Laris menjadi balian kompor saat pandemi setelah banting stir.
Balian dalam istilah Bali berarti orang pintar, biasanya pintar mengobati. Kalau merasa sakit yang tak bisa sembuh dengan pengobatan medis, biasanya diajak ke balian.
Nah di Dusun Pekarangan, Desa Ngis, Karangasem, ada balian kompor. Demikian tulisan di papan nama depan rumahnya dan kartu nama yang dibagi di medsos.
Saya mengunjungi rumahnya saat praktik liputan Kelas Jurnalisme Warga (KJW) BaleBengong di Desa Ngis yang dilaksanakan 14-15 November 2020.
Nengah Widana memang balian, tapi balian kompor. Ia terkenal pintar membenahi atau memperbaiki kompor gas yang bermasalah. Saya menyaksikan langsung dia memperbaiki kompor rusak menjadi normal dan bisa dipakai kembali.
Saya melihat betapa semangatnya dia mengerjakan pekerjaannya yang sangat bermanfaat untuk warga. Tanpa dia, mungkin kompor-kompor yang dianggap sudah tidak bisa dipakai lagi akan jadi barang rongsokan.
Nengah Widana biasa di panggil De Octa jadi balian kompor saat pandemi ini Covid-19 ini. Sebelumnya ia jadi supir transport freelance khusus wisata di Denpasar.
Keterampilan jadi balian kompor didapatkan setelah tahun 2002 di-PHK dari hotel karena dampak bom Bali. setelah itu, diajak temannya kursus memperbaiki kompor di LPG. Setelah itu dia mulai memperbaiki kompor dari rumah ke rumah.
Tahun 2010 dia beralih jadi sopir transport wisata. “Gas naik dan mahal, jadi orang-orang beralih lebih memilih memakai kompor minyak tanah,” katanya.
Saat pandemi ini, ia kembali kena krisis karena turis tidak ada. De Okta berhenti menjadi sopir, dan kembali menggeluti pekerjaannya menjadi balian kompor. Ia menarik ongkos dari Rp50 ribu sampai Rp200 ribu jika mengganti suku cadang. Ia sibuk melayani pesanan servis di luar desa, sampai Denpasar dan kabupaten lain.
Dek Octa menyebut akan meneruskan menjadi balian kompor walaupun pariwisata sudah mulai normal. Karena sudah punya pelanggan dan ingin menetap di kampung. “Saya tetap pilih balian kompor, karena sudah punya skil dan sudah banyak pelanggan,” ujarnya. Ia juga sudah menjual mobil yang digunakan sebagai supir freelance.
Di rumah kampung, ia sedang merenovasi rumah. Istrinya juga bekerja membuat tikar pandan yang banyak dibuat di Banjar Pekarangan.
Catatan: Karya salah satu peserta KJW Desa Ngis, Kadek Gunawan.