• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Thursday, October 9, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

Ancaman Kesehatan Pasca Banjir di Bali

Oka Agastya by Oka Agastya
8 October 2025
in Kabar Baru, Lingkungan, Opini
0 0
0

Banjir yang melanda Kota Denpasar dan sekitarnya pada 10 September 2025 bukan hanya meninggalkan jejak genangan air dan kerusakan infrastruktur. Dampak yang sering terlupakan, namun tidak kalah serius, adalah ancaman kesehatan masyarakat setelah banjir. Lingkungan yang lembab, tumpukan sampah di sungai hingga rumah, serta air yang terkontaminasi menciptakan kondisi ideal bagi timbulnya berbagai penyakit menular. Sehingga mengapa  kewaspadaan harus tetap dijaga, bukan untuk menakut-nakuti, melainkan agar warga lebih siap menghadapi risiko kesehatan yang sering kali datang diam-diam setelah bencana.

Salah satu penyakit yang kerap muncul pasca banjir adalah penyakit kulit. Air banjir yang bercampur dengan lumpur, limbah rumah tangga, hingga kotoran hewan, bisa menimbulkan iritasi dan infeksi pada kulit. Banyak warga yang harus beraktivitas di air banjir, misalnya menyelamatkan barang, membersihkan rumahnya, atau hanya melintasi genangan banjir, sering kali tidak memiliki perlindungan memadai seperti sepatu bot atau sarung tangan. Akibatnya, kulit menjadi rentan terhadap penyakit seperti dermatitis, gatal-gatal, dan infeksi jamur. Menurut laporan penelitian oleh Afandi dkk. (2024), prevalensi penyakit kulit dapat meningkat hingga 30% di wilayah terdampak banjir jika tidak ada upaya pencegahan.

Selain kulit, masalah pencernaan juga menjadi ancaman serius. Air bersih pasca banjir sering kali sulit didapatkan, sehingga risiko kontaminasi pada makanan dan minuman meningkat tajam. Penyakit diare, muntaber, hingga hepatitis A dapat menyebar dengan cepat. Data dari WHO (2013) menunjukkan bahwa lebih dari 40% kasus diare di wilayah pasca banjir disebabkan oleh konsumsi air yang tidak layak. Di Bali, yang merupakan daerah dengan kepadatan penduduk tinggi, risiko ini semakin besar. Apalagi jika banjir merendam septic tank atau saluran limbah di rumah, kontaminasi kotoran manusia bisa masuk ke sumber air bersih warga seperti sumur bor ataupun sumur gali.

Tidak kalah penting, demam berdarah (DB) juga menjadi ancaman. Setelah banjir, genangan air sering tertinggal di halaman rumah, selokan, dan wadah terbuka. Kondisi ini merupakan tempat ideal bagi nyamuk berkembang biak. Laporan Kementerian Kesehatan RI (2022) mencatat bahwa kasus DBD sering mengalami peningkatan tajam setelah musim hujan atau peristiwa banjir besar. Oleh karena itu, meski genangan air banjir telah surut, masyarakat tetap perlu mewaspadai potensi munculnya sarang nyamuk baru.

Dari sisi kesehatan pernapasan, banjir juga membawa dampak tidak langsung. Rumah yang terendam dan lembap sering kali menjadi sarang jamur, debu, dan bakteri. Setelah banjir, aktivitas membersihkan rumah dan tempat tinggal kerap bisa memicu masalah pernapasan seperti ISPA, asma, atau alergi. Banjir mungkin saja dapat meningkatkan risiko penyakit terutama pada anak-anak dan lansia. Bagi masyarakat perkotaan seperti Denpasar yang padat, penyebaran penyakit ini bisa berlangsung cepat jika tidak diantisipasi.

Menghadapi semua potensi penyakit ini, kuncinya adalah menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tidak perlu langkah rumit, cukup memastikan selalu mencuci tangan dengan sabun setelah beraktivitas, gunakan air bersih untuk minum dan memasak, jangan lupa memakai alas kaki ketika membersihkan sisa banjir. Jika memungkinkan, warga bisa menggunakan cairan pembersih tambahan seperti cairan pembersih desinfektan untuk membersihkan lantai atau perabot yang terendam. Pada saat yang sama, penyelenggara daerah juga berperan penting dalam memastikan distribusi air bersih, layanan kesehatan, dan penyemprotan disinfektan di titik-titik rawan.

Selain itu yang kadang dilupakan pasca bencana yakni aspek psikologis. Bencana banjir tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga tekanan mental. Rasa cemas, sulit tidur, atau stres bisa melemahkan daya tahan tubuh, sehingga risiko terserang penyakit semakin besar. Kekhawatiran ini sangat mudah ditemukan dari keresahan dan ketakutan masyarakat ketika muncul hujan kembali beberapa waktu lalu baik lewat unggahan media sosial ataupun suara-suara dari tempat pengungsian.Studi oleh Reacher et al. (2004) di Inggris menemukan bahwa korban banjir yang mengalami stres berat lebih rentan terkena penyakit pencernaan dan infeksi saluran pernapasan dibandingkan mereka yang lebih stabil secara emosional. Artinya, menjaga kesehatan mental juga sama pentingnya dengan menjaga fisik. Di Bali, dukungan sosial melalui komunitas banjar, jalinan kekerabatan ataupun pendampingan trauma pasca bencana dari instansi kesehatan maupun relawasan bisa menjadi kekuatan untuk saling menguatkan pasca banjir.

Pada akhirnya, pemulihan pasca bencana bukan hanya persoalan perbaikan kerusakan infrastruktur atau tata kota, tetapi juga soal kesehatan masyarakat. Denpasar sebagai kota besar dengan dinamika urban yang tinggi harus belajar dari peristiwa ini. Edukasi masyarakat, distribusi pelayanan kesehatan darurat, dan kesiapsiagaan menghadapi penyakit pasca banjir perlu dijadikan bagian dari sistem penanggulangan bencana. 

Referensi

  • Afandi, dkk. (2024). Analisis Kerentanan Kesehatan Penduduk Pasca Bencana. Pro Health Jurnal Ilmiah Kesehatan.Volume 6 Nomor 2, 2024
  • WHO. (2013). Floods: Climate Change and Health. World Health Organization.
  • Kementerian Kesehatan RI. (2022). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes.
  • Mortality and morbidity risks associated with floods: A systematic review and meta-analysis (Environmental Research, 2024) 
  • Reacher, M., et al. (2004). “Health Impacts of Flooding in Lewes: A Comparison of Reported Gastrointestinal and Other Illness and Mental Health in Flooded and Non-Flooded Households.” Communicable Disease and Public Health, 7(1), 39–46.
kampungbet situs slot judi bola slot gacor link gacor kampungbet kampungbet kampungbet toto slot kampungbet link slot kampungbet kampungbet kampungbet situs slot link slot resmi situs judi bola slot gacor hari ini slot gacor toto slot situs toto link slot slot gacor situs slot gacor toto slot situs slot

situs slot

Togel Online gimbal4d gimbal4d cerutu4d toto slot
Tags: Balibanjir baliDenpasarKesehatanLingkunganOpinipasca bencana
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Oka Agastya

Oka Agastya

Seorang pencerita bumi dan praktisi manajemen bencana

Related Posts

Mural, Suara Protes di Jalanan

Mall Sebagai Cermin Paradoks Bali Modern

7 October 2025
World Day for Farmed Animals: Merayakan Hewan yang Diternakkan dan Ekosistem

World Day for Farmed Animals: Merayakan Hewan yang Diternakkan dan Ekosistem

7 October 2025
Penyebab Kematian Korban Bencana di Bali

Merefleksikan Tata Ruang Bali Pasca Bencana

5 October 2025
Belajar Kepemimpinan dari Megoak-Goakan

Belajar Kepemimpinan dari Megoak-Goakan

2 October 2025
[Matan Ai] Bali dan Pembusukan Pembangunan

Tri Hita Bencana

26 September 2025
Banjir Besar Tahun Ini Memicu Kritik Warga akan Tata Kelola Kota dan Sampah

Donasi ASN Bali: Solidaritas atau Koersi?

24 September 2025
Next Post
Sanur Masih Belajar Ramah pada Kaki dan Roda 

Sanur Masih Belajar Ramah pada Kaki dan Roda 

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Sanur Masih Belajar Ramah pada Kaki dan Roda 

Sanur Masih Belajar Ramah pada Kaki dan Roda 

9 October 2025

Ancaman Kesehatan Pasca Banjir di Bali

8 October 2025
Ke Mahagiri Melihat Keagungan Gunung Agung

Meluruh ulah pati dengan eksistensialisme. “Haruskah aku bunuh diri, atau minum secangkir kopi?”

7 October 2025
Mural, Suara Protes di Jalanan

Mall Sebagai Cermin Paradoks Bali Modern

7 October 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia