Teks dan Foto Riri Prabandari
Jumat pekan lalu. Empat arsitek muda berbagi pengalaman mereka mengikuti sayembara arsitektur.
Mereka adalah Laksana Eka Semarajana Putra, Bagus Samsu Hartanto, Ricky Sandra Hartantyo dan Dondiet Sigit Prabowo. Kegemaran mengikuti sayembara dimulai dari kebosanan akan rutinitas yang mereka rasakan datar-datar saja. Darah muda mereka menginginkan tantangan.
Mengikuti sayembara merupakan hal menyenangkan. Mereka berkesempatan mengasah kemampuan, mengenal dunia arsitektur lebih luas, membangun relasi dengan rekan seprofesi, traveling, dan membuat portofolio yang baik. Suatu kebanggaan apabila mereka berhasil memenangkan suatu sayembara.
Dalam sayembara mereka mendapatkan kebebasan menuangkan ide-ide dan pemikiran. Menjadikan segala hal menjadi mungkin untuk menjadi dasaran sebuah konsep arsitektur.
Sayembara selalu mereka lakukan dalam tim. Seperti juga ditanyakan salah satu peserta malam itu. Mereka menceritakan bahwa proses paling penting adalah pada tahap brand storming. Pada tahap ini semua ide dikemukakan, didiskusikan, ego ditekan, kemungkinan-kemungkinan terbaik dipertimbangkan, dan pendapat orang lain didengarkan. Kemampuan bekerja sama dalam tim mereka kerahkan sebaik mungkin di sini.
Pada edisi ke-10 Architects Under Big 3, mereka mempresentasikan beberapa pengalaman mereka dalam mengikuti sayembara arsitektur. Setiap karya memiliki kisahnya masing-masing, yaitu Sayembara Taman Awi Panglipuran (juara 1), Sayembara Perpusnas (peserta), Sayembara Bangka Belitung Eco Park (juara 1) dan Sayembara Monumen Situ Gintung (juara III).
Sayembara Taman Awi Panglipuran
Sayembara ini mengawali pertemuan keempat arsitek muda yang saat ini bergabung dalam Frangipani6 Design Studio tersebut.
Sayembara ini diadakan Kota Baru Parahyangan, Green Design Community dan Majalah Asri. Sayembara Taman Awi dibagi dalam dua tahap dengan lima nominator. Material bambu menjadi ide dasar mereka dalam eksplorasi ide. Sifat bambu yang fleksibel, sustainable, ramah lingkungan dan ekonomis menjadi suatu kelebihan tersendiri. Terlebih material bambu berkaitan dengan konteks lokal Sunda. Dari eksplorasi tersebut lahirlah gagasan bamboo in open space.
Dalam sayembara perdana yang mereka ikuti bersama ini akhirnya menjadi juara I.
Sayembara Monumen Situ Gintung
Sayembara ini tercetus atas dasar tragedi Situ Gintung pada 27 Maret 2009. Pemerintah berinisiatif membangun monumen & menata kawasan yang rusak. Maka pemerintah setempat bersama Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Banten mengadakan Sayembara Penataan Kawasan Situ Gintung. Sayembara satu tahap ini ditujukan untuk penataan kawasan saluran pembungan sepanjang 1 km.
Eksplorasi desain dimulai dari memahami sifat air sebagai lakon utama penyebab utama tragedi tersebut (disamping human eror). Air dapat berfungsi sebagai pencipta kehidupan dan juga sebagai perusak (protagonis atau antagonis). Desain yang ingin diciptakan adalah desain yang menumbuhkan harapan setelah terjadinya tragedi.
Konsep dasar ini dikembangkan dalam eksplorasi desain dengan konsep gerakan air. Tragedi tumpahnya Air Situ Gintung ditransformasikan ke dalam monumen berbentuk Kristal air sebagai konsep denah awal monumen. Pencitraan monumen diambil dari bentuk percikan air yang melambangkan dahsyatnya bencana Situ Gintung akibat pemberontakan air.
Di tengah-tengahnya terdapat tiang tinggi menjulang berwarna kuning melambangkan harapan untuk menata kehidupan lebih baik. Monumen ini sebagai penanda asal mula tragedi Situ Gintung. Mengarahkan pengunjung untuk melihat langsung bekas tanggul yang jebol.
Di sekitar monumen dibangun zona rekreasi dan konservasi (bantaran). Sifat protagonist air merupakan konsep dasar dari penciptaan bantaran. Desain direfleksikan dengan kontur (air) menopang kehidupan. Bantaran dibuat dengan kontur berbukit-bukit mengambil konsep aliran air yang bergelombang dengan makhluk hidup yang berdiri di atasnya sebagai tanda kehidupan.
Di sepanjang bantaran sungai dibangun hutam buatan sebagai salah satu upaya konservasi lingkungan, memberikan porsi ‘wild life’ kepada kawasan agar makhluk hidup lain juga memiliki ‘rumah’ tinggal. Di sana juga dibangun Open Lawn sebagai area rekreasi keluarga (multifungsi), dilengkapi dengan bangku taman, drinking fountain dan berbagai permainan interaktif dan edukatif.
Dibangun pula jakur inspeksi menggunakan material grass block untuk mengurangi perkerasan dalam site agar tidak terlalu menganggu fungsi bantaran sebagai area resapan air.
Selain monumen dan bantaran dibangun pula area Situ Center. Area ini berfungsi sebagai area informasi mengenai kepada masyarakat-masyarakat. Area ini lebih didominasi ruang terbuka hijau. Sebuah plaza ditempatkan di depan situ center sebagai entrance, penghubung dengan bantaran di seberang situ center. Didesain pula sebuah jembatan untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda.
Lansekap di Situ Center didesain sebagai communal space yang didalamnya terdapat area bermain, snack shop, picnic shelter, seating area, parkir sepeda dan toilet umum.
Pemenang sayembara dipekerjakan sebagi tenaga ahli dalam pelaksanaan konstruksi Monumen Situ Gintung dan Situ Center. Walaupun mereka menjadi pemenang ketiga, proposal mereka justru yang direalisasikan di lokasi karena pertimbangan budget yang cukup realistis. Proses mengomunikasikan konsep pada banyak pihak pun ditemukan di sini.
Sayembara Bangka Belitung Eco Park
Semangat untuk mengembalikan keindahan dan kecantikan bumi Bangka-Belitung dalam Visit Babel-Archipelago 2010 merupakan mula terselenggaranya sayembara ini. Sayembara yang didukung ITB, UBB, IALI, PN Timah ini bertajuk Sayembara New Landscape In Ex-Mining Development, Bangka Belitung Eco Park.
Dalam sayembara ini peserta ‘diberi tugas’ menggarap ex-mining site area seluas 1100 Ha. Dalam bereksplorasi mereka juga menaruh perhatian pada kegiatan pengrusakan lingkungan oleh para penambang timah liar.
Sayembara dibagi ke dalam dua buah tahap, yaitu desain konsep atau skematik masterplan sebagai tahap pertama. Tahap kedua skematik tiap zona dan kunjungan lokasi.
Setelah melalui serangkaian proses eksplorasi desain, tim Frangipani6 akhirnya menemukan konsep “Keseimbangan dalam Simbiosis” dengan mempertimbangkan aspek-aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Dari konsep tersebut, mereka menciptakan beberapa zona dalam satu kawasan; zona preservasi, zona eco resort, zona rekreasi, zona riset dan edukasi dan zona penghubung.
Dalam zona penghubung, terdapat Iconic Garden, Agrowisata dan hutan reklamasi & wildlife. Dalam zona riset edukasi terdapat museum, riset tambang, sekolah alam dan windmill. Dalam Zona Rekreasi terdapat ex-mining park, water park, adventure park, restoran, amphiteater, pasar seni dan danau sebagai area rekreasi air.
Sayembara Perpusnas (peserta)
Sayembara dalam rangka peningkatan fungsi dan peran perpustakaan Nasional RI adalah sayembara yang baru saja mereka kerjakan baru-baru ini. Bagi Tim Frangipani6, pengerjaan sayembara ini telah mencatat sebuah “rekor” dalam catatan perjalanan berarsitektur mereka, karena mereka berusaha melakukan serangkaian tahap hanya dalam tiga hari.
Dengan luas lahan sebesar 11.920 meter persegi dan Koefisien Dasar bangunan 45 persen, para peserta sayembara “diberi tugas” memberikan konsep desain bagi Gedung Perpusnas yang juga berada disekitar bangunan cagar budaya.
Konsep utama karya mereka ditekankan pada dua aspek, yaitu ilmu dan sejarah. Sejarah dilambangkan dengan bentuk yang dikembangkan. Adapun ilmu diperlihatkan pada aktivitas-aktivitas di dalamnya. Keseluruhan bangunan Perpusnas termasuk aktivitas di dalamnya mewakili kesatuan yang berawal dari sejarah. Kesatuan itu kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk bersifat kekinian sebagai sebuah cerminan masa depan. Maka, hasilnya merupakan refleksi sikap-sikap keilmuan yang memiliki masa lalu, masa sekarang, dan menatap ke masa depan.
Konsep-konsep tersebut kemudian ditransformasikan ke dalam bentukan arsitektural yang terinspirasi dari bentukan daun lontar. Lontar merupakan inskripsi pertama yang dikenal manusia. Kemudian bentukan baru berbentukselubung seolah melindungi Gedung Trisula sebagai cagar budaya.
Pada interior, juga dapat ditemui bentukan-bentukan prasasti pada dinding-dindingnya. Konsep-konsep bentukan itu merupakan transformasi dari refleksi sejarah.
Refleksi ilmu kemudian ditransformasikan sebagai taman bacaan terbuka didasari pemikiran alam sebagai sumber ilmu terbaik. Ruang terbuka kemudian menjadi hasil refleksi ilmu. Ruang bersifat open plan dapat pula menjadi ruang-ruang diskusi untuk mewadahi kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan. Bias-bias cahaya matahari yang memasuki ruangan di dalam Perpusnas ini selain dimanfaatkan sebagai pencahayaan alami, juga sekaligus menyampaikan sebuah pemikira di mana cahaya sering kali dilukiskan sebagai pencerahan ilmu pengetahuan.
Dari keseluruhan pengalaman mereka berkarya dalam sayembara-sayembara, banyak sekali hal bisa dipelajari dan menjadi prinsip para arsitek muda ini. Sayembara bagi mereka adalah sebuah media berarsitektur yang sangat menyenangkan dalam bereksplorasi dalam desain arsitektur.Tidak ada batas dalam ruang-ruang pemikiran dan menuangkan ide.
Menambah pengalaman dan portofolio. Sayembara dapat menjadi ruang untuk melatih mereka untuk terus berkarya, meningkatkan kekritisan atas sebuah isu, dan menjadi tidak berhenti begitu saja karena akan melewati tahap penilaian oleh juri, mempresentasikan karya, dan berkesempatan untuk mereleasasikan ide dan konsep yang telah digodog secara matang dan terkonsep.
Bagi Laksana, Bagus, Dondiet, dan Tyo, cerita ini tidak akan berhenti hanya sampai di sini. Cerita ini akan masih terus bersambung, ke cerita-cerita di balik sayembara-sayembara berikutnya. Dan, seperti ditambahkan Popo Danes di akhir presentasi mereka, inilah salah satu aternatif ‘pintu gerbang’ untuk memasuki dunia arsitektur profesional.
Selamat berkompetisi dan bereksplorasi! [b]