades seperti simbol saja, belum terlihat leadership-nya. Klau kenal aja gak, gimana mau milih???