Harapannya, air dari Bukit Abah kembali mengaliri desa.
Setelah merayakan ungkapan terima kasih kepada tumbuh-tumbuhan, Alumni Kelas Jurnalisme Warga (KJW) Besan satu per satu menelusuri jalur sumber air, penghidupan warga di Besan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Kali ini dimulai dengan menelusuri aliran air terjun Celuk.
Dibantu 20 siswa SMK Yapparindo, Semarapura penanaman pohon menjadi gerakan yang dipilih mengingat peran tumbuh-tumbuhan ini sebagai penjaga sumber air.
Sebagai desa yang terletak di kaki Bukit Abah, dengan artian sebagai sumber air hulu, sungai Besan menjadi indikator kualitas air yang mengalir. Sayangnya, kondisi sungai Besan hanya mengalir ketika musim hujan saja. Padahal sebagai desa hulu, harusnya memiliki sumber air yang melimpah.
“Meski lokasi desa besan di perbukitan yang seharusnya banyak air, justru hanya memiliki air ketika musim hujan. Kalau musim panas airnya semakin surut, semakin mengecil,” kata kepala desa Besan, I Ketut Yasa.
Rasa penasaran dan tanda tanya besar tentang kondisi itu masih terbesit di pikiran para muda besan. Daripada memelihara rasa penasaran, mereka memilih untuk melakukan gerakan penanaman pohon di jalur sungai. Melalui penanaman pohon, para muda melakukan konservasi air.
Namun, tidak sekadar menanam pohon. Jenis pohonnya dipilih sesuai tujuannya yaitu, jenis penjaga air. Salah satu jenis tanaman penjaga air adalah pohon bambu. Sebagai gerakan swadaya, para muda Besan mendapat dukungan bibit tumbuhan dari Yayasan Bambu Lestari dan R.O.L.E Foundation.
Ada sekitar 38 bibit tanaman besar dari R.O.L.E Foundation. Misalnya Trembesi, Mahoni, Kapuk, Ketapang, Flamboyan, Secang, Asem, dan Intaran.
Bertahap
Sedangkan, Yayasan Bambu Lestari mendukung sekitar 150 bibit bambu jenis Munro. Bambu ini dibibitkan dari benih. Jika biasanya, menanam bambu dari akar atau batang. Tapi dukungan bambu untuk kegiatan kali ini di Besan ditumbuhkan dari benihnya.
“Bambu itu ada bunganya. Bentuknya seperti benih padi. Sekecil itu. Benih itu disemai dulu, kemudian ditebar. Benih yang disemai itu yang menjadi besar seperti bibit yang ditanam saat ini,” kata Wiwin, pegiat vegetasi tanaman bambu Yayasan Bambu Lestari.
Bibit yang ditanam jalur sungai Besan rata-rata berumur 2 tahun. Ukurannya masih tergolong kecil, karena ditumbuhkan dari benih. Tapi ketika bertemu dengan tanah, dia akan cepat menyebar. Apalagi daerah tanam di Besan memiliki tangkapan air yang banyak. Kondisi ini akan membuat bibit cepat tumbuh dan kuat.
Berbeda dengan jenis bambu Petung yang sudah ada dan tertanam di air terjun Celuk. Jenis bambu Munro tumbuh tidak begitu besar. Tapi jenis bambu ini paling cocok ditanam di lereng. Ketika dia sudah tumbuh maka akan memiliki banyak anak. Anak bambu ini bisa dibagi dan ditanam di tempat lain. Sehingga kelebihan jenis bambu ini, cepat berkembangbiak semakin banyak.
Kenapa harus banyak bambu yang tumbuh di jalur sungai Besan ini? Wiwin memaparkan, satu rumpun bambu memiliki 5.000 liter air yang tersimpan di bawahnya. “Seandainya saja kita punya 100 rumpun bambu ini, akan ada berapa liter air yang tersimpan. Itu alasannya kenapa kita harus sebanyak mungkin menanam bambu,” katanya.
Seperti bambu lainnya, bambu ini boleh dipanen dan dipotong. Tapi harus panen benar. Potong yang tua. Panen ini harus dilakukan karena jika tidak, bambu akan tua, kering dan roboh. Ciri-ciri bambu siap panen pada bagian badannya berisi totol-totol putih. Sedangkan kalau masih ada tutup pelepahnya itu artinya bambu masih muda, umurnya belum ada setahun. Bambu muda ini masih sangat efektif menyimpan air, sehingga manfaatnya lebih banyak jika bambu itu dibiarkan tumbuh.
Penanaman pohon ini akan dilanjutkan hingga mencapai jalur puncak bukit. Gerakan yang dikawal langsung para muda Besan ini akan dilanjutkan secara bertahap.
“Harapan kami gerakan ini terus berlanjut, sampai betul-betul air di sungai Besan tetap mengalir sepanjang tahun,” harap Osila, Alumni KJW Besan. [b]