Upacara melaspas menandai lahirnya kios produk organik di Sanur.
Kios kecil, berukuran sekitar 3×6 meter persegi itu menjual berbagai produk pertanian organik seperti beras, sayur, dan buah-buahan segar. Bahan organik makin dekat.
Ketika melaspas, pemberkatan untuk bangunan baru menurut Hindu yang diakhiri dengan buka puasa bersama itu digelar Selasa lalu, rak-rak tempat memajang produk belum lengkap terisi. Hanya ada beras merah dan beras hitam organik produksi petani di Desa Mengesta, Kecamatan Penebel, Tabanan.
Beras itu dibungkus dalam tiga pilihan 0,5 kg, 1 kg, dan 5 kg. Di label produk terbungkus plastik terdapat tulisan bahwa beras itu merupakan produk organik yang dijamin melalui Internal Control System (ICS), sistem kontrol yang dilaksanakan oleh sesama petani.
Bali Organic Association (BOA) menjadi penjamin produk yang diproduksi kelompok petani Somya Pertiwi tersebut. Adanya metode kontrol, organisasi penjamin, serta produsen di label merupakan salah satu syarat untuk memasarkan produk organik.
BOA sendiri hanya salah satu dari tiga lembaga yang mengelola kios tersebut. Selain BOA, dua lembaga lain adalah Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali dan Indonesian Development of Education and Permaculture (IDEP). Tiga lembaga swadaya masyarakat (LSM) ini tergabung dalam Konsorsium Penyadaran Konsumen Pangan Sehat Bali yang terbentuk pada Januari 2009 lalu.
Ni Luh Kartini, Koordinator BOA, mengatakan ide mendirikan kios muncul karena susahnya petani memasakan produk pertanian organik. Selain petani yang susah memasarkan produk organik, konsumen juga kurangnya kesadaran konsumen untuk mengonsumsi produk organik ini. Padahal selama ini tiga lembaga tersebut terus mengampanyekan agar konsumen beralih mengonsumsi produk organik. “Karena selain produknya sehat dan bebas pestisida, mengonsumsi produk organik juga berarti melestarikan Bali secara berkelanjutan,” kata Kartini.
Selama ini masing-masing anggota konsorsium memang sudah melakukan kampanye pertanian organik di Bali. PPLH, yang lebih banyak melakukan pendidikan tentang lingkungan hidup di sekolah-sekolah, juga aktif mengampanyekan perlunya pertanian organik. Sedangkan IDEP, yang berkantor di Ubud, bahkan sudah sejak tiga tahun terakhir mengorganisir pasar organik setiap Sabtu di Ubud.
Adapun BOA aktif melakukan pendampingan pada petani untuk berproduksi secara organik. Misal melalui penggunaan pupuk kandang, bukan pupuk kimia, untuk menyuburkan tanaman. Pendampingan di tingkat produksi ini dilakukan di beberapa tempat seperti Bedugul, Kintamani, Gianyar, dan Badung.
Para petani itulah yang nantinya menyuplai kebutuhan produk di kios tersebut. Misalnya sayur dari petani di kawasan Bedugul, daerah dingin pusat produksi sayur seperti tomat, paprika, cabe, dan seterusnya. Padi dari petani di Jatiluwih dan Mengesta di Tabanan. Adapun bawang merah dari Kintamani, Bangli.
“Petani di tempat-tempat tersebut sudah melakukan praktik pertanian organik. Sehingga kami menjamin bahwa produk mereka adalah produk pertanian organik,” tambah Kartini.
Menurut Kartini, salah satu masalah yang dihadapi petani organik di Bali selama ini adalah kurangnya pemasaran. Sementara di sisi lain juga minat konsumen untuk mengonsumsi produk pertanian organik makin tinggi. Sayangnya, dua sisi yang saling terkait ini belum menemukan tempat seperti kios organik. Di Bali, lanjut Kartini, kios organik masih sangat jarang. Kalau toh ada hanya di kawasan yang di mana banyak turis asing seperti Ubud, Sanur, dan Seminyak.
“Akibatnya konsumen lokal yang ingin membeli produk pertanian organik juga bingung di mana mesti mencari,” ujarnya.
Sejak 2007, BOA mulai melakukan pendampingan di bidang pemasaran dari yang semula hanya fokus di produksi. Selain memfasilitasi petani untuk menemukan konsumen potensial, salah satunya adalah di perusahaan katering Aero Catering Service (ACS), BOA juga mengajak konsumen untuk beralih ke produk pertanian organik.
Kampanye penyadaran konsumen itu dilaksanakan ke kalangan ibu anggota Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), banjar, sekolah, dan lembaga pemerintah. Selain melalui diskusi juga lewat pameran dan media massa seperti koran dan TV.
“Saat ini mulai terasa perubahannya. Permintaan terhadap produk pertanian organik terus meningkat. Petani juga lebih termotivasi untuk menerapkan pertanian organik,” kata dosen di Fakultas Pertanian Universitas Udayana ini.
Sayangnya, tingginya permintaan itu tidak diimbangi dengan mudahnya konsumen untuk mendapatkan produk pertanian organik. Nah kios organik yang berlokasi di kantor PPLH Bali tersebut merupakan salah satu upaya menjawab persoalan susahnya mendapatkan produk organik. [b]
alamatnya dimana Ton..??
Alamatnya dimana ya mas anton?
wah bagus tuh….potensi baru buat petani lokal….asalkan management bagus, pelayanan bagus dan yang penting harganya juga dibuat masuk akal biar banyak yang berbelok arah belanja produk organik…..
yang perlu diluruskan dan diperhatikan juga adalah harganya yang tidak memberatkan masyarakat lokal, karena menyadarkan masyarakat tidak akan berhasil jika harganya mahal.
organik intinya selaras alam yang seyogyanya bahan2 pemupukan yg dipakai dalam proses pertanian organik adalah bahan yang murah dan kita temui sehari-hari spt pupuk kandang kompos dan lain lain…
dimana lokasi kios produk organik?
Selamat dan sukses kawan NGO Consortium Bali (BOA, PPLH, IDEP) sudah mampu mewujudkan cita2 untuk mengembangkan outlet produk organik di Bali. Saya dengar akan dilakukan garnd opening 2 September 2009. Mari kita bangun komunitas organik Bali.
Kalo minat konsumen untuk produk organik rasanya sih tinggi…,tp harganya itu lo yang bikin konsumen lebih memilih produk non organik…
kalo bisa masalah harga bisa bersaing lah dengan produk non organik..
Terima kasih Anton sudah mempublikasikan outlet organik kami. Semoga semakin menyebar dan orang-orang yang ingin sehat segera memilih produk organik.Jadi silahkan kunjungi ke Jl. Hang Tuah 24 Sanur. Telp : 288221.
Sekitar gardu listrik atau depan pasar senggol. Salam organis.