Gara-gara sering meliha bus Transarbagita lewat dan membaca tulisan tentang Bus Sarbagita saya jadi ingin sekali mencobanya.
Membaca tulisan tentang Trans Sarbagita yang ditulis Anton Muhajir dan Astarini Ditha di Bale Bengong, juga semakin membuat saya ingin mencoba moda transportasi ini..tapi ya itu kapan ya…
Setelah berdiskusi dengan istri, dan melalui rapat keluarga (Hehehehe…) akhirnya diputuskan Sabtu kemarin kami mencobanya.
Dua hari sebelum hari H, istri saya sudah mempersiapkan apa saja yang akan dibawa. Maklum acara naik bus Trans Sarbagita masuk agenda liburan keluarga. Jadi, dia harus disiapkan dengan baik.
Pada hari H yang sudah ditentukan, sejak pagi saya dan istri sudah mempersiapkan acara liburan ini. Istri memasak. Saya mengurus anak-anak. Pagi-pagi anak sudah saya bangunkan sekaligus saya mandikan. Karena anak saya yang pertama sudah ikut sekolah pagi tiga kali seminggu, maka saya antar dulu ke sekolah. Saya balik lagi ke rumah dan siap-siap.
Dengan membawa 1 tas punggung berisi penuh bekal dan 1 tas kecil milik istri saya kami sekeluarga berangkat menjemput anak sekolah yang sekaligus berangkat ke shelter yang sudah kami tentukan.
Kendaraan saya parkir di Benoa Square Kedonganan. Di seberang Benoa Square ada shelter Trans Sarbagita yang ke arah Batubulan, Gianyar. Saya bersama istri dan dua anak menunggu dengan sumringah.
Si Kakak, anak saya yang pertama, senang sekali duduk di shelter karena posisi duduknya jadi lebih tinggi dari kendaraan yang lewat di depan shelter. Kurang lebih 10 menit menunggu, bus warna biru sudah kelihatan. Saya segera siap-siap. Untung tidak deg-degan (hehehe).
Bus merapat. Pintu otomatis terbuka. Saya dan anak istri masuk disambut senyum sapa ramah sang pramugari yang merangkap kondektur. Dewi, sekilas saya membaca name tag sang pramugari, dengan ramah menemani saya untuk ngobrol selama perjalanan.
Oh ya, apa sebutan untuk para para teruna teruni jegeg ini? Masak kondektur sih? Hehehe..
Saya mengambil tempat duduk paling depan di belakang sopir. Penumpang hanya sepuluh orang temasuk saya dan anak istri. Si kakak senang sekali. Dengan tawa riang dia melihat ke sekeliling. Bus sangat terasa istimewa, lega dan sejuk.
Pemecah Kaca
Kondektur, akhirnya keceplosan deh nyebutnya, menanyakan kemana tujuannnya. Dengan mantap saya jawab jalan-jalan ke Batubulan dan balik lagi ke Nusa Dua. Saya sekeluarga cuma dikenakan ongkos Rp 7.000. Anak-anak tidak dikenakan karcis. Wah, kejutan lagi neh. Padahal dari rumah sudah saya siapkan untuk ongkos empat orang. Jadi, hemat Rp 7.000 lagi. Neh..
Bus sudah bergerak pelan. Saya perhatikan semua sudut ruangan dalam bus. Ternyata sudah tersedia tempat sampah. Mungkin pengelola Trans Sarbagita sempat membaca tulisan Anton Muhajir di Balebengong kali ya.
Kursi spesial untuk orang cacat, ibu hamil dan manula tersedia empat kursi. Persis seperti yang dideskripsikan Anton dan Ditha. Tersedia juga palu pemecah kaca 6 biji. Kali aja pas ada kejadian darurat bisa digunakan.
Selama perjalanan saya juga banyak ngobrol dengan sopir, Nurcahyo. Eh jangan ditiru ya. Mengobrol dengan sopir bisa membahayakan penumpang. Tapi, untung Pak Sopir baik mau menjawab keingintahuan saya.
Bus sudah sampai Simpang Siur Dewa Ruci, Kuta dan belok ke arah Sentral Parkir. Di shelter sentral parkir, ada petugas dari Tran Sarbagita yang melakukan semacam absensi. Bus bergerak ke arah Sunset Road Timur lalu berhenti di shelter Carrefour. Selama perjalanan, lalulintas tergolong lancar-lancar saja. Menurut Nurcahyo, di luar Sabtu dan Minggu jalan Simpang Siur – Sentral Parkir – Simpang Siur sangat macet.
Menurut Nurcahyo, ketertarikan orang untuk menggunakan bus Trans Sarbagita sudah mulai banyak dibanding awal beroperasi dulu. Apalagi pada hari Minggu. Bus cenderung selalu penuh karena banyak keluarga berlibur bersama anak-anaknya naik bus Trans Sarbagita. Wah, seperti saya juga ternyata, naik bus hanya untuk berlibur.
Jika suatu saat nanti semua jalan utama sudah terkoneksi dengan trayek bus Trans Sarbagita bisa jadi banyak orang akan beralih ke moda trnasportasi ini. Sudah busnya berpendingin ruangan (AC), bersih dan tentu bisa digunakan untuk istirahat. Daripada capek-capek nyetir sendiri, ya kan?
Sejuknya udara dalam bus ternyata membius 2 anak saya. Baru setengah perjalanan ke arah Batubulan, mereka sudah tertidur nyenyak. Bus berjalan dengan lancar, tidak ada kemacetan. Wajar karena Sabtu.
Setiap hari bus Trans Sarbagita berangkat dari terminal Batubulan setiap pukul 5 pagi sedangkan dari terminal Nusa Dua pukul 5.30 pagi. Jadwal paling akhir pukul 9 malam. Bus akan berangkat berselang setiap 15 menit.
Pulas
Oh ya, saya jadi ingat ternyata sudah ada trayek feeder dari Pura Uluwatu sampai Kelan, Tuban dan Garuda Wisnu Kencana (GWK) – Puri Gading sampai terminal Nusa Dua. Nah, kalau yang ini saya belum tahu berapa biaya sekali naik. Tapi, mereka yang tinggal di daerah Jimbaran dan Ungasan dan ingin memakai layanan ini sudah bisa menggunakannya. Bus pengumpan ini berupa minibus travelo.
Tidak terasa perjalanan saya sudah sampai Batubulan. Dengan mata terasa berat mengantuk, saya bersiap-siap turun. Tapi, sopir dan kondektur menyarankan saya untuk tetap dalam bus itu atau pilih bus paling depan yang siap berangkat. Dan, tidak perlu membayar lagi. Wah, kejutan lagi neh. Ternyata saya berhemat lagi. Padahal, sudah saya siapkan ongkos untuk pergi pulang PP untuk 4 orang. Ternyata hanya membayar untuk 2 orang dan sekali bayar lagi.
Saya jadi teringat naik bus Trans Jakarta. Sekali membayar kita bisa keliling Jakarta berganti-ganti jurusan asal tidak keluar dari shelter. Apakah ke depannya hal itu juga akan diperlakukan di trayek Trans Sarbagita? Kalau itu akan diperlakukan saya optimis akan mampu mengurangi angka kemacetan dengan catatan ongkos tetap murah dan sudah interkoneksi ke banyak jurusan.
Perjalanan dari Batubulan ke Nusa Dua tidak bisa saya ceritakan karena saya lebih tertarik menikmati perjalanan ini seperti kedua anak saya, tidur pulas. Tapi, sebelumnya saya sudah berpesan kepada pak sopir untuk memperingatkan saya ketika sudah sampai shelter Benoa Square.
Hal menggelikan adalah karena semua bekal yang sudah istri saya siapkan tidak tersentuh sama sekali. Kami baru menikmatinya setelah sampai rumah. Tahu gitu tidak perlu dibawa. Hehehe.. Tapi, asli. Anda semua perlu mencoba. Siapa yang belum mencoba? [b]
pramugari —> pramujasa dalam bus itu. masih blm rame ya?
aku pernah naik bus trans sabagita dibali ,aku bayangi pasti sama dengan dijakarta tepat sasaran untuk anak sekolah ,untuk pegawai,,jasa publik yang menyenangkan nyaman “iya” tapi aku gak ngerti apa yang dibantu untuk meringani mayarakat bali sendiri atau para pengunjung dengan kegiatannya ,
pengalamanku dimulai dari pertanyaan bisakah naik bus ini kebandara ? karena ini yang meringankan pemandu di batu bulan ” bisa” nanti turun di cenral park naik dengan mobil kecil yang sama dg bus, tetapi karena ada pejabat mau lewat bus disapu pollantas kearah yang lain yang seharus nya centra park bus melaju ke nusa dua dan aku disuruh lompat dilampu merah kearah bandara tentu aku menolak karena aku bukan karung kalau jatuh gak apa2 disini aku berpikir dimana sih centra park itu akhirnya sebagai masyarakat yg disiapkan bus trans sarbagita aku ikuti saja bus itu sampai kecentra park dengan resiko tiket pesawatku hangus
sesampaikan dicentra park aku disuruh pemandu naik bus kecil rombeng katanya kebandara . salah pemandunya arah berlawanan bukan kebandara (begok amat) dengan keadaan yang gak jelas aku naik taksi kebandara . disini aku menikmati kesalahan informasi pemandu seharusnya tidak perlu ikut kecentra park turun dijalan naik taksi
Dengan kejadian ini saya mengambil kesimpulan
1.Sd m Bus tersebut terutama kondekturnya gak tahu apa 2 bukan masyarakat BALI
yang faham akan peta jalan yang dilewati bus
2.Sopir Bus yang gak tahu dia punya hak istimewa bahwa dia gak boleh disapu
pollantas yang juga bodoh dengan aturan tentang hak bus trans bali ini
3.Pemandu baju boleh seragam tapi juga gak tahu apa yang akan disampaikan
kepemakai bus trans bali ini terutama yang akan bandara jangan sekali sekali
menyuruh ikut bus trans bali ini ke centra park masuk kearah buruk
4 Tolong pak GUBERNUR MELALUI DISHUB, kALAU BUS DIKELOLA OLEH
SWASTA JADILAH PENGELOLA YANG PROPESIONAL
SOPIRNYA BACAKAN PERATURAN TENTANG PERJALANAN BUS ,KONDEKTUR
NYA YANG MASIH KELIHATAN BINGUNG GAK USAH DIPAKAI LEBIH BAIK
MEREKRUT ALUMNI SEKOLAH PARIWISATA YANG LEBIH CEDAS ,DAN
PEMANDU KALAU MEMBERI INFORMASI YANG CERDAS DAN BENAR
BAGI PEMEKAI JASA YANG AKAN KEBANDARA JANGAN DIARAHKAN KE CENTRA PARK SAMA AJA PENGANIAYAAN MACET MOBILNYA GAK LAYAK
5 TERAKHIR BUAT LANTAS POLDA BALI GAK PERLU MENYAPU BUS TRANS BALI KEARAH YANG BUKAN JALURNYA KARENA ADA PEJABAT LEWAT
wah, mewah sekali fasilitas yang diberikan bus trance Sarbagita. apa lagi, di setiap sudut ruangan ada tempat sampah. jadi, para penumpang tidak perlu susah kalau ingin buang sampah, apa lagi penumpang yang suka ngemil permen di dalam kendaraan.
Sarbagita kelihatannya sama persis dengan Trans Jakarta ya, saya jadi tidak sabar menunggu pindah domisili dr Jakarta ke Bali… 🙂
meskipun bentuk armada nya sama, semoga profesionalisme kerja dari bus ini jauh lebih baik, jangan sampai sama dengan Trans Jakarta.. (N)
usul : bagaimana kalo disediakan peta rute perjalanan, beserta apa saja daerah/ spot yg dpt dijangkau oleh Sarbagita?
sebetulnya trans sarbagita sangat berpotensi menjadi sarana transportasi publik yg nyaman di bali…saya aja mendingan naik bus sarbagita daripaada dibonceng motor…tp mungkin perlu fasilitas yg lebih sistematis, misalnya minimal di bus/ haltenya ada gambar rute bus & haltenya, jam keberangkatan jg, minimal kita bisa akses di internet, lebih bagus lagi kalau halte diperbanyak & dekat dengan tempat wisata (atau minimal jg ada info mengenai shuttle bus ke tempat wisata, dari halte terdekat), untuk halte berseberangan yg ada di bypass bagus jg klo ada jembatan penyeberangannya, jd klo kita mau ganti rute juga enggak kerepotan mau nyebrang, secara bypass kan ramai sekali kendaraannya…yg lain sih tampaknya bisa diperbaiki pelan2….shalom!