Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) ke-18 yang digelar secara hybrid, menghadirkan lebih dari 130 pembicara mulai dari penulis, pegiat, seniman, sastrawan, jurnalis dan lainnya dalam program-programnya. Para pembicara akan bergiliran tampil dalam berbagai sesi diskusi menarik yang dikembangkan dari tema tahun ini, Mulat Sarira,yang diartikan sebagai Refleksi Diri.
Dimulai hari Kamis (7/10/2021) sore, UWRF menggelar Virtual Press Call bersama pembicara-pembicara utama seperti penulis Stone Sky Gold Mountain Mirandi Riwoe, fotografer dokumenter Joshua Irwandi, penulis dan jurnalis Inggris yang fokus pada isu perubahan iklim Mark Lynas, dan penulis asal Bali Kadek Sonia Piscayanti. Dalam Virtual Press Call ini, hadir pula Pendiri dan Direktur UWRF Janet DeNeefe dan Ketua Yayasan Mudra Swari Saraswati Ketut Suardana.
Pengertian Mulat Sarira secara singkat dan alasan di balik pemilihan tema tahun ini dijabarkan oleh Ketut Suardana, sementara Janet DeNeefe berbagi mengenai alasannya untuk tetap berkomitmen menyelenggarakan UWRF tahun ini, meski dalam bentuk yang berbeda dari sebelumnya. “UWRF dimulai setelah bom Bali pertama. Festival ini adalah upaya untuk menghidupkan kembali perekonomian, memberi harapan kepada masyarakat, dan membawa sedikit inspirasi dalam wadah kreatif dan dialog. Begitulah cara kami memulai. Sekarang, lebih dari sebelumnya, kita membutuhkan hal tersebut. Tugas kami adalah menciptakan festival terbaik yang bisa kami berikan untuk situasi ini.”
Pada malam harinya, UWRF resmi dibuka pada acara Gala Opening yang berlokasi di Taman Dedari, The Royal Pita Maha. Malam Gala Opening dibuka oleh Tari Panyembrahama oleh Sekha Genggong Kutus dan Napak Tuju, dilanjutkan dengan sambutan dari Janet DeNeefe. Pada Gala Opening ini, UWRF juga kembali memberikan penghargaan sepanjang masa atau Lifetime Achievement Award kepada sosok sastra terpilih. Penghargaan ini pernah diberikan oleh UWRF kepada Made Taro pada tahun 2019 dan Almarhum Sapardi Djoko Damono pada tahun 2018.
Tahun ini, UWRF mempersembahkan Lifetime Achievement Award 2021 kepada Budi Darma, salah satu penulis paling berpengaruh di Indonesia, yang meninggal dunia pada 21 Agustus 2021. Karyanya, Olenka, Orang-Orang Bloomington, dan Kritikus Adinan sangat dipuji dunia. Putrinya, Diana Budi Darma, menerima penghargaan atas namanya.
Rangkaian acara Gala Opening dilanjutkan dengan sambutan dari beberapa pihak, seperti perwakilan dari Australian Embassy Jakarta, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim. “Kita perlu membangun ekosistem sastra seni budaya yang lebih kuat dalam menghadapi tantangan. Benar-benar menghormati tradisi dan masa lalu kita, tapi tidak takut untuk maju ke depan dan berinovasi. UWRF adalah ruang yang merdeka bagi kita semua untuk saling berefleksi, bertukar ide, dan berbagi harapan. Festival ini adalah kesempatan untuk melihat lebih dalam ke dalam diri kita sendiri, melatih Mulat Sarira sebagai petunjuk menjalani hidup setelah pandemi” ujar Nadiem Makarim dalam sambutannya.
Main Program UWRF dihadirkan pada hari beikutnya, Jumat (8/10/2021) setelah Festival Welcome di Indus Restaurant dari Janet DeNeefe dan Prof. E. Aminudin Aziz. Banyak program menarik yang dapat dinikmati peserta Festival, misalnya sesi sesi The Nutmeg’s Curse pada Sabtu, (9/10/2021), menghadirkan Amitav Ghosh dan Hilmar Farid. Amitav Ghosh berbagi bagaimana kolonialisme dan eksploitasi Barat di Kepulauan Banda, Maluku, menjadi cikal bakal dinamika perubahan iklim saat ini. Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, bergabung dengan Amitav untuk membahas sejarah kolonial dan rempah-rempah, mengakui peran rempah-rempah, seperti pala, dalam pembangunan nasional.
Peserta festival juga dapat mengikuti Workshop The Art of Lontar and Prasi yang digelar secara online pada Minggu, (10/10/2021). Workshop tersebut akan menampilkan cara membuat lontar dan prasi, atau teknik menggambar di atas daun lontar. Selain sesi Main Program dan Workshop, Festival juga menghadirkan Festival Club, yang dihadirkan melalui Instagram Live. Salah satunya adalah Black Box yang menampilkan Shiori Ito, wajah dari gerakan #MeToo Jepang.
Selanjutnya, Festival juga akan mengadakan pemutaran film secara online dan offline, termasuk film Pulau Plastik. Sedangkan untuk Live Music & Arts, Festival menghadirkan Navicula untuk diskusi yang menarik dan pertunjukan musik, bersama dengan A Soundtrack of Resistance. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Festival juga menghadirkan Special Events di restoran-restoran terbaik di Ubud, salah satunya Feast and Fable by Storystation di Casa Luna.
Informasi lebih lanjut mengenai program-program UWRF21 dapat diakses melalui website www.ubudwritersfestival.com (*)