Ratu Isyana Bagoes Oka (kiri) dan Ni Luh Puspa (kanan). Foto oleh: I Gusti Ayu Septiari
Istana Negara di Jakarta, 21 Oktober lalu ramai-ramai didatangi para wakil menteri Kabinet Merah Putih. Presiden terpilih Prabowo Subianto resmi melantik para wakil menteri berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73/M Tahun 2024 tentang Pengangkatan Wakil Menteri Negara Kabinet Merah Putih Periode 2024-2029. Pertanyaan masyarakat tentang pengisi kabinet akhirnya terjawab.
Di antara 56 wakil menteri yang dilantik, dua di antaranya merupakan perempuan asal Bali, yaitu Ratu Isyana Bagoes Oka sebagai Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Ni Luh Puspa sebagai Wakil Menteri Pariwisata. Bukan hanya sama-sama berasal dari Bali, kedua perempuan ini juga sama-sama mengawali karir sebagai jurnalis. Mari kita simak profil Isyana Bagoes Oka dan Ni Luh Puspa.
Jejak Ratu Isyana Bagoes Oka
Meski memiliki nama Bali, lebih banyak tinggal dan berkarir di luar Bali. Lahir di Jakarta, 13 September 1980, Isyana mengawali karirnya sebagai jurnalis televisi di Trans TV. Saat itu ia telah meraih gelar sarjana Hubungan Internasional di Universitas Indonesia. Berkarir sebagai jurnalis memberikannya beberapa pengalaman, seperti meliput tsunami Aceh, meliput KTT Gerakan Non Blok di Kuba tahun 2006, meliput Pilpres Amerika 2008, hingga wawancara eksklusif dengan Menlu Amerika Hillary Clinton. Selain Trans TV, ia juga pernah mengisi beberapa stasiun televisi, yaitu TV7, RCTI, dan MetroTV.
Mengakhiri karirnya sebagai jurnalis pada tahun 2015, Isyana mengirimkan surat terbuka berjudul “Segmen Terakhir dalam Rundown” dan bunga mawar putih ke kantor redaksi media-media di Jakarta. Surat tersebut berisi ucapan pamit dari karirnya sebagai jurnalis menjadi politikus. Sementara itu, mawar putih menjadi simbol bergabungnya Isyana ke PSI (Partai Solidaritas Indonesia).
Dilansir dari wawancaranya dengan merdeka.com, Isyana mengungkapkan salah satu alasannya ikut bergabung sebagai PSI adalah Grace Natalie, Ketua Umum PSI saat itu, yang dulunya juga seorang jurnalis seperti dirinya. Selain itu, ia juga mengikuti jejak almarhum neneknya, Gedong Bagoes Oka atau yang memiliki nama asli Ni Wayan Gedong. Pada masa pemerintahan Gus Dur, nenek Isyana pernah menjadi utusan golongan Hindu untuk MPR. Kakek Isyana juga seorang politikus. Pada tahun 1950-1952, kakeknya merupakan Residen Diperbantukan atau Pejabat Gubernur Provinsi Sunda Kecil yang meliputi Bali, NTB, dan NTT.
Bergabung dengan PSI, Isyana menjabat sebagai Ketua DPP PSI. Dilansir dari Kumparan, pada pemilu 2019, Isyana bergabung dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi – Ma’ruf Amin dan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari PSI untuk daerah pemilihan Banten III (Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Tangerang Selatan). Namun, partainya tidak berhasil melampaui ambang batas parlemen, padahal ia masuk 10 besar peraih suara terbanyak.
Dalam postingan Instagram-nya, Isyana turut menyuarakan ketidakadilan yang dialami oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Pilkada Jakarta 2019. Kini Isyana melanjutkan karirnya sebagai Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga di Kabinet Merah Putih.
Jejak Ni Luh Puspa
Berbeda dengan Isyana, latar belakang Ni Luh Puspa sangat sulit ditemukan. Ni Luh Puspa memiliki nama asli Ni Luh Enik Ernawati. Ia lahir di Singaraja, 18 November 1986 dan tumbuh di sebuah desa kecil, tanpa listrik dan akses air bersih. Pada akun TikTok-nya, Ni Luh kerap membagikan perjalanan hidupnya yang tidak mulus. Ketika SMA ia sempat bekerja sebagai ART (asisten rumah tangga). Ni Luh memilih bekerja daripada mengambil beasiswa kuliah demi membantu sekolah adiknya. Ia bahkan pernah menjadi sales keliling dan cleaning service.
Dilansir dari Instagram-nya, pada tahun 2010, Ni Luh memulai karirnya di Makassar pada sebuah radio. Berkarir di sana selama sekitar dua atau tiga bulan, Ni Luh tidak mendapatkan bayaran sama sekali karena ia tidak pernah siaran.
Keajaiban saat itu datang pada Ni Luh ketika bertemu dengan Asdar Muis, penulis sekaligus direktur radio suara celebes FM. Asdar Muis menjadi guru yang berharga bagi Ni Luh karena membuka karirnya di bidang jurnalistik. Tahun 2012, Ni Luh memutuskan untuk bergabung dengan Sun TV Makassar yang merupakan jaringan Sindo TV. Sembari bekerja, ia juga melanjutkan pendidikannya di STIE Nobel Indonesia Makassar pada usia 24 tahun dan meraih gelarnya pada 2016. Pada tahun 2012 ia juga bergabung dengan tabloid Bisnis Sulawesi, kelompok media Bali Post.
Akhirnya pada tahun 2013, ia memutuskan untuk fokus di TV dan radio. Setelah tiga tahun di Sun TV, Ni Luh memutuskan untuk mengambil jeda sejenak karena ingin berkarir di TV jaringan nasional. Jalannya ke TV jaringan nasional terbuka ketika ia bergabung di Kompas TV biro Makassar pada usia 29 tahun. Akhirnya, tahun 2018 ia mendapatkan kesempatan bergabung di Kompas TV Jakarta.
Berkarir di Kompas TV, Ni Luh dipercaya membawa program dengan namanya sendiri, NI LUH, dengan bahasan seputar sosial, politik, dan budaya. Programnya kerap membahas isu-isu politik, termasuk setelah Prabowo terpilih sebagai presiden berjudul Menyambut TNI di era Probowo. Ada juga topik aktual lain seperti penggunaan jet pribadi Kaesang bertajuk Kontroversi Jet Pribadi dan pencalonan Gibran sebagai cawapres. Tayangan lain bertajuk Jokowi Jembatan atau Matahari Prabowo?
Jumlah perempuan di kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran terbilang minim kurang dari 15% padahal ada beberapa departemen baru. Mari kita amati kinerja kedua perempuan dengan pengalaman komunikasi dan isu-isu politik ini. Semoga keduanya memberi ruang agar warga bisa menyampaikan masukan atau berinteraksi ya.