Seorang ibu membagi promo penjualan menstrual cup (menscup) ke grup chat yang isinya kebanyakan bapak-bapak. Promonya cukup menarik, begini isinya. Menstruasi nyaman tanpa sampah. Beli 1 gratis 1.
Tak lupa, merek ini menyebut manfaatnya, ramah lingkungan, FDA certified, allergy free, reusable, 12 jam bebas bocor. Bahasa promosi yang menarik selain potongan setengah harga normal dari Sustaination, salah satu ide bisnis yang menyediakan alternatif produk pengganti produk sekali pakai. Selain menscup juga ada beberapa produk pemeliharaan kulit.
Sebagai pengguna menstrual cup merek lain hampir 5 tahun, akan dengan mudah menambah daftar manfaatnya. Misalnya bertambahnya rasa nyaman karena tidak ada pembalut yang lembab dan rentan infeksi, bisa dipakai berenang atau main air karena tidak merembes, menghemat biaya, dan banyak lagi.
Hal terpenting lain adalah mengurangi paparan limbah berbahaya di lingkungan dari pembalut sekali pakai yang tidak bisa didaur ulang. Seperti popok bayi yang sampai kini menjadi masalah klasik di sungai-sungai, saluran irigasi sawah, dan tempat pembuangan sampah.
Dikutip dari laman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2023, angka kelahiran bayi di Indonesia mencapai 4,6 juta. Setidaknya ada potensi penggunaan popok hingga 17,44 juta/hari dengan potensi limbah popok sebanyak 3488 ton/hari.
Lies Indriati, periset Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih (PRLTB), menyebut produk sekali pakai, seperti popok dan pembalut, memberikan kenyamanan karena dapat langsung dibuang setelah digunakan, namun menimbulkan masalah lingkungan yang signifikan.
“Risiko pencemaran lingkungan muncul dari bahan-bahan baku penyusunnya, jumlah atau volume produk yang digunakan, perilaku pengguna dan pengelola,” ujarnya.
Limbah popok yang mengandung kotoran cair atau padat ini, dapat memicu gangguan kesehatan pada mahluk hidup. Contohnya iritasi paru-paru, penyakit kulit, bahkan sesak nafas. Tak hanya pada manusia, tumbuhan air dan ikan juga bisa mengalami gangguan akibat limbah pospak tersebut.
Selain itu, Lies menjabarkan bahwa sampah dari popok dan pembalut sekali pakai ini menimbulkan beban lingkungan besar. Dikarenakan komponen materialnya terdiri dari berbagai lapisan. Secara umum limbah popok dan pembalut memiliki lima komponen penyusun yang sama.
Lapisan atas terdiri terdiri dari poliester, polietilen (PE), polipropilen (PP), campuran PE/PP, viskosa/rayon, dan kapas. Lapisan aquisition distribution layer (ADL) terdiri dari poliester, PE, PP, viskosa/rayon, kapas, serat selulosa/pulp. Bagian inti penyerap (core) terdiri dari serat selulosa/pulp, kapas, polimer penyerap super (SAP), poliester. Lapisan bawah (bottom) terdiri dari PE, PP, dam asam polilaktik. Kemudian perekat dari resin sintetis dan polimer termoplastis serta pelepas yang terdiri dari kertas dan berlapis silikon.
Menurutnya, kebijakan pengelolaan sampah belum ada klasifikasi sampah produk penyerap higienis ini belum ada dan belum diperhatikan sistem pengelolaannya secara serius di Indonesia.
Tak hanya data BRIN tersebut, sebelumnya pada 2017, sebuah lembaga yang aktif meneliti mikroplastik juga menyatakan limbah popok mencemari sungai-sungai di Surabaya. Dari survei 4 hari di 4 lokasi sungai, ada 37% limbah popok dari semua timbulan sampah. Parahnya, sebagian sudah jadi mikroplastik yang sulit dikumpulkan. Disebutkan produksi popok per tahun di Indonesia sekitar 9 miliar.
Komposisi bahan-bahan pembalut juga mirip, karena fungsinya sama yakni menyerap cairan. Sementara menscup hanya menampung cairan. Ketika masih memakai pembalut sekali pakai, selalu bingung cara membuangnya. Apakah perlu dibersihkan kapasnya, memisahkan lapisan tisu dan plastiknya? Ini tentu saja ruwet dan rentan kontaminasi. Limbahnya juga malah jadi serpihan microgel yang bisa mencemari air. Dengan segala kelebihan dan kenyamanannya itu, apakah menscup dengan mudah membuat perempuan beralih? Ternyata tidak.
Dari beberapa kali penelusuran, bertanya ke sejumlah teman dekat terutama yang belum menikah, inilah hasilnya. Mereka memiliki kesadaran lingkungan, namun tidak berani menggunakan menscup. Alasannya takut. Takut ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan secara terbuka.
Sejumlah mitos yang beberapa kali diluruskan produsen atau distributor menscup adalah perempuan takut selaput daranya robek, takut infeksi vagina, dan topik-topik tabu lainnya. Isunya tak lagi hanya lingkungan tapi standar moral dan sosial.
Tentang selaput dara, admin Sustaination dalam salah satu postingannya menunjukkan jika selaput dara lebih ke konstruksi sosial karena ada perempuan yang terlahir tanpa selaput dara.
Sejumlah kekhawatiran lain adalah susah memakai menscup. Jika menggunakan untuk kali pertama, pasti ada kesulitan. Dari pengalaman saya, ketika ujicoba perdana, beberapa kali tidak bisa memasukkan ke lubang vagina dengan tepat. Menscup cepat melorot dan rasanya mengganjal, membuat tidak nyaman. Upaya memasukkan lingkaran menscup juga rasanya susah sekali. Takut vagina robek, terluka, dan keanehan lainnya.
Material menscup atau cawan menstruasi ini adalah silikon. Cukup fleksibel namun kuat. Untuk memasukkan kepala cawan dengan tepat memang perlu latihan, ada berbagai teknik melipat ujung kepalanya agar mudah menutup atau menampung darah dari vagina tanpa merembes. Juga ada teknik mengeluarkan cawan agar cairan tidak tumpah. Terkait trik-trik ini, bisa dengan mudah ditemukan di berbagai website atau blog. Salah satunya ini.
Intan Rastini, salah satu kawan yang sudah lebih berpengalaman memberi tips. “Justru kalau panik otot-otot vagina akan tegang! Saran di manual, kalau menscup masuk terlalu dalam untuk diraih, adalah yang pertama: relax! Take a breath. Dengan rileks, otot-otot vagina akan melunak, lalu coba diejan sama seperti kita mengejan saat mau melahirkan, dinding-dinding rahim akan mendorong si menscup keluar semakin ke ujung, kok!”
Ia melanjutkan, “seru ya pengalaman menggunakan cawan ajaib ini. Bagiku cawan menstruasi itu nolong bangeeeet masa-masa haid wanita, karena nyamannya bikin bebas beraktivitas.”
Yuna, teman lain menyatakan selain hemat, menyenangkan sekali pakai menscup ini karena gak ada kerepotan cuci pembalut. “Belum lagi bingung membuang dengan baik, terbungkus rapi, dan sebagainya.” Sementara ia membuang sampah residu ke luar rumah cuma dua kali dalam seminggu, jadi ada kekhawatiran dengan bau dan dampak lainnya.
Jika popok bisa dihitung limbahnya. Tentu juga dengan pembalut. Menurut BPS, jumlah penduduk perempuan di Indonesia sekitar 134 juta (data diperbaharui Februari 2022). Jika melihat dari kelompok umur usia remaja sampai dewasa yang menstruasi yakni 15-44 tahun, maka sekitar 90 juta. Jika tiap kali menstruasi, memerlukan sedikitnya 20 helai pembalut sekali pakai, maka dalam sebulan ada 1,8 miliar helai limbahnya yang harus dikelola.
Menggunakan menscup hanya pengalaman kecil dan sangat personal. Namun, dengan peralihan produk sekali pakai ke pakai ulang, sudah bisa mengurangi cemaran limbah di alam yang bisa menambah beban lingkungan. Jika masih banyak kekhawatiran dalam penggunaan menscup, bisa saja menggunakan pembalut kain. Fungsinya sama dengan pembalut biasa, menyerap cairan tapi bisa pakai ulang.
Sama dengan mengganti popok sekali pakai dengan popok kain. Ini adalah manifestasi resolusi pribadi yang berdampak besar. Jika terlintas dalam pikiran, “ah, itu kan marketing saja, bagian dari kapitalisme karena jualan produk baru.” Sah-sah saja, silakan berinovasi membuat pembalut sendiri tanpa membeli baru namun tidak menyebabkan limbah sekali pakai. Tujuannya kan sama.
Perubahan kecil ini sangat berarti karena untuk berharap perubahan masif di skala global seperti pengurangan produksi dan distribusi produk sekali pakai, masih sangat berat. Hal ini terbukti dari hasil Konferensi Perubahan Iklim (COP29) baru-baru ini di Baku, Azerbaijan yang gagal memenuhi komitmen target pendanaan dair negara maju untuk program mengatasi dampak perubahan iklim untuk negara-negara kecil.
Selain itu, Ahmad Arif, wartawan Kompas dalam ulasannya juga mengkhawatirkan tak ada kabar baik dari perundingan antarnegara tentang pengakhiran polusi plastik di Busan, Korea Selatan karena sejumlah negara penghasil bahan bakar minyak menolak pembatasan produksi plastik dan bahan kimia tertentu. Sikap delegasi Indonesia pun abstain.
Selain perubahan dari diri sendiri, kini makin banyak pengembangan usaha dengan strategi ekonomi sirkular. Dikutip dari siaran pers Festival Langkah Membumi 2024, penerapan ekonomi sirkular tidak hanya mengatasi dampak dari triple planetary crisis, tetapi juga menciptakan peluang untuk pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Artinya jika ada yang punya ide selain menscup, pembalut kain, dan popok kain, ayo wujudkan. Karena masalahnya sudah jelas, kan.
Lalu, perubahan personal apa yang akan kita lakukan? Bisa dimulai dari pembalut dan popok.