
Sejak wilayah Sanur ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Sanur dan sekitarnya telah menjadi kawasan industri dengan organ yang makin masif, yakni dibangunnya Icon Mall Bali dan Rumah Sakit Internasional. Dalam imajinasi tersebut, Sanur menjadi kawasan strategis kapital yang tidak melulu bergerak dalam pelayanan jasa pariwisata, melainkan juga industri rumah sakit. Hal tersebut berdampak secara holistik terhadap Desa Sanur, tidak terkecuali Desa Adat Intaran yang merupakan bagian tengah dari Sanur.
Desa Intaran yang luasnya 700 km², sejak masa kolonial telah melalui berbagai perubahan, baik perubahan modus produksi masyarakatnya yang dahulu merupakan masyarakat bahari dan agraris, kini sebagian besar telah berubah menjadi pekerja pariwisata. Perubahan modus produksi masyarakat tersebut tentu ditandai dengan pembangunan infrastruktur seperti hotel, mal, rumah sakit internasional, dan seterusnya.
Pada kegiatan KJW yang diadakan BaleBengong tanggal 13 September 2025, kami bersama tim melakukan observasi dan pengamatan mengenai keberadaan shuttle bus. Keberadaan shuttle bus di Desa Intaran merupakan sebuah program yang diinisiasi oleh Bhaga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) Intaran. Shuttle bus ini merupakan yang pertama di Sanur dan di Bali.
Salah satu tim BUPDA, yakni Wayan Robi, menuturkan bahwa shuttle bus diharapkan akan menjadi media transportasi publik untuk mengurangi tingkat kemacetan dan memudahkan turis atau pengunjung wisata untuk menyusuri desa di Sanur tanpa perlu menggunakan kendaraan pribadi. Keberadaan shuttle bus ini juga secara langsung berdampak secara ekonomi bagi pemasukan desa, serta membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal Sanur.
Namun, dalam pengamatan kami, keberadaan shuttle bus yang tergolong masih berumur jagung ini memerlukan keseriusan dan komitmen dari seluruh agen dan perangkat desa. Pemerintah melalui berbagai strategi seperti peraturan atau awig-awig desa yang harus mengatur pola mobilisasi kendaraan di Desa Sanur. Selain itu, keberadaan shuttle bus ini memerlukan beberapa fasilitas lain, seperti halte bus yang memadai.
Dari pengamatan kami, beberapa titik halte bus masih berupa papan halte tanpa adanya ruang tunggu yang memadai. Selain itu, pengguna shuttle bus harus menempuh perjalanan menuju halte dengan kendaraan sendiri, bahkan kendaraan online. Diperlukan beberapa halte serta rute yang semakin luas untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat di Desa Intaran dan Sanur.
Sementara itu, pedestrian sedang dalam proses renovasi atau pembenahan. Namun, secara teknis, teknik renovasi yang dilakukan masih belum efisien karena pembongkaran pedestrian dilakukan secara tidak merata dan bertahap, sehingga mengganggu aktivitas kendaraan dan pejalan kaki. Belum lagi, kabel provider yang tidak ditata secara rapi dapat membahayakan pejalan kaki.
Keberadaan shuttle bus merupakan sebuah upaya untuk mengurangi kemacetan dan polusi yang dihasilkan akibat meningkatnya volume kendaraan. Semenjak Icon Mall Bali dibangun, Sanur telah menjadi salah satu kawasan terpadat di Bali. Hal ini memantik kejengahan anak muda Sanur, khususnya di Desa Intaran, untuk membangun sebuah yayasan partisipatoris yang membidangi berbagai macam program sosial dan kebudayaan. Namun, persoalan yang serius jauh menanti di depan, padatnya tingkat hunian, pengelolaan tata ruang yang mesti mengorbankan beberapa titik kawasan bernilai historis, kondisi lingkungan, dan ketergantungan hampir sepenuhnya pada sektor pariwisata.
Persoalan modernitas lewat agen-agen, seperti industri pariwisata, pembangunan, dan invasi tata ruang, akan selalu memunculkan ketegangan pada warga di Desa Intaran. Hal paling nyata mesti dihadapi antargenerasi di Sanur, khususnya cara generasi mendatang dalam meresepsi tata ruang dan tata hidup mereka yang berubah.
(Salah satu karya peserta Kelas Jurnalisme Warga Desa Adat Intaran)
cerutu4d situs slot kampung bet situs slot slot thailand