• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Monday, June 23, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Budaya

Bali Shanti Shanti Shanti

Anton Muhajir by Anton Muhajir
17 June 2007
in Budaya, Kabar Baru
0 0
1

Pemerintah Bali meluncurkan brand yang terlalu konservatif.

Oleh Anton Muhajir 

Di lapangan rumput Renon Denpasar, dengan cahaya temaram ketika gelap merayap, sekitar pukul 18.30 Wita, Kepala Dinas Pariwisata Bali Gede Nurjaya menjelaskan peluncuran merk dagang –bahasa kerennya brand, yang artinya sama saja: merk- pada wartawan. Nurjaya berdiri sambil sesekali menunjuk ke layar putih memperlihatkan merk dagang baru itu. Di samping mantan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemprov Bali itu berdiri sebagian anggota tim yang merumuskan merk tersebut. 

Wartawan duduk lesehan melihat agak mendongak bergantian, ke Nurjaya, ke layar putih itu. Puluhan pengunjung lapangan Renon petang itu berdiri di belakang wartawan ikut melihat bagaimana merk baru yang dikerjakan sejak akhir 2006 tersebut.

Sebelumnya, sekitar pukul 15.30 Wita, bersamaan dengan pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-29 Sabtu (16/6) lalu Gubernur Bali Dewa Made Beratha meluncurkan merk dagang Bali sebagai tempat tujuan pariwisata. Merk dagang Bali itu berupa tulisan Bali dalam dengan latar belakang ukiran Bali berbentuk segi tiga. Di bawah tulisan Bali itu berisi tulisan Shanti Shanti Shanti.

Peluncuran oleh Gubernur Bali itu disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang hari itu juga membuka PKB dengan pukulan kulkul lalu diikuti tepuk tangan ribuan orang di Jl Raya Puputan Renon Denpasar.

Dalam penjelasannya Gede Nurjaya mengatakan bahwa merk dagang Bali itu akhirnya dibuat secara resmi setelah selama ini julukan pada Bali lebih banyak diberikan oleh orang luar, terutama turis. Misalnya sebutan Bali oleh Jawahral Nehru sebagai tempat matahari terbit –atau semacam itulah- atau Bali sebagai Pulau Seribu Ruko –eh, Seribu Pura-, atau Bali Island of Gods dan seterusnya. “Brand kali ini adalah yang resmi dibuat oleh pemerintah Bali,” kata Nurjaya.

Meski tidak tersurat, merk dagang baru itu mungkin dibuat untuk menandingi gencarnya pesaing Bali sebagai tempat pariwisata mengidentifikasi diri seperti Malaysia menyebut diri sebagai Truly Asia atau Singapura dengan Uniqely Singapore dan seterusnya.

Merk dagang Bali itu sendiri konsepnya menekankan pada tradisi, budaya, dan agama Hindu yang begitu melekat pada Bali. Maka nuansa tradisi, budaya, dan agama itu sangat terasa mulai dari warna, desain, hingga motifnya. Merk itu didominasi merah dengan paduan hitam dan putih yang dikenal di Bali sebagai Tridatu. Sedangkan bentuk segi tiga sebagai pelaksanaan konsep Tri Hita Karana atau tiga hal untuk menjaga keharmonisan alam yaitu hubungan dengan Tuhan, manusia, dan alam.

Munculnya merk tersebut melalui proses panjang. Hartono, salah satu anggota tim perumus mengatakn selama tiga bulan awal, tim melakukan riset dan wawancara mendalam tentang apa sih ciri khas Bali. Wawancara itu dilakukan dengan berbagai kelompok dari kalangan pariwisata, pemuka agama, gubernur dan calon gubernur, bupati, seniman, wartawan, dan banyak lagi. Dari situ muncullah adat, budaya, dan agama Hindu sebagai sesuatu yang sangat khas Bali.

Hasil riset ini kemudian divisualisasikan. Didapatlah merk yang kemudian diluncurkan petang itu. Menurut Hartono, diferensiansi alas pembedaan dari merk dagang pesaing, katakanlah Malaysia, Singapura, dan Thailand memang jadi alasah kenapa merk dagang Bali itu sangat old fashion.

Merk dagang old fashion itu menggabungkan empat hal utama yaitu visual, font, warna, dan tagline. Segi tiga adalah lambang keseimbangan mulai tiga dewa penguasa alam, tiga tingkatan alam, maupun tiga tingkatan hidup. Motif ukiran mewakili keseimbangan (lagi) sekaligus menggambarkan kreativitas orang Bali. Tulisan Bali mengadopsi bentuk dan garis khas aksara Bali dengan huruf B mirip angka 3 dan mirip aksara Ang. Warna ya itu tadi Tridatu sebagai representasi Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa. Adapun tagline Shanti Shanti Shanti bermakna permohonan agar damai selalu.

Perencanaan, konsep, dan filosofi yang begitu dalam itu ternyata agak susah terjemahkan melalui merk dagang itu. Sekali lagi: bentuknya sangat konservatif.

Filosofi Tri Hita Karana, kedamaian, dan seterusnya itu kan tidak harus divisualisasikan dalam bentuk yang tua begitu. Tidak ada modernitas yang terlihat dalam merk dagang itu. Teguh Mahasari, anggota tim pembuatan pun mengiyakan bahwa memang tidak ada modernitas dalam merk dagang itu. Keunikan Bali kan sebenarnya pada kemampuannya untuk menyerap modernitas itu tanpa harus meninggalkan tradisi. Lihatlah punker di Bali yang masih rajin sembahyang atau ahli teknologi informasi yang masih rajin mebanten di atas komputernya.

Sayangnya anak-anak muda seperti ini tidak mendapat tempat dalam pembuatan merk dagang itu. Kalau orang seperti Rudolf Dethu, Popo Danes, Jango Paramartha, atau anak-anak muda yang mengerti desain dilibatkan mungkin merk dagang itu akan lebih keren. Tag line Shanti misalnya bisa saja tetap muncul –tidak usah tiga kali. Tapi akan menarik kalau kata-kata itu bisa bertemu dengan kata-kata Inggris –yang sudah pasti adalah bahasa universal.

Kalau ini yang muncul, mungkin merk dagang itu akan lebih menarik orang. Sayangnya sih itu menarik buat turis, bukan untuk orang Bali sendiri. [+++]

Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Anton Muhajir

Anton Muhajir

Jurnalis lepas, blogger, editor, dan nyambi tukang kompor. Menulis lepas di media arus utama ataupun media komunitas sambil sesekali terlibat dalam literasi media dan gerakan hak-hak digital.

Related Posts

Nikmat Suasana Ngopi di Teba Tengah Kota

Nikmat Suasana Ngopi di Teba Tengah Kota

23 June 2025
Feral Stripes – “Silicon Opera” Distopia dalam Tujuh Babak

Feral Stripes – “Silicon Opera” Distopia dalam Tujuh Babak

22 June 2025
Aksi Bali Mengkritisi Kebijakan Bias Gender dan Tolak RUU TNI

Gerakan Kesadaran Neurodiversitas untuk Keberagaman dan Melawan Stigma

21 June 2025
Inilah Tema Terbanyak di BaleBengong 2024: Alih Fungsi Lahan, Sampah, dan Pilkada

Kampanye Krisis Sampah dengan LUKIS: “Let Us Keep It Sustainable” Festival 2025

20 June 2025
Reuni Pecinta Sepeda Tua Sedunia

Bisakah Denpasar Menjadi Kota Ramah Sepeda?

19 June 2025
Dialog Dini Hari Merayakan Rangkaian Penutupan Tur “Suara yang Bertumbuh” di Bali

Dialog Dini Hari Merayakan Rangkaian Penutupan Tur “Suara yang Bertumbuh” di Bali

18 June 2025
Next Post

Buku Soal Pariwisata Bali dan Terorisme

Comments 1

  1. I Made Nuarta says:
    18 years ago

    Mmmm, iya lo, saya juga pernah ikut presentasinya, sayangnya dari hasil survey yang dilakukan tidak diseminarkan, hasil survey langsung di olah, Konsep Tri Hita Karana sih OK, but design akhirnya kurang sreg, design tulisan bali dan shantih pun biasa saja, masih bisa di oldig untuk kesempempurnaannya, mengingat brand itu akan digunakan selamanya….semoga sukses ajalah, karena sudah diputuskan, yang penting kita-kita aja, to do best to Bali, …

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Nikmat Suasana Ngopi di Teba Tengah Kota

Nikmat Suasana Ngopi di Teba Tengah Kota

23 June 2025
Feral Stripes – “Silicon Opera” Distopia dalam Tujuh Babak

Feral Stripes – “Silicon Opera” Distopia dalam Tujuh Babak

22 June 2025
Aksi Bali Mengkritisi Kebijakan Bias Gender dan Tolak RUU TNI

Gerakan Kesadaran Neurodiversitas untuk Keberagaman dan Melawan Stigma

21 June 2025
Inilah Tema Terbanyak di BaleBengong 2024: Alih Fungsi Lahan, Sampah, dan Pilkada

Kampanye Krisis Sampah dengan LUKIS: “Let Us Keep It Sustainable” Festival 2025

20 June 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia