Suasana jalan raya di depan kantor DPRD Bali berubah mencekam.
Pada Minggu, 23 Juni 2019, sore itu ada aksi teatrikal Bangke Maong dengan mengundang leak. Ini adalah aksi untuk mengundang roh-roh makhluk halus agar memakan bangkai.
Sebuah bangke maong yang disimpan dalam keranda jenazah diusung mengitari jalan yang diikuti alunan musik angklung Bali. Seorang peserta dari komunitas Leak Sanur menuntun parade budaya dengan orasinya yang mistis.
Kemudian muncullah empat rangda yang mengoyak-ngoyak bangke maong tersebut. Isinya sebuah spanduk bertuliskan “Turut Berduka Cita Atas Matinya Perwakilan Suara Rakyat”. Spanduk tersebut kemudian ditancapkan dibawah baliho DPRD Bali yang berada di sisi kanan gerbang, dilengkapi pula dengan karangan bunga duka cita.
Begitulah aksi Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) hari ini.
Seperti sebelumnya, parade kali ini dilaksanakan di kawasan Niti Mandala Renon. Massa melakukan long march dari parkir timur lapangan Niti Mandala Renon menuju arah depan monumen Bajra Sandhi dan DPRD Bali. Selain aksi teatrikal Bangke Maong, ada pula penampilan band Geekssmile.
Saat di depan Bajra Sandhi, perwakilan basis mengisi orasi yaitu dari perwakilan Karangasem, Tabanan, Desa Adat Sumerta dan Desa Adat Lebih. Ada pula Man Angga dari Nosstress yang berorasi perihal banyaknya suara miring pada gerakan tolak reklamasi.
Menurut Man Angga, orang yang suka sinis terhadap gerakan tolak reklamasi tidak pernah tahu bagaimana gerakan ini sebenarnya. “Kita beraksi karena kita peduli pada Bali. Bukan ngae-ngae,” kata Angga.
Dari depan Monumen Bajra Sandhi, massa aksi berlanjut ke depan kantor DPRD Bali. Setelah sekitar 30 menit aksi teatrikal oleh Leak Sanur, Koordinator ForBALI menyampaikan orasinya.
Gendo menyebut bahwa hari ini ForBALI berkabung atas matinya perwakilan suara rakyat yang berkantor di gedung tersebut. Lebih jauh Gendo menegaskan anggota DPRD Bali yang tidak berani bersikap menolak reklamasi Teluk Benoa, sejatinya bukanlah orang-orang terhormat pada posisinya saat ini.
“Para wakil rakyat yang berkantor di gedung DPRD ini menikmati gaji puluhan juta rupiah tiap bulan ditambah berbagai fasilitas, tetapi mereka tidak mewakili suara rakyat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gendo menjelaskan bahwa simbol bangke maong dalam parade budaya hari ini untuk menggambarkan DPRD Bali secara kelembagaan yang telah mati rasa terhadap aspirasi rakyat. Mereka hanya mewakili rakyat untuk hidup nyaman dengan berbagai fasilitas dan berkedok pada perjuangan rakyat perihal menolak reklamasi Teluk Benoa.
“Namun, mereka tidak punya nyali untuk melakukan tindakan nyata, mereka ibarat bangke maong, bangkai yang tidak berguna,” tegas Gendo.
Di sisi lain Gendo juga menyebut bahwa karma Teluk Benoa pasti akan berjalan. Siapa yang tulus membela dan siapa yang tidak masing-masing akan menerimanya. “Namun, bukan berarti kita hanya diam menunggu karma bertindak. Kita harus terus bergerak berjuang,” tambah Gendo.
Aksi yang berlangsung hingga pukul 17.00 WITA tersebut ditutup dengan aksi tabur bunga di depan spanduk tepat di bawah baliho DPRD sebagai simbul berkabungnya rakyat Bali terhadap matinya perwakilan suara rakyat. Setelah tabur bunga massa kembali menuju parkir timur dengan tertib sembari memungut sampah yang ada di areal depan gerbang DPRD Bali. [b]