Selama sekitar tiga jam, jalan tol di Bali lumpuh.
Pada Minggu sore kemarin, belasan ribu warga desa adat dari Denpasar dan Badung menduduki jalan tol penghubung Denpasar dengan Nusa Dua dan Bandara Ngurah Rai, untuk menolak reklamasi.
Ada 19 desa adat yang bergabung dalam aksi, 13 desa adat dari Kabupaten Badung dan 6 desa adat di Kota Denpasar. Tuntutannya satu, menolak dengan tegas rencana reklamasi Teluk Benoa.
Mereka tersebar di empat titik lokasi sejak sekitar pukul 14.00 WITA. Titik pertama berada di Jalan Pesanggaran, Denpasar yang diikuti sekitar 3000-an peserta dari Desa Adat Sesetan, Desa Adat Pedungan, Desa Adat Kepaon, Jalak Sidakarya, Nusa Lembongan, Desa Adat Sanur dan sekitarnya.
Sambil berorasi, massa bergerak dari pintu masuk Serangan memasuki Tol Bali Mandara. Di perempatan Pesanggaran juga dipasang baliho penolakan reklamasi Teluk Benoa sebagai simbol penolakan reklamasi Teluk Benoa oleh Desa Adat.
“Ini bentuk konsistensi kami, jangan sekali-kali mengabaikan suara masyarakat adat,” kata I Made Suardana selaku pendiri Jalak Sidakarya setelah bergantian orasi dengan para bendesa adat.
Titik aksi kedua berada di Kelan, Kabupaten Badung. Sekitar 10.000 massa aksi ini berkumpul di Wantilan Pura Desa Adat Kelan. Massa aksi terdiri dari 10 Desa Adat di antaranya Desa Adat Kelan, Kedonganan, Tuban. Kuta, Legian, Seminyak, Kerobokan, Berawa, Canggu, dan Buduk ini berjalan kaki menuju gerbang Pintu Tol Bali Mandara sebelah barat.
Aksi di titik kedua ini dipimpin langsung oleh para Bendesa Adat dan kemudian secara teknis dibantu oleh Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI). Massa mengawali dengan memasang Baliho di pertigaan Jalan By Pass Ngurah Rai, atau tepatnya di pertigaan Kelan.
Selanjutnya massa aksi menuju arah bundaran bandara dan berada di pintu loket tol Bali Mandara. Setibanya di depan tol, massa aksi yang berkumpul di titik kedua ini disambut oleh massa aksi yang berada di perairan, yakni massa aksi dari Desa Adat Tanjung Benoa.
Bahkan aksi di titik dua ini sempat menutup akses masuk melewati Jalan Tol. “Ini adalah aksi simbolik, sehingga kami memilih aksi di pintu masuk Tol dan di perairan Teluk Benoa,” Ungkap Wayan “Gendo’ Suardana, selaku koordinator ForBALI yang diberi mandat oleh para Bendesa Adat.
Gendo menyatakan tol merupakan akses masuk ke areal rencana reklamasi tersebut, sedangkan aksi di perairan oleh Desa Adat Tanjung Benoa merupakan simbol bahwa masyarakat dan Desa Adat ini tidak rela perairannya direklamasi.
Suasana perlawanan begitu terasa ketika ribuan massa mengangkat tangan kiri sebagai simbol perlawanan sambil berteriak tolak reklamasi Teluk Benoa dengan nada lantang. Silih berganti, para Bendesa Adat ini pun berorasi dari atas mobil komando yang berada di garis depan massa aksi.
“Kalau ada orang yang menyatakan Teluk Benoa bukan kawasan suci, maka orang tersebut tidak memahami Teluk Benoa. Desa Adat yang lebih paham, karena kami di Desa Adat yang menggelar ritual adat dan agama di Teluk Benoa,” ucap Wayan Swarsa selaku Bendesa Adat Kuta dalam orasinya.
Namun aksi kali ini disebutkan belum sepenuhnya full power yang diturunkan oleh pimpinan Desa Adat. Mereka dengan tegas mengatakan, jika rencana ini dipaksakan, maka Desa Adat akan bergerak secara total menurunkan kekuatan secara penuh untuk dikerahkan melawan proyek rencana proyek reklamasi di Teluk Benoa.
Titik aksi ketiga di lapangan Lagoon, Nusa Dua. Dalam aksi ini, dipimpin oleh Bendesa Adat Bualu dan Bendesa Adat Jimbaran yang secara tegas menyatakan menolak reklamasi di Teluk Benoa.
Ribuan massa aksi yang terdiri dari masyarakat Jimbaran Bersatu, Masyarakat Nusa Dua, Forum Masyarakat Nusa Dua (Formanusa), 8 Banjar Adat Sedesa Adat Bualu, Sekaa Baleganjur, 8 Sekaa Teruna Teruni se Desa Adat Bualu serta Pecalang Bualu ini berjalan kaki menuju pintu gerbang tol arah Selatan.
Dalam aksi ini juga massa melakukan pemasangan Baliho di 6 titik lokasi, yaitu pertigaan Club Med, dua Baliho di perempatan utama jalur ITDC Nusa dua, Perempatan Siligita dan depan Tol Bali Mandara.
Aksi ini juga dibantu secara teknis oleh tim ForBALI yang turut hadir dalam aksi di titik ke tiga tersebut. Selanjutnya, tiba di pintu Tol, massa masuk sekitar 50 meter menguasai Tol Bali Mandara dan silih berganti orasi pun dilakukan.
“Kami meminta kepada pemerintah untuk tidak mengabaikan aspirasi masyarakat adat, keputusan untuk menolak reklamasi di Teluk Benoa ini bukan abal-abal, ini berdasarkan paruman agung dan harus dihargai,” ucap Wayan Sukses dari Formanusa
Sementara itu, Ir. I Wayan Wita selaku Bendesa Adat Bualu dalam orasinya menekankan bahwa Teluk Benoa sebagai kawasan suci harus dilindungi. “Kami meminta agar rencana ini dibatalkan, dan pemerintah kami harapkan mendengar aspirasi masyarakat adat yang secara serentak menolak rencana reklamasi tersebut,” ujarnya.
Titik ke empat massa aksi dari Desa Adat Tanjung Benoa dan langsung dipimpin oleh Bendesa Adat Tanjung Benoa menggelar aksi di kawasan perairan Teluk Benoa. Sekitar 500 boat dari berbagai jenis diturunkan ke tengah laut di Teluk Benoa.
Ribuan masyarakat dengan berbagai atribut aksi untuk menolak reklamasi ini pun bergelora di tengah teluk benoa, ada yang bermain jet ski, ada yang berteriak tolak reklamasi dari boat dan perahu. Ada juga yang bermain flyboard sambil mengibarkan bendera Tolak Reklamasi.
Aksi ini penuh aktratif. Ribuan masyarakat Tanjung Benoa ini dari berbagai umur ikut serta dalam aksi ini. “Kami siap puputan, kami tegas menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, kami Desa Adat tetap konsisten dengan sikap kami,” ujar Made Wijaya selaku Bendesa Adat Tanjung Benoa.
Aksi di perairan ini berlangsung sekitar dua jam ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat Tanjung Benoa. Saat perjalanan ke arah teluk Benoa, puluhan boat juga datang dari masyarakat Serangan menghampiri boat Teluk Benoa sambil berteriak Tolak Reklamasi Teluk Benoa.
Pendudukan jalan tol di Bali menunjukkan terus menguatnya suara penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa. [b]