Susah memisahkan antara Widnyana Sudibya dengan Besakih.
Selama sekitar 35 tahun, arsitek tersebut justru mendedikasikan diri untuk memotret segala hal terkait Pura Besakih. Pak Wid, begitu kami biasa memanggilnya, ingin generasi baru Bali tidak melupakan sejarah pura terbesar di Bali itu.
Karena itu dengan kameranya, selama puluhan tahun arsitek alumni Unversitas Udayana Bali itu merekam upacara, rapat, kegiatan, arsitektur, atau segala hal tentang ibu dari semua pura di Bali itu.
Contohnya ketika ada upacara Panca Bali Krama dan Eka Dasa Rudra, ritual terbesar di Pura Besakih. Terakhir pada 2009. Ia mengumpulkan hasilnya di weblog, Purabesakih.blogspot.com. Tak hanya foto, tapi juga narasi prosesi ritualnya cukup detail. Termasuk remahan kisah di balik rusaknya laptop karena virus, dan lainnya.
Ia tak mau kehilangan satu momen prosesi ritual ini dengan menginap berhari-hari di pura terbesar di Bali itu. Widnyana mendekatkan jarak umat Hindu yang tak bisa langsung datang ke Pura Besakih dengan dokumentasinya ini.
Pak Wid kemudian mengunggah hasil foto-foto tersebut ke akun jejaring Facebook maupun Twitternya. Bagi Pak Wid, membagi ke media sosial seperti Facebook dan Twitter adalah upaya untuk mengenalkan agama dan budaya di Bali kepada anak-anak muda sekaligus ke khalayak lebih luas.
Tapi, Pak Wid ingin sesuatu yang lebih dari sekadar merekam sejarah dan proses di Besakih. Dia ingin mendokumentasikan nilai-nilai di balik upacara atau agama agar orang bisa belajar tentang kearifan yang diwariskan pendahulu di Bali.
Karena itu, mantan Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Bali ini, juga mendedikasikan diri penuh waktu selama sebulan untuk mendokumentasikan seluruh pertunjukkan dan seniman yang tampil di Pesta Kesenian Bali (PKB).
Ia melakukannya secara sukarela tanpa disuruh atau dibayar siapa pun.
Pak Wid memotret, membuat video, dan berdialog dengan para seniman yang tampil di PKB. Ia mengintip backstage, membuat narasi, lalu membagi semua karyanya ke masyarakat secara gratis di jejaring social.
“Saya sedang menyusun abjad PKB dari A-Z. Jadi saya tak bisa ketinggalan salah satu hurufnya satu pun,” katanya menganalogikan kegiatannya ini. Jadi jangan ajak ia makan siang saat salah satu perunjukkan sedang berlangsung. Ia akan menolaknya.
Pak Wid menyebut kegiatannya tak hanya mendokumentasikan. Tapi upaya mengomunikasikan budaya dan agama di Bali dari tahun ke tahun pada masayarakat. “Saya sangat senang berdialog dengan seniman yang mengetahui ada potret dirinya di dokumentasi saya ini,” katanya.
Tipa tahun, Pak Wid hadir mendokumentasikan PKB meskipun, menurutnya, pemerintah justru kurang mengapresiasi upayanya tersebut.
Contohnya ketika seorang seniman asing Vaughan Hatch pendiri Sanggar Mekar Bhuana memberikan apresiasi atas Widnyana secara konsisten. Ia mengaku tidak pernah mendapat respon oleh pemerintah Bali.
“Saya ingin sekali mempresentasikan dokumentasi ini agar dipelajari dan menjadi masukan untuk perbaikan PKB tahun-tahun mendatang tapi mereka cuek,” sesal Widnyana. Tapi ia mengaku tak menghambatnya untuk terus upload foto, membuat narasi, dan membaginya secara online.
Dokumentasi ini bisa dilihat di page facebook “Pesta Kesenian Bali” dengan keterangan Kilas catatan 35 tahun Pesta Kesenian Bali, 1979 – 2013 [unofficial page]. Page ini yang paling aktif dan banyak di-like, lebih dari 5.100 orang dibanding akun-akun PKB lain yang tak aktif.
Tak hanya dokumentasi foto dan narasi, Widanyana yang juga memotret perhelatan PKB tahun pertama sudah mendigitalkan foto analognya. “Agar tak rusak lalu hilang,” ujarnya. Di foto itu ada rekaman alm IB Mantra, mantan Gubernur Bali yang mencentuskan PKB.
Ia mengaku tidak mau PKB menjadi hanya sebuah kegiatan pertunjukkan rutin tanpa jejak. Widnyana mengatakan memiliki banyak bahan evaluasi PKB dari proses pendokumentasian ini.
Ada beberapa kelemahan PKB yang harus diperbaiki dan belum dilakukan. “Ini karena hanya wacana terus dan keputusan yang dibuat oleh yang tidak berkompeten,” imbuhnya.
Ia mencontohkan kelemahan tata panggung, lampu, dan dekorasi. Menurutnya mestinya ada interior desainer, ahli sound, ahli visual yang bekerja meningkatkan nilai pertunjukkan tradisional. Tak hanya sekadar memanggungkan untuk alasan pelestarian.
“Ini tak hanya pelestarian tapi juga pertunjukan. Penonton juga harus diedukasi menghargai pertunjukkan rakyat,” katanya.
Lompatan proses pendokumentasinya tahun ini menurutnya adalah kehadiran gadget kamera pocket berbasis android yang mempunyai resolusi tajam. “Seniman belum sampai rumah, dia sudah sudah bisa melihat potretnya di Internet dan membaca respon masyarakat,” katanya.
Gadget ini baru dimiliki tahun lalu. Menurutnya sangat membantu kerja. Ia mengaku tak perlu lagi begadang edit dan upload foto karena bisa dilakukan realtime saat pertunjukkan asalkan koneksi internet bagus.
Dari mana modal untuk setia mengabadikan agama dan budaya di Bali tersebut? “Saya menabung dulu beberapa bulan sebelum PKB atau karya di Besakih,” tuturnya.
Untuk menikmati foto-foto karya Pak Wid, silakan buka akun facebooknya. [b]
ternyata sangat banyak krama bali yg sudah berbuat kebaikan bagi bali…knp selama ini hanya yg negatif dipublikasikan??? knp pejuang spt ini ga diapresiasi media??? salam bakti utk PAK WID dan ditunggu ayah ayahannya di pura samuantiga puncak odalan 13 mei 2014 selama 11 hari…suksma
Semoga Widnyana Sudibya, tetap sumungut mendokumentasikan Bali. Sebelum direklamasi atau memproklamasikan diri. Soal Pura Besakih, saya berharap suatu saat Pak Wid bisa memamerkan karya-karya fotonya di pelataran pura Besakih, sehingga bisa jadi bahan edukasi bagi para umat yang datang ke Besakih.
Kalo soal PKB, menurut Pak Wid; PKB lebih bagus koalisi dengan Jokowi atau Prabowo? (????????)
PKB harus bisa memperbaharui dirinya. Jangan mengkeramatkan pola/pakem yang ada sekarang. Pikiran tyang; kenapa pertunjukan PKB tidak disebar ke setiap bulan dalam setahun???sehingga art center tak kan pernah sepi sepanjang tahun….Nah pas bulan Julinya, tampilkan seni-seni yang kaliber maestro….baru maknyooosss.