Piodalan Betara Turun Kabeh di Pura Besakih telah lewat, yaitu tepat pada Purnama Kedasa beberapa bulan lalu.
Seperti sebelumnya, Pemedek yang tangkil pun sangat ramai. Seperti biasa jalanan pun macet. Menurut pengamatan saya, umat Hindhu khususnya di Bali sudah mulai semangat untuk tangkil ke pura terutamanya ke Pura Besakih ini saat Purnama Kedasa. Terutama kaum muda-mudi yang sangat dominan di antara pemedek. Kalau dulu hanya terlihat saat rombongan sekolah.
Meningkatnya semangat nangkil ke pura apakah ini berarti semakin meningkatnya Sradha dan Bhakti ke pada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa)? Saya rasa tidak perlu dijawab, hanya masing-masing individu yang bisa merasakannya.
Namun, sepertinya pemahaman terhadap bhakti kepada-Nya masih sebatas mencakupkan tangan, mengucapkan doa, menghaturkan banten/canang. Kenapa begitu? Lihat saja , terutama di Penataran Agung Pura Besakih, yang merupakan tempat paling utama dalam memuja-Nya. Sampah-sampah bekas canang (sarana sembahyang) masih banyak berserakan. Pemedek yang tangkil kadang dengan seenaknya saja membiarkan bekas canang yang digunakannya.
Padahal saya rasa bekas sarana sembahyang ini tidaklah berat, tidaklah susah dibawa. Bahkan hampir semua membawa kantong plastik yang bisa digunakan untuk memungut bekas sarana sembahyang. Kadang sampai sedikit miris mendengar , pengempon atau panitia melalui microphone (corong TOA) berkali-kali mengingatkan agar bekas sarana sembahyang dibuang ke tempat sampah yang memang sudah banyak disediakan di area Penataran Agung Pura Besakih.
“Jangankan disuruh mengambil sampah orang lain, disuruh ambil yang punyanya sendiri saja susah sekali,” ujar salah seorang Panitia yang bertugas.
Memang sih, sampah ini sebagian besar adalah sampah non plastik, sampah organik dari janur, bunga, dan sejenisnya. Cuma kan tetap saja area persembahyangannya menjadi kotor. Sedikit tidaknya mengurangi kesucian area persembahyangan. Suci juga berarti bersih, tapi entahlah mungkin suci sebatas fisik pribadi dan perasaan.
Saat itu juga saya menemui seseorang dengan pakaian putih-putih di sebelah saya. Dia dengan sangat khusuk sembahyang. Namun, dia juga sedikit terlihat sedikit overact yang ingin menunjukkan kalau dia benar-benar khusyuk dalam sembahyang dan seperti terlihat memiliki tingkat spiritual tinggi.
Okelah itu terserah cara dia sembahyang, tidak perlu diperdebatkan. Namun apa yang terjadi setelah persembahyangan selesai. Bapak itu dengan santainya saja membiarkan bekas sarana sembahyangnya tergeletak di lantai. Tidak ada keinginannya untuk membuangnya ke tempat sampah yang memang cuma beberapa langkah.
Sedikit tidaknya menjadi Ironi juga. Di mana seiring meningkatnya animo umat untuk tangkil mebakti ke pura, namun juga diikuti dengan semakin kotornya area persembahyangan. Apakah tidak kasihan dengan area persembahyangan yang seharusnya suci lahir dan bathin? Apakah kita tidak kasihan dengan petugas-petugas kebersihan yang selalu membersihkan sampah yang cukup banyak?
Saya serahkan untuk anda menjawabnya.
Nah kalau kamu bagaimana Pak Bogel?? Kalau saya, hmmmm bukan berarti saya ingin menunjukkan bahwa saya care/peduli dengan kebersihan, tapi setiap habis sembahyang terutama di Pura, saya selalu mengusahakan untuk membuang bekas sarana sembahyang saya ke tempat sampah yang disediakan. Kalau dahulu sebelum-sebelumnya, saya sih memang tidak terlalu peduli dengan sampah yang saya hasilkan.
Beruntung saya bekerja di media yang cukup peduli dengan alam. Dengan mempopulerkan gerakan ngayah dan bersih-bersih ramai-ramai pada saat Karya Panca Bali Krama beberapa tahun lalu, saya tergugah hati untuk selalu berusaha membuang sampah bekas sarana sembahyang saya ke tempat sampah. Strobiz, alay, najiz, sok suci ???? What ever, itu terserah penilaian anda.
Melalui tulisan singkat ini sih, saya kepengen mengajak pengunjung/pembaca blog ini untuk setidaknya tergugah dan membiasakan diri untuk menjaga lingkungan, menjaga kebersihan yang dimulai dari hal-hal kecil di sekitar kita seperti cerita saya di atas. Janganlah cuma berkoar-koar, “AYO JAGA LINGKUNGAN DAN ALAM, STOP PENEBANGAN, STOP PERUSAKAN HUTAN, STOP INI STOP ITU” tapi saat disuruh atau diminta membuang sampah bekas sarana sembahyang saja sulit.
IRONI????? Yah that’s rite. Rasa Bhakti kepada Tuhan tidak hanya mencakupkan tangan dan mengucapkan doa, tapi lebih dari itu, rasa Bhakti juga bisa ditunjukkan dengan menjaga alam ini tetap bersih, apalagi kebersihan di tempat suci di area persembahayangan pura. [b]