Satu rumah Tipe 37 di Perumahan BTN Panorama Sanggulan tampak tak berpenghuni, Minggu (16/7/2023) pagi pukul 09.42 Wita. Ruang tamu dan terasnya dipenuhi sisa-sisa lumpur yang mengering. Bahkan peralatan dapur dan lima koper, ditinggalkan begitu saja di teras. Tak jauh dari rumah Tipe 37, pemandangannya juga hampir sama. Ada pakaian, buku, hingga sepeda yang dibiarkan menumpuk di sebuah teras rumah kosong. Semuanya ada bekas kerak lumpur.
Kedua rumah itu bersama 23 rumah lainnya pernah tergenang banjir hampir setinggi dua meter pada 7 Juli 2023. Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tabanan mengungsikan 26 kepala keluarga (KK) yang tinggal di sini ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) 6 Banjar Anyar, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri. Sekolah yang datarannya lebih tinggi dari perumahan itu dijadikan sebagai posko bencana selama kejadian.
BPBD Tabanan mencatat 225 titik bencana dari tanggal 7-9 Juli 2023 akibat hujan deras, dengan total kerugian sementara Rp20 miliar. Titik bencana itu tersebar di 10 Kecamatan yaitu Penebel 76 titik, Pupuan 45 titik, Selemadeg Barat 24 titik, Marga 21 titik, Tabanan 18 titik, Kediri 15 titik, Selemadeg Timur 9 titik, Kerambitan 7 titik, Selemadeg 7 titik, dan Baturiti 3 titik.
Infrastruktur berupa jalan, jembatan, dan saluran irigasi mengalami kerusakan yang paling parah. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPBD Tabanan, I Nyoman Sri Nadha Giri, menyebutkan beberapa kerusakannya meliputi jalan penghubung antara Desa Belatungan-Desa Munduktemu di Kecamatan Pupuan putus. Kemudian bale gong hilang tergerus longsor di Pura Muncak Sari, Desa Sangketan, Kecamatan Penebel. Ada pula saluran irigasi jebol di Desa Buruan, Kecamatan Penebel. Lalu gedung BUMDes dan desa adat di Desa Karyasari, Kecamatan Pupuan, juga hilang karena tergerus longsor.
“Dari kerusakan infrastruktur saja kerugiannya mencapai Rp15 miliar,” ungkap Giri, Senin (10/7/2023).
Kepala Lingkungan (Kaling) Perumahan BTN Panorama Sanggulan, Ketut Widiartana, masih mengingat jelas bagaimana ia mengutamakan ibu-ibu dan anak-anak di perumahan untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Sekitar pukul 06.30 Wita, air mulai naik ke perumahan. Ia lalu mengungsikan warga ke Museum Subak yang datarannya lebih tinggi, dan posisinya berada di belakang perumahan. Malamnya, baru mereka mengungsi ke SDN 6 Banjar Anyar selama tiga hari.
Kebanjiran 7 Juli lalu menyisakan kekhawatiran bagi Widiartana. Hujan sedikit saja, ia dan warga langsung trauma. Apalagi kalau hujannya tidak kunjung berhenti.
“Kalau hujan sampai tiga hari, lima hari, khawatir banget. Walaupun di sini terang, ada kiriman (kiriman air banjir di hulu), itu takut saya,” kata Widiartana.
Tidak hanya Widiartana. Istrinya, Parwani (36), bercerita bencana banjir ini juga meninggalkan jejak trauma bagi kedua anaknya yang masih kelas 2 sekolah dasar (SD). Semenjak peristiwa itu, putra putrinya kesulitan tidur di malam hari, terutama kalau turun hujan.
“Anak saya sejak banjir gede (besar) itu jadi takut. Malam saat tidur gak tenang, gak bisa tidur. Apalagi kondisi hujan,” ujar Parwani.
BPBD Tabanan Menyatakan Tumpukan Sampah di Sungai dan Saluran Drainase Membuat Banjir 7 Juli 2023
Menurut Plt (Pelaksana Tugas) Kepala BPBD Tabanan, I Nyoman Sri Nadha Giri, debit airnya cukup tinggi di saluran drainase maupun sungai akibat hujan deras 7 Juli 2023. Namun banyaknya sampah di saluran drainase dan sungai itu membuat airnya meluap ke daratan. Ia mencontohkan kasus yang terjadi di Perumahan Multi Jadi, Kecamatan Kediri. Saluran airnya terhalang sampah plastik sehingga menimbulkan banjir, dan menyebabkan tembok rumah warga jebol.
Perumahan BCA Multi Jadi IX lokasinya berjarak 3,2 kilometer dari Perumahan BTN Panorama Sanggulan ke arah utara. Perumahan ini dapat diakses melalui Jalan Tukad Yeh Ho, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri. Sepanjang jalan ini berupa permukiman dan perumahan. Perumahan BCA Multi Jadi IX inilah yang menjadi lokasi robohnya tembok rumah warga akibat banjir bandang 7 Juli 2023, dan menghanyutkan sebuah mobil. Video hanyutnya sampai viral di media sosial (medsos).
Pasangan suami istri, Evan dan Silvi, adalah tetangga dari rumah yang temboknya jebol. Mereka berwirausaha kerupuk selama ini. Tapi banjir bandang telah merendam kerupuknya, sehingga mengalami kerugian sekitar Rp60 juta. Berkarung-karung kerupuk ini tampak ditumpuk di sisi kiri teras rumahnya, dan sudah tidak layak jual. Menurut Evan, kemungkinan terburuknya adalah ia akan menanggung sendirian kerugian ini.
“Ini bukan kerupuk saja, ada tepung dan semua ini bisa sampai Rp60 juta,” kata Evan sembari membersihkan perabotan rumah pada saat dikunjungi tim, Minggu (16/7/2023) pagi sekitar pukul 11.00 Wita.
Mereka bersama anak pertama awalnya tinggal di Kota Denpasar. Lalu memutuskan pindah ke Perumahan BCA Multi Jadi tahun 2019, karena Evan ingin dekat dengan kantornya. Namun semenjak peristiwa banjir bandang 7 Juli 2023, mereka dilema untuk memilih menetap atau pindah rumah lagi.Evan mengakui, Perumahan BCA Multi Jadi IX sempat kebanjiran pada Oktober 2022. Sembari menunjuk ketinggian banjir semata kakinya, banjir tahun lalu tidak sehebat banjir tahun ini.
“Intinya banjir tahun lalu tidak sampai masuk ke rumah,” jelas Evan sembari mengeringkan baskom yang ia cuci di halaman rumahnya.
Perumahan ini berdiri di samping sungai. Lebar sungainya pun bervariasi. Dari 1,1 meter; 1,17 meter; dan 1,45 meter dengan kedalaman 0,22 meter. Banjir yang terjadi pada 7 Juli 2023 menerjang tembok satu unit rumah di sisi utara, dan menghanyutkan satu unit mobil yang terparkir di sisi selatan.
Sementara aliran sungai berjarak 0,07 kilometer ke utara dari perumahan ini memiliki lebar 2,1 meter dengan kedalaman 0,15 meter. Pada titik inilah sampah-sampah berupa bongkahan pohon besar, seng, pakaian, plastik, bambu, papan partikel (particle board), dan material lainnya terlihat menumpuk di atas lahan kosong. Begitu pula di Perumahan BTN Panorama Sanggulan. Ada sisa-sisa sampah plastik hingga potongan bambu di pinggir sungai. Tapi apakah sampah ini satu-satunya penyumbang terjadinya bencana banjir yang menimbulkan banyak kerusakan maupun kerugian?
Konsep Bencana dan Tutupan Lahan di Wilayah Bencana
Sebenarnya apa itu bencana (disaster), dan kapan seharusnya kita menggunakan kata bencana? Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu sehingga mengakibatkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dosen Kelompok Keahlian Sains Atmosfer, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Edi Riawan, menggunakan rujukan itu untuk mendefinisikan bencana, yang juga dipakai oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Menurutnya, bencana itu harus memenuhi dua syarat yang saling berkaitan. Yaitu ada fenomena alam, dan objek yang terkena dampak.
Misalkan fenomena alam puting beliung terjadi di pemukiman dan menimbulkan kerusakan, korban jiwa, serta lainnya, maka dikatakan sebagai bencana. Tetapi kalau puting beliung terjadi di tengah laut, atau tengah hutan yang tidak menimbulkan korban, kerusakan, dan kerugian, maka tidak masuk dalam kategori bencana.
“Memang benar puting beliung itu bukan bencana. Itu adalah fenomena alam. Puting beliung menjadi bencana ketika terjadi di wilayah yang dapat memicu kerugian, atau korban jiwa, atau kerusakan lingkungan kalau definisinya BNPB. Jika tidak menimbulkan korban jiwa, kerugian ekonomi, kerugian lingkungan, maka itu bukan masuk dalam kategori bencana. Itu hanya fenomena alam biasa. Nah, ini yang terkait dengan konsep bencana,” kata Edi.
Namun bencana-bencana seperti cuaca ekstrem, banjir, dan longsor, ancamannya (hazard) akan semakin diperparah dengan kondisi tutupan lahannya yang berubah (ada perubahan lingkungan). Hazard (ancaman atau bahaya)adalah fenomena alam yang berpotensi merusak maupun mengancam hidup manusia, kehilangan harta benda, kehilangan mata pencaharian, dan kerusakan lingkungan. Ia mengambil contoh bencana banjir. Air hujan yang turun ke permukaan akan terbagi ke dua aliran (limpasan permukaan atau runoff, dan bawah permukaan), dan rasionya itu akan ditentukan oleh kondisi tutupan lahan serta jenis tanahnya. Jenis tanahnya mungkin akan tetap sama. Namun tutupan lahan ini sangat tergantung dari manusianya.
“Kalau sebelumnya itu hutan, kemudian kita babat menjadi pemukiman, itu bisa meningkatkan jumlah air yang melimpah di permukaan,” terangnya.
Atau contoh kasus lain, misalnya air sungai di wilayah pemukiman A pernah meluap. Mungkin zaman dulunya wilayah A bukan pemukiman, melainkan persawahan. Namun gara-gara ada pemukiman di dekat sungai, maka wilayah A jadi rawan bencana. Kenapa wilayah tersebut menjadi rawan bencana? Karena pemukimannya tinggal di zona banjir. Sehingga ketika akhirnya air sungai itu meluap, maka ada kerugian yang terjadi.
“Itu yang perlu diwaspadai. Jadi belum tentu sungainya yang salah. Bisa saja sungainya tidak ada perubahan, tapi manusianya mendekati. Ini tergantung dari bagaimana mengelola tata ruang wilayahnya mana yang ditetapkan sebagai budidaya, dan mana yang tidak,” jelas Edi.
Edi berpendapat, tutupan lahan yang menjadi daerah pemukiman (urbanisasi) akan meningkatkan kerentanan (nilai objek yang terdampak) dan meningkatkan hazard. Yaitu akan meningkatkan banjir, meningkatkan debit banjir, meningkatkan air yang meluap, dan mengakibatkan banjir jadi lebih sering terjadi.
“Tapi ingat, konsep ini tidak bisa dipukul rata walaupun bisa dijadikan sebagai indikasi awal,” katanya.
Makanya setiap kali ia melakukan penelitian di lapangan, maka pertanyaan yang diajukan kepada warga adalah “Bagaimana kondisi wilayah ini pada zaman dulu, dan mulai kapan sering terjadi banjir?” Kalau misalkan warga itu menjawab dulu banjirnya terjadi sekali atau dua kali dalam 10 tahun dan sekarang hampir setiap tahun, maka dari pernyataan itu bisa ditarik kesimpulan, bahwa catchment area atau daerah tangkapan airnya (DTA) sudah mengalami perubahan tutupan lahan.
“Ini indikasi awal. Baru kita mulai menelusuri, apakah benar mengalami perubahan lahan yang cukup masif. Jadi bisa digunakan sebagai pembuktian terbalik kalau banjirnya itu lebih sering,” terang Edi.
Desa Banjar Anyar di Kecamatan Kediri Sering Banjir
Tim Liputan Tabanan mengukur lebar sempadan di sekitar Banjar Anyar. (Foto: Irma Yudistirani)
Wilayah Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, faktanya mengalami bencana banjir pada periode Oktober 2020, September 2022, Oktober 2022, dan Juli 2023. Pertama, Evan yang tinggal di Perumahan BCA Multi Jadi IX mengakui pernah kebanjiran pada Oktober 2022 dan Juli 2023. Kedua, Sistem Informasi Kebencanaan (SIK) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali mencatat kejadian banjir pukul 06.30 Wita tanggal 17 Oktober 2022 di Banjar Dinas Sanggulan, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri. Satu bangunan mengalami kerusakan ringan dengan kerugian Rp15 juta.
Ketiga, BPBD Tabanan juga melaporkan kejadian bencana banjir di Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri tanggal 30 September 2022 pukul 15.00 Wita. Banjir ini dipicu oleh hujan dengan intensitas tinggi dan buruknya sistem drainase. Akibatnya, 25 unit rumah terkena dampak banjir dengan ketinggian air 30-100 centimeter (cm). Laporan ini diunggah dalam bentuk infografis di laman pusdalops.bnpb.go.id, dengan mencantumkan tiga foto kawasan terdampak banjir. Satu dari tiga foto itu lokasinya berada di Perumahan BTN Panorama Sanggulan. Keempat, SIK BPBD Provinsi Bali juga mencatat laporan banjir di Perumahan BTN Panorama Sanggulan pada pukul 08.05 Wita tanggal 10 Oktober 2020.
Sabtu (29/7/2023) pukul 10.55 Wita, tim menuju ke rumah daerah Jalan Gatot Subroto Gang Beringin, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, atau di belakangnya RSIA Puri Bunda. Ada satu rumah yang pintunya bertuliskan “Tanah/Bangunan Ini Akan Dijual /Lelang PT BPR Asri”, terdapat bekas lumpur di tembok. Ketika diukur dari titik teratas bekas lumpur ke permukaan lantai, tingginya 1,73 meter.
Anom, tetangga kanan rumah ini, mengatakan banjir 7 Juli 2023 menggenangi rumah dan mobil taksi biru miliknya. Ia bercerita, saluran irigasi di sebelah rumahnya meluap karena tak mampu menampung derasnya arus sungai dari arah utara.
“Tenggelam semua, saya lari ke jalan. Sampah-sampahnya banyak. Airnya baru surut sekitar tiga sampai empat jam. Saya tinggal di sini dari tahun 2000, dan (seingat dia) sudah lima kali banjir. Itu dari tahun 2000, 2001, 2003. 2022. 2023. Kalau saya sudah terbiasa (terbiasa kena bencana banjir),” katanya.
BPBD Provinsi Bali mencatat 240 bencana pada periode 17-28 Oktober 2022 di Kabupaten Tabanan yang menimbulkan 4 korban jiwa dengan total kerugian Rp69.156.530.000. Titik bencana terbesarnya berada di tiga Kecamatan. Yaitu Marga 76 titik, Penebel 58 titik, dan Kediri 35 titik. Namun BPBD Provinsi Bali tidak mencatat titik kejadian di Kecamatan Tabanan.
Selain itu, temuan fakta lainnya adalah Bali Primary School yang berada di Jalan Gatot Subroto Nomor 99X, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, pernah terendam banjir setinggi 2,5 meter pada 7 Juli 2023. Posisi sekolah ini bak mangkuk, karena datarannya lebih rendah dari jalan raya utama. Sementara di sisi timurnya ada jurang dengan ketinggian sekitar 10 meter. Jurang ini terdapat sungai di bawahnya dengan lebar sekitar 1,5 meter.
Titik-titik Bencana Berdiri di Samping Sungai, dan Perubahan Lahan Desa Banjar Anyar di Kecamatan Kediri
Ada yang menarik di wilayah-wilayah tersebut. Pemukiman di kawasan Gang Beringin, termasuk Perumahan BTN Panorama Sanggulan dan Perumahan BCA Multi Jadi IX, beserta Bali Primary School berdiri di samping sungai. Dari pantauan tim melalui Google Maps, semua lokasi itu dibangun di dekat aliran sungai. Tim telah menelusuri aliran sungai ini dari hilir ke hulu.
Titik pertama adalah lokasi banjir di pura beji belakang RSIA Puri Bunda. Pura tersebut hancur karena terjangan banjir pada 7 Juli 2023. Tanggul dan tangga menuju ke pura ini hancur. Titik kedua adalah Gang Beringin yang turut terkena dampak banjir. Sungai di samping Gang Beringin inilah yang membanjiri pura beji tersebut. Utaranya Gang Beringin ini adalah Perumahan BTN Panorama Sanggulan. Sungainya satu aliran sama dengan sungai di samping Gang Beringin.
Titik selanjutnya adalah Bali Primary School, yang aliran sungainya terkoneksi dengan sungai di pura beji di belakang RSIA Puri Bunda, samping Gang Beringin, dan Perumahan BTN Panorama Sanggulan. Meski lebar sungai hanya sekitar 1,5 meter dan posisinya berada di bawah jurang, namun luapan airnya merendam Bali Primary School setinggi 2,5 meter.
Dari pantauan di Google Maps, ada pertemuan dua aliran sungai di sebelah utara Bali Primary School. Satu sungai dengan lebar yang lebih besar–setidaknya dalam citra satelit–mengarah ke sebelah timur, lokasinya cukup jauh dari perumahan warga. Sedangkan satu sungai lagi yang lebih kecil, melewati Perumahan BCA Multi Jadi IX. Luapan sungai kecil inilah yang membanjiri perumahan hingga mengalami kerugian besar.
Keterangan Gambar: Lima lokasi banjir di Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri (berturut-turut dari titik merah teratas: Perumahan BCA Multi Jadi IX, Bali Primary School, Perumahan BTN Panorama Sanggulan, Gang Beringin, dan Pura di belakang RSIA Puri Bunda) dialiri satu aliran sungai yang sama.
Kawasan-kawasan ini juga berada di area Daerah Aliran Sungai (DAS) Yeh Empas. Menurut KLHK Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara, DAS Yeh Empas memiliki luas 107,5 km? dengan panjang sungai 32,8 km. DAS Yeh Empas ini termasuk jenis tipe sungai perennial (pharennial), yang berarti aliran air sungainya terus ada sepanjang tahun. Aliran DAS ini melintasi lima Kecamatan di Kabupaten Tabanan yaitu Penebel, Baturiti, Marga, Kediri, dan Tabanan.
Kecamatan Kediri yang luas wilayahnya 53,6 km? ini nampak paling tinggi jumlah penduduknya di antara 10 kecamatan lain pada tahun 2022. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tabanan jumlahnya 91.600 jiwa, mengalahkan Kecamatan Tabanan sebagai kawasan perkotaan sebanyak 77.300 jiwa.
Sedangkan total luas lahannya 27,42 km?. Masing-masing berupa lahan sawah 26,57 km?; tegalan atau kebun 0,81 km?; dan hutan kota 0,04 km?. Sehingga sisa luas wilayahnya yaitu 26,18 km? adalah berupa permukiman, infrastruktur, industri, dan bangunan lainnya.
Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Kediri pun jauh di atas rata-rata Kabupaten Tabanan (559 jiwa per km?), yaitu 1.710 jiwa per km?. Namun dalam data BPS Kabupaten Tabanan terbaru yang dirilis 26 September 2023, jumlah penduduknya mengalami penurunan menjadi 87.606 jiwa. Sedangkan luas wilayah juga bertambah menjadi 55,56 km?.
Jumlah Penduduk Kabupaten Tabanan per Kecamatan Periode 2018-2022 (Ribu Jiwa)
Sementara Desa Banjar Anyar seluas 5,92 km? ini, jumlah penduduknya termasuk tertinggi di antara 15 desa lainnya. Yaitu 17.653 jiwa, dengan rata-rata kepadatan penduduk 2.981,93 per km?. Coba perhatikan perubahan lahan di sekitar wilayah Gang Beringin, Perumahan BTN Panorama Sanggulan, dan Perumahan BCA Multi Jadi IX berikut ini.
Perubahan Lahan di Gang Beringin
Perubahan Lahan di Perumahan BTN Panorama Sanggulan
Perubahan Lahan di Perumahan BCA Multi Jadi IX
Penyempitan dan Pendangkalan Sungai Setelah Ada Permukiman
Pengaturan jarak sempadan sungai terhadap bangunan, telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029. Perda tersebut mengatur bahwa sempadan sungai adalah kawasan yang harus dilindungi dari segala kegiatan manusia yang dapat mengganggu, merusak kualitas air sungai, dan sekitarnya. Regulasi ini juga menetapkan lebar ideal untuk sempadan sungai.
Aturan yang berlaku tak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Tim melihat pemukiman di Gang Beringin, banjir di Bali Primary School, dan kedua perumahan tersebut, faktanya dibangun di sempadan sungai. Tim mendatangi kantor pengembang Perumahan BTN Panorama Sanggulan untuk meminta keterangan atas kondisi bangunan perumahan warga terdampak banjir. Namun pengembang perumahan tersebut tak dapat ditemui. Menurut pemilik warung di dekat kantor tersebut, para pegawainya meluncur ke proyek.
Ketua Real Estate Indonesia (REI) Bali sekaligus pihak pengembang Perumahan BCA Multi Jadi IX, I Gede Suardita, tak menampik penyempitan dan pendangkalan sungai terjadi pascaterbangunnya unit perumahan yang ia gagas.
“Memang tidak dipungkiri ada juga penyempitan dan pendangkalan sungai, kita sebagai developer sudah membantu optimal dengan perbaikan fasum (fasilitas umum) yang rusak, dan pengerukan sungai di sekitar perumahan,” jelas Suardita.
Tumpang Tindih Kebijakan dan Pengawasan
Foto-foto: Dodik Cahyendra/BaleBengong.
Lantas, siapakah pihak yang berwenang memberikan izin lokasi untuk membangun permukiman maupun perumahan? Menurut Analisis Kebijakan Ahli Madya DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu Pintu) Tabanan, I Kadek Suardana Dwi Putra, pihaknya hanya memiliki kewenangan di bidang pelayanan saja. Sedangkan pengawasan kawasan atau bangunan adalah tanggung jawabnya Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPR PKP) Tabanan. Kewenangan Dinas PUPR PKP Tabanan ini juga termasuk menentukan zona atau wilayah mana saja yang boleh dilakukan pembangunan kawasan perumahan.
“Kami hanya bisa dari sisi pelayanan saja, apakah semua syarat sudah terpenuhi. Termasuk kami melakukan pemungutan retribusi atas usaha izin yang sudah diterbitkan,” kata Suardana.
Kemudahan perizinan untuk mendirikan bangunan kian gencar setelah diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. UU ini memang memberikan dampak positif bagi kegiatan usaha yang dijalankan oleh masyarakat. Misalnya, memberikan kemudahan perizinan dalam bentuk apa pun melalui pendaftaran online single submission (OSS). Tapi di satu sisi, juga berdampak negatif bagi daerah karena aturan ini melemahkan pengawasan terhadap bangunan, apakah sesuai dengan tata ruang. Termasuk dari sisi izin lingkungan dan utilitas dari kawasan perumahan yang terbangun.
Dalam proses mekanisme perizinan bangunan perumahan, dulunya masih bernama IMB (Izin mendirikan bangunan). Sedangkan sekarang berubah nama menjadi PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). PBG ini, semua prosesnya menjadi kewenangan Dinas PUPRPKP. Mulai dari proses penentuan zona atau kawasan perumahan di sisi bangunan struktur, arsitektur, saluran listrik, saluran air, hingga kesesuaian tata ruang wilayah setempat. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
“Jujur ini jadi beban kadang kala. Bangunan yang sudah terbangun ternyata tidak sesuai dengan tata ruang. Baik dokumen lingkungan dan bangunan yang sesuai dengan kaidah lingkungan, membangun di atas sempadan sungai atau mengambil saluran irigasi subak. Kami benturan di lapangan. Mau cabut izinnya, tapi pusat yang mengeluarkan izin,” jelasnya.
Persoalan ini, kata Suardana kian rumit ketika izin lingkungan dalam kegiatan pembangunan saat ini cukup menyertakan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL). Surat pernyataan ini dapat dibuat sendiri oleh pemohon usaha, yang selama ini dikhawatirkan menjadi celah manipulasi izin lingkungan bagi oknum tak bertanggung jawab.
“Jadi sudah sangat jarang UKL (Upaya pengelolaan lingkungan), UPL (Upaya pemantauan lingkungan hidup), bahkan Amdal (analisis dampak lingkungan), diperhatikan. Mereka, masyarakat atau pengembang perumahan yang akan membangun, cukup menggunakan SPPL surat kesanggupan melakukan pengelolaan lingkungan sesuai ketentuan undang-undang,” ungkapnya.
Jika merujuk pada data pengurusan izin kawasan permukiman di Kabupaten Tabanan dari tahun 2015 sampai 2022, sudah ada 4.951 unit perumahan yang terbangun di Tabanan. Tipe bangunan rumahnya beragam. Mulai tipe 25, tipe 27, sampai tipe 90 dengan luas tanah bangunan rumah yang juga bervariasi mulai 60 meter sampai 200 meter. Data itu baru perumahan saja. Selama tim meliput ke daerah terdampak banjir, di sisi kanan dan kiri lahannya mulai dipromosikan untuk pembangunan perumahan.
Namun, pernyataan pihak DPMPTSP Tabanan ini sangat berbeda dengan Peraturan Bupati (Perbup) Tabanan Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Lokasi. Dalam Pasal 8 Ayat 2 disebutkan, permohonan izin lokasi ini diajukan secara tertulis kepada bupati melalui DPMPPTSP. Sehingga, izin lokasi ini adalah kewenangannya pihak DPMPPTSP.
Perubahan fungsi lahan yang terjadi menjadi salah satu penyebab banjir. Menurut Edi Irawan, alih fungsi lahan dapat meningkatkan hazard terhadap fungsi peresapan yang secara alami dimiliki oleh tanah dan tumbuhan yang tumbuh di suatu lahan.
Edi menggambarkan, bahwa semakin tanah tersebut kehilangan tumbuhan dan tergantikan oleh bangunan, maka daya serap tanahnya menjadi hilang. Sehingga air yang berasal dari curah hujan maupun banjir kiriman dari hulu, akan mengalir semakin deras dan tak terserap ke tanah.
“Daya serap tanah apabila tidak memiliki fungsi peresapan yang dipertahankan, maka aliran air semakin deras sebab tidak terserap sama sekali,” kata Edi.
Persoalan kebanjiran sangat berkaitan pula dengan pola perilaku manusia dalam memilih lokasi berdirinya bangunan. Sungai, tanah, dan hujan bukanlah musuh manusia. Ketiganya adalah sahabat pemberi kehidupan, maka manusia sudah selayaknya memberi kehidupan pula untuk alam.
Penulis: Juliadi (Radar Bali), Irma Yudistirani (IDN Times-Bali), Ni Komang Yuko Utami, dan I Putu Gede Rama Paramahamsa.
Liputan ini adalah kolaborasi antara wartawan media di Bali dengan pewarta warga di Tabanan, didukung Kurawal Foundation.