Oleh I Nyoman Winata
Kasus kekerasan yang terjadi di Jalan Cokroaminoto yang menewaskan IB Wijaya seperti diberitakan berbagai media terbitan Bali Selasa (12/2) lalu, memberikan kita gambaran bahwa perang antar geng preman (gali) di Denpasar telah berkobar. Harusnya kita semua prihatin, meski kecil kemungkinannya perang ini bisa berdampak langsung pada masyarakat yang berada diluar lingkar geng yang sedang berseteru ini. Artinya bahwa perang ini sifatnya lebih internal, hanya menyangkut pada individu-individu yang merupakan pengikut atau anggota kelompok preman. Kalaupun ada dampak, maka rasa tidak aman dan rasa ketakutan lah yang muncul di benak masyarakat akibat kejadian ini.
Namun demikian, ini semua merupakan wujud dari lemahnya aparat kepolisian dalam menjalankan fungsinya sehingga peristiwa saling tikam ini bisa terjadi. Berkurangnya rasa aman masyarakat adalah hasil dari kegagalan kepolisian melakukan tugas pokoknya. Masihkah kepolisian layak untuk dipercaya?
Selain itu, kita harus juga menyimak dari aspek politik, bahwasanya ada sikap yang begitu permisif dari otoritas kekuasaan pemerintahan untuk memelihara keberadaan kelompok-kelompok preman ini. Bahkan kelompok-kelompok preman ini sengaja dimanfaatkan untuk tujuan tetap terjaganya kekuasaan. Denpasar adalah kota di mana kelompok preman memiliki hubungan sangat erat dengan elite politik yang ada dilingkar kekuasaan. Elite Golkar Denpasar di era berkuasanya, jelas mengakomodir kelompok preman untuk menjaga amannya kekuasaan mereka. Kelompok Preman ini dipelihara dengan memberi mereka makan dalam bentuk penguasaan area-area ekonomi seperti terminal-terminal.
Reformasi yang menjadikan PDI P pemenang dan penguasa politik di Denpasar, tidak memberi warna baru karena kelompok preman yang ada tetap “dipelihara”. Bahkan keberadaan kelompok preman ini semakin terbuka dan begitu kentara. Lantas kelompok-kelompok preman baru bermunculan dengan nama yang berbeda-beda. Motifnya sama, mengamankan kekuasaan. PDI P sebagai kekuatan politik sepertinya sangat bergantung kekuatannya pada kelompok-kelompok preman. Jadilah Denpasar pada saat PDIP memegang kendali pemerintahan sangat sarat dengan aksi-aksi kelompok preman.
Masih ingat kasus anggota DPRD Kota Denpasar periode 1999-2004 yang diteror oleh sekelompok orang karena memiliki sikap bertentangan dengan Walikota?. Kelompok ini langsung datang ke gedung DPRD mengejar-ngejar anggota DPRD tersebut bahkan sampai menimbulkan kegaduhan di sebuah sekolah dasar yang ada di sebelah Gedung DPRD Kota Denpsar. Apa sikap polisi atas kejadian ini? Nyaris tidak ada. Pelaku dan pemimpin kelompok geng preman ini masih bebas berkeliaran. Kasus lain adalah terror para preman kepada sekolompok orang yang melakukan demo mempertanyakan sikap penertiban penduduk pendatang yang dilakukan Walikota Denpasar.
Jadi…Tidak bisa dibantah, Denpasar adalah kota milik para preman. Simbiosis yang dikembangkan otoritas kekuasaan dengan para preman belum jelas untuk kepentingan siapa. Tetapi cara-cara elite politik yang merangkul para preman atas nama kekuasaan jelas bukan sikap yang cerdas karena hanya akan melahirkan kepatuhan atas dasar rasa takut bukan hormat atau menghargai. Dan tahukah Anda… kalau Preman, Elite Politik dan Polisi itu sebenarnya sering berhubungan dengan bertemu di Karaoke.
Saya adalah orang yang tidak percaya, kalau ada berita yang menyebut bahwa Polisi sampai sekarang tidak tau siapa pelaku penebasan/pembunuhan di Jalan Cokroaminoto dan pembunuhan-pembunuhan lain bernuansa perang antar preman. Hanya saja aparat sepertinya tidak punya cukup nyali untuk menegakkan hukum. Apalagi masalah itu mungkin hanya dianggap masalah internal para preman dan bukan masalah penting. Salah bertindak, jangan-jangan malah mereka yang ditebas. Kalau sudah begini, masih layakkah kita menggaji aparat polisi?
leave this failure country, move to antartica.
bali is not save anymore.
Setelah sekian lama saya menunggu, akhirnya ada juga yang membahas masalah ini. Terima kasih bli. Saya gen tidak nyangka puk ternyata premanisme to sangat keras di Bali.
Premanisme harus diberantas apapun itu bentuknya karena sudah nyata-nyata merugikan masyarakat,tingkatkan keamanan di lingkungan masing-masing,bahu-membahu dgn aparat kepolisian..Hidup densus antiteror-88
Di Kelurahan Dauh Puri, Pekambingan Denpasar, tenaga pecalang tidak hanya untuk mengatur lalu lintas pada saat upacara di pura atau ngaben saja, tetapi juga ditugaskan untuk menjaga keamanan secara menyeluruh sesuai konsep Tri Hita Karana. Pecalang Trijaga Mandala disini didukung oleh Kelurahan Dauh Puri, masyarakat adat, Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) wilayah Denpasar, seta Kepolisian. Saat ini Ketua Pecalang Trijaga Mandala juga merupakan anggota aktif Poltabes Denpasar. Semoga lebih banyak lagi anggota TNI / Polri seperti beliau yang bersedia memback-up masyarakat adat secara NYATA.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membuat situasi kamtibmas di lingkungan Dauh Puri, Pekambingan menjadi lebih kondusif.
Salam.
Sapteka http://www.sapteka.net/pecalang.htm