Malam Puncak Anugerah Jurnalisme (AJW) 2023 diselenggarakan di Taman Baca Ubud pada Sabtu, 24 Juni 2023. Kali ini, AJW 2023 mengusung tema yang berbeda. Ini tentang pulau dewata, perubahan yang akan terjadi dengan Bali, yang akan berpengaruh dengan lingkungan, masyarakat, dan sudut kota Bali. Semua ini dirangkum dalam kalimat “Duang Dasa Pulau Dewata”. Begitu juga dengan pengisi acara yang hadir, mereka pemilik dan pembawa rasa yang mengajari keikhlasan dan keindahan yang lebih besar.
AJW 2023 akan berlangsung dengan iringan pembawa rindu. Alunan-alunan lagu sang legendaris alm AA Made Cakra akan kembali terdengar di sela-sela angin malam desa Ubud. Dua penyanyi solo dari Bali, Yansanjaya dan Nyonya Ayu akan bersenandung mengaransemen ulang sejumlah lagu Made Cakra. Lagu-lagu ini bukan hanya tentang cinta yang sempurna, tapi kehidupan yang lebih realistis dan merayu pelipur lara yang membeku.
Yansanjaya juga membawakan karya-karyanya, dengan sejumlah eksplorasi dan pengalaman yang didapatnya dalam keseharian, termasuk saat bekerja mendesain. Musisi ini sudah bergerak di industri musik selama bertahun-tahun dan juga menciptakan lagu dari rasa sedih. Ia juga bergabung dalam kelompok musik bernama Pygmy Marmosette atau Pygmos. Di band yang sedang vakum ini, Ia duet bersama Zenith menciptakan karya-karya indah dengan tema lingkungan, alam, dan kesadaran diri.
Akhirnya memutuskan untuk solo, seringkali membantu musisi lain di panggung. Penyanyi yang mampu menciptakan lirik-lirik dari pengalaman hidup seseorang. Selain penyanyi, YanSanjaya juga seorang desain grafis.
“Berkesenian dengan target akan jadi gitu. Dulu art director dan mengambil projek memvisualkan pengalaman penyelam saat mereka ada di laut. Hasil dokumentasinya itu dikasih ke aku, untuk dibuatkan lagu. Itu jadi. Ada di soundcloud sih, judulnya Manusiaku Sayang,” ia berkisah proses salah satu karyanya ketika diwawancarai tim BaleBengong.
Hanya dari dokumentasi, cerita, dan pengalaman orang lain bisa menghasilkan sebuah karya musik yang indah. Semua lagu-lagu yang diciptakan juga tidak terlepas rasa sedih. Meskipun dia punya banyak materi atau bahan yang bisa menjadi lagu, tapi tidak dirilis, karena baginya karya tersebut belum selesai. Materi yang banyak tidak menentukan lagu itu layak untuk disebarkan atau diunggah, tapi proses pengkaryaan lebih pelik daripada penyebarannya.
Seorang musisi bisa saja mengunggah karyanya di sosial media atau situs-situs musik online dengan sangat mudah. Namun, ini tidak dilakukan oleh YanSanjaya, karya yang ideal tidak bergerak karena adanya target pasar.
YanSanjaya mengaku bahwa dirinya memiliki rasa malas dan egois ketika bernyanyi solo dibandingkan bergabung dengan Pygmos, karena dalam satu kelompok terdiri dari beberapa orang yang sudah bisa menulis lagu dan dirinya hanya memikirkan musiknya saja. Katanya, berkarya dalam kelompok harus memberi ruang pada ide-ide yang muncul, berbeda halnya dengan solo musician tidak ada yang mengatur, yang bisa hanya diri sendiri. Jadi, hal ini membuatnya sering menunda-nunda merilis single.
Jika membahas tentang rasa, YanSanjaya menciptakan karyanya dengan senang dan dari hati. Lagu-lagunya pun diterima di masyarakat bahkan menghibur. Terdapat satu lagu yang membawanya pada kenangan masa lalu dan kisah pilu keluarga, karena ia kehilangan orang yang kebanyakan orang menyebut super hero. Lagunya yang berjudul rindu diciptakan untuk ibunya sepeninggalan ayahnya.
“Lagu rindu, untuk ibu waktu bapak meninggal. Ada kesedihan yang terpendam. Aku dapet musiknya duluan, setelah ada kejadian bapak meninggal. Bikin lirik, kok pas jadi dikawinin aja mereka.” Katanya tanpa ragu.
Inilah sebab lagunya tak pernah gagal memberi rasa kepada pendengarnya. YanSanjaya mengatakan “Aku tidak punya rumus dalam menciptakan lagu. Dalam menciptakan lagu sedih adalah bahan bakar dalam paling tinggi menciptakan lagu. Kalau senang gak menghasilkan, sedih bisa memikirkan banyak hal berulang-ulang.” Semua berawal dari sedih hingga tercipta lagu yang merasuk dalam jiwa.
Terlepas dari itu, YanSanjaya tidak pernah memikirkan perubahan apa yang terjadi pada dirinya setelah memilih untuk menjadi penyanyi solo. Dia mengaku bahwa dirinya akan terus menjadi apa yang dilihat sebelumnya, bahwa aku adalah aku. Dan Bali dua tahun ke depan dalam prediksinya akan macet karena banyaknya influencer.
“Dua Puluh Tahun lagi Bali makin macet, karena di depan rumah aku aja sudah macet. Dua puluh tahun ke depan Bali menjadi Jakarta. “
Wahh pandangan dan perspektif yang menarik dari YanSanjaya. Gimana nih, kalian kalau sedih bisa menciptakan lagu juga gak? Kalau aku sedihnya hanya membasahi pipi dan bantal, jadi malu.
Makin penasaran ya dengan lagu-lagu yang akan dinyanyikan di Malam Puncak AJW 2023 nanti. Tunggu apa lagi, catat tanggalnya dan datang untuk merayakan kesedihan. Selain itu, kalian juga bisa mendengarkan lagu-lagunya di spotify. Ada lagu yang sedang meroket berjudul “Pada Suatu Hari Nanti (Musikalisasi Puisi Djoko Damono)” tembus hingga ribuan pendengar. Ayo dengarkan! Pengikut YanSanjaya pasti sudah tidak sabar mendengarkan senandung merdu dan bernuansa kenangan masa lalu.