“Sekarang lebih mudah mengurus BPJS Kesehatan. Bisa di semua loket,” kata Ni Ketut Rediten.
Menjelang siang itu Bu Desi, panggilan akrabnya, sedang berbincang dengan pengunjung klinik Voluntary Conseling and Testing (VCT) Nusa Indah, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar.
Ibu empat anak ini sehari-harinya mendampingi pasien HIV dan AIDS di klinik bagian dari RSUP Sanglah tersebut.
Di lorong terbuka itu beberapa pengunjung mengambil obat di apotek. Lainnya menunggu giliran menuju ruangan konsultasi di sebelah kiri ruang tunggu. Beberapa kali Bu Desi fokus ke ponselnya, kemudian tak berapa lama menerima telepon. “Ada pasien mau pulang, sudah satu bulan dirawat,” kata Bu Desi.
Selain memberi dukungan psikologis kepada pasien HIV dan AIDS dan keluarganya, tidak jarang dia juga membantu mengurus administrasi pasien dampingannya.
“Ini juga baru pertama ngurus BPJS (Kesehatan) untuk pasien pulang,” katanya sebelum menuju ke ruang perawatan Nusa Indah. Sebelum menemui pasien, ia menawarkan masker. Satu untuk dirinya sendiri. “Kemarin yang menyarankan dirawat di sini juga saya,” lanjutnya.
Di depan pintu masuk sal beberapa keluarga pasien menyambut, kemudian mengantarkannya menuju ruang perawatan beberapa penyakit menular tropis seperti tuberculosis (TBC), hepatitis dan flu burung. Pasien yang didampingi sedang dalam perawatan TBC.
Sementara keluarga pasien mengunjungi pasien dan menyiapkan barang bawaan, Bu Desi memasuki ruang administrasi yang berdinding kaca. Tak berapa lama ia diminta menunggu di luar oleh petugas. Ia memasuki ruangan itu lagi, kemudian keluar dan meminta keluarga pasien mengurus obat yang diresepkan.
“Kalau mengurus kepulangan pasien harus ke Ruang Pudak dulu,” kata bu Desi merujuk pada BPJS Center yang telah dipindahkan ke ruang tersebut.
Dua anggota keluarga pasien tersebut pergi mengurus obat. Dia menunggu di dekat ruang perawatan. Setelah memastikan prosedur administrasi dipahami keluarga. Perempuan berbadan tinggi besar itu akhirnya berpamitan. Sementara seorang ibu yang lebih dari paruh baya menyampaikan terima kasih dalam Bahasa Bali.
Administrasi
Bu Desi mengatakan biasanya membantu mengurus administrasi pasien luar kota yang masih awam tentang alur di rumah sakit Sanglah dan pasien telantar. Menurut pengalaman Bu Desi mendampingi pasien HIV dan AIDS sejak tahun 2011, masih saja ada keluarga pasien yang tidak menerima status penderita HIV dan AIDS.
Oleh karena itu tidak jarang Bu Desi mendampingi mengurus administrasi saat harus dirawat di rumah sakit. RSUP Sanglah yang menjadi rujukan dari semua Kabupaten di Bali, juga menjadikan Sanglah sebagai rujukan pasien HIV dan AIDS dari daerah-daerah di Bali.
Perawatan untuk infeksi opportunistik HIV dan AIDS dampingannya tidak menentu lama perawatannya. Tergantung kondisi kekebalan tubuh pasien dan kondisi saat pasien dirujuk, oleh karena itu lama tidaknya perawatan tidak bisa diprediksi. “Kalau punya disarankan menggunakan jaminan kesehatan,” kata Bu Desi merujuk pada biaya perawatan.
Ada kedua perbedaan mendasar menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional JKN dan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), yaitu saat pasien rawat jalan dan inap. “Pada saat rawat jalan JKBM harus ganti rujukan setiap bulan, sedangkan BPJS Kesehatan ada surat keterangan dalam perawatan yang didapatkan pasien ketika kontrol,” katanya.
Hal lain adalah saat perawatan inap. Jika pasien JKBM untuk tindakan dan beberapa obat tidak ditanggung, sedangkan BPJS Kesehatan sudah paket untuk perawatan pasien HIV dan AIDS.
Tentu ada hal-hal menghambat saat mengurus administrasi di samping juga harus mengantrekan berkas. “Kadang-kadang pasien tidak tahu alurnya,” kata Bu Desi. Ia juga menambahkan biasanya yang tidak mengerti ada saja syarat adminstrasi yang ketinggalan, seperti surat rujukan.
Bagi banyak orang, JKN adalah harapan. Dengan lebih mempermudah untuk akses pelayanan ini, pemberi layanan kesehatan telah memberikan masa depan bagi pengguna jaminan kesehatan. [b]