“Jangan ragukan impianku/ Pada senyummu ku bertumpu/ Kita kan bangun langkah baru/ Untuk bahagia yang menunggu”.
Track pertama di album Buah Tangan karya I Made Gede Bagus Sidhi Warman Rahaji ini mengalun di mobil pengantar kami pulang. Lagu tersebut menjadi bagian dari album yang diberikan sebagai suvenir saat resepsi bagi siapa saja yang datang pada pernikahan Rahaji – Renitha 2014 lalu di Bangli.
Setahu saya, alih-alih bulan madu, Rahaji sibuk membantu bapaknya yang bolak-balik opname di rumah sakit karena komplikasi sejumlah penyakit.
Saya kaget. Rahaji tak main-main dengan mini album yang diproduseri Dadang aka Pohon Tua ini. Ini salah satu album terbaik yang saya dengarkan. Sekaligus penasaran, bagaimana hubungan mesranya dengan Dadang S Pranoto (Navicula/Dialog Dini Hari) produser album ini, bisa berbuah keren seperti ini.
Ada lima lagu dengan lirik yang juga enak dibaca tanpa musik. Di lagu ketiga, berjudul Dalam Gurau, Rahaji duet dengan gurunya, Pohon Tua. “Kau tak harus slalu datang menantangku/ Turunkan bahumu lemaskan suaramu/ Aku tak datang untuk menantang kamu/ Aku di sini dengar senandungmu.”
Membayangkan keduanya duduk bersama, mendekap gitar kadang sengitan (apa yang bahasa Indonesia yang pas?) dalam diam. Lalu intim saat bersenandung dan memetik gitar.
Judul “Buah Tangan” menurut saya seolah pengalihan dari ketidakpercayadirian, kalau diperhalus kerendahhatian pembuatnya. “Silakan dinikmati, sekadar buah tangan dari kami,” seperti itulah. Atau dia enigma, sebuah teka-teki, sisi misterius Rahaji.
Kisah di balik liriknya enak dipakai tebak-tebakan. Lagu dan musik di album ini tak ala kadarnya. Dua personel Dialog Dini Hari lain Deny Surya dan Brozio Orah membantu aransemennya, serta Renitha ternyata bermain biola!
Atau album ini sudah meloncat ke pintu ketiga dalam konsepsi pengetahuan? Ketika masuk pintu pertama, dia akan sombong. Melangkah pintu kedua, dia akan rendah hati. Menginjak pintu ketiga, dia merasa tidak ada apa-apanya.
Saya tak ingin merusak kesenangan membaca hasil tanya jawab antara penyanyi/pencipta dan produsernya ini dengan mengutip hanya yang seolah penting. Karena semuanya terasa sangat intim, karena itu format ini dinamakan wawancara telanjang.
Keduanya tak tahu, saya memberikan pertanyaan yang sama lewat email berbeda.
Ceritain dong ikhwal album buah tangan ini. Selain teman dekat dengan Dadang sebagai produser, apa yang melatari produksinya?
Rahaji
Awalnya kira-kira 2 tahun lalu tiang melali ke kos Mas dadang, tiang cerita sudah lama ninggalin bermusik di Jogja, milih kerja n pulang ke Bali jalanin pedarman tiang jadi anak laki satu-satunya di keluarga (kone panak muani harus ngemong bakti di jumah nak Bali 😛 haha mungkin mimpi gagahnya lebih pada mencoba membantu keluarga dan sedikit senyum Ibu Bapak gen).
Rasanya dulu mengubur cita-cita berkarya di musik adalah sebuah pilihan mutlak. Nah saat itu ada Mas Dadang n Saylow. Mas Dadang bilang kalau kamu bisa mengapa harus memilih satu tapi gak dua-duanyanya dicoba. Dia bilang, “Kamu ga tahu hidupmu esok, mungkin tiba-tiba pacarmu hamil lalu kamu harus jadi Bapak! Hari ini bisa berkarya di musik ga ada salahnya kan?” Gitu mbok..
Saylow ikut ngipas-ngipasin.
Lalu sebut saja Si Mas semangati dengan merekam seadanya lagu “Kaboom” itu. Dia kulik juga diisi guitar lagi, nah itu yang jadi cikal bakal tiang menulis lagu lagi.
Pas Ultah BBC (Bali Blogger) di Nabeshima tiba-tiba mengejutkan, dia bilang akan memproduseri saya di depan anak-anak kan waktu itu. Saya aja ga tahu loh. 🙂
Dadang
Sebenernya saya udah mengenalnya lama sekali, kira 6-7 tahun lalu. Tapi ya gitu, hanya sekilas, tidak akrab, mengenalnya tak lebih hanya sebagai seorang yg saya kenal di warung kopi.
Dia mengagumi saya? Tidak juga, justru sebaliknya saya mulai kagum dengan isi kepalanya, waktu ada kesempatan bicara berdua tentang banyak hal. Dia datang berkunjung dan mulai cerita tentang hidupnya sedikit. Kala itu saya tahu dia pernah terlibat di sebuah band di Jogja saat kuliah.
Sejak pertemuan dan ngobrol berdua itu, kira-kira 2 tahun lalu dia mulai berkunjung ke tempat saya. Dia cerita punya lagu sendiri. Hmm, ya langsung saja saya suruh nyanyi di depan saya. Suaranya biasa saja, main gitarnya buruk dan saya bilang jujur saat itu.
Dia terdiam, bahkan dia tak jadi mengutarakan niatnya yang ingin punya album sendiri.
Beberapa minggu kemudian dia datang lagi. Masih dengan lagu yang sama. Dia mulai bernyanyi lagi dan saya dengar kembali. Kembali saya bilang, “Caramu bernyanyi masih seperti pertama kali kamu datang.” Dia terdiam lagi. Saya “cuekin”. Dan saya kembali dengan kesibukan yg padat bersama dua band saya, NVCL dan Dialog Dini Hari.
Tak kapok, eh dia datang lagi, kali ini dia datang dengan lagu yang pertama, plus lagu baru. Ya lagu baru. Dan lagu baru yg dinyanyikan kala itu, membuat saya berpikir. Saya tak pernah menyuruhnya membuat lagu baru. Saya hanya ingin dia mainkan saja lagu sederhana yang dia punya pertama kali dengan rasa bangga dan memiliki lagu tersebut. Tak lebih.
Tapi hari itu saya tahu ada tekad dalam dirinya.
Saya tak ingin sia-sia, harus menjadi sesuatu! Dan dia menyanggupi. Saya mulai kerjakan musiknya. Sempat bingung mencari konsep yang bagus untuk cara bernyanyi dia dan cara bermain gitarnya. Akhirnya saya putuskan fokus mengembangkan permainan gitarnya dulu. Dalam hati saya saat itu, “Tak apalah suaranya pas pas-an yang penting bermain gitarnya gemulai. Lagian Bob Dylan juga nyanyinya gitu doang. Ups.. :))
Setahun lebih dia mulai belajar gitar “yang enak” menurut saya. Hahaha.. Kalau ada yang lain yang lebih “enak” biar saja. Akhirnya dia mulai keenakan latihan terus sambil bernyanyi.
Waktu berjalan, lagu baru terus lahir dari dia. Kali ini saya yang dibuat bingung dan menyebabkan saya tak perduli lagi bagaimana dia bernyanyi, ini disebabkan oleh lirik yang dia buat.
Liriknya membuat saya kagum. Liriknya sarat logika cerita hidup, tegas dalam makna, namun ketika dia berpuitis tetap masih dalam bentuk kata kesadaran pikiran yang masuk akal. Tanpa sepengetahuan dia, saya dengarkan terus lagunya, mulai bangun struktur tiap lagu yg dia buat. Sementara itu tiap waktu cara bermain gitarnya pun mulai meningkat pesat, tajam, “tone” nya terdengar jelas, beatnya mulai terbentuk. Dan cara bernyanyi berangsur baik. Enak. 🙂
Saya tahu dia bekerja keras untuk itu. Hasilnya adalah belasan lagu yang dia buat dalam kurun waktu satu tahun. Tahun berikutnya kita fokus 7 lagu yang kira2 bisa dijadikan benang merah untuk menjadi album. Terakhir saya putuskan 5 lagu.
Album? Tak pernah saya bayangkan dia punya album. Dengan waktu saya yang semakin habis dengan kegiatan karier di dua band saya plus segala project film yang saya kerjakan rasanya tak mungkin. Walaupun kita sering nongkrong tapi tidak untuk musik. Hanya sekadar minum kopi dan ngobrol hal lain selain musik. Dia pasrah, saya juga.
Hingga suatu hari, kira kira awal tahun 2014 kemarin dia datang lagi dengan lagu baru. Dan saya terdiam, lagu ini bagus sekali, kelewat bagus utk dia. :)) Hahaha.
Hasilnya? Saya cemburu telak dengn lagu baru itu, seharusnya itu lagu saya. Dan sepertinya saya tersadar, saya hanya butuh momentum untuk kembali fokus garap albumnya. Lagu itu seperti sebuah penantian, seperti garis start dan kita harus berlari lebih cepat untuk selesaikan apa yang kita kerjakan selama ini.
Saya atur jadwal kembali untuk meluangkan waktu menggarap.
Setelah 2 tahun menggarap, karyanya lah membuat saya merogoh kantong saya sendiri. Saya hanya berpikir dan yakin lagu lagu dia kelak akan menjadi kebutuhan banyak orang dan saya sebagai pendengar terdekat. Dengan masa masa sulit penggarapan album ini hanya ingin orang bisa menikmati karyanya. Dan musiknya lah yang membuat saya merilis, menjadikannya sebuah album.
Saya yakin musiknya akan berbicara pada suatu kesempatan nanti.
Di lagu duet, kadang sulit dibedakan warna suaranya lho?
Rahaji
Lagu duet tiang coba aras-aras dengan kekuatan vocal Mas Dadang. Tiang ga tahu apakah itu penyebabnya, atau mungkin faktor X hahaha.. Tapi lebih kurang kita sama-sama punya dasar vocal cukup berat.. Tapi beratan si Mas, tiang ngga berat-beratin kok.. ups
Dadang
Ah mbak jangan samakan saya dengannya. Setelah dulu saya disamakan dengan Iwan Fals, terus sekarang Rahaji? Hmm… Kok tak makin membaik ya saya. :))
Ada lagu di Buah Tangan yg menarasikan kedekatan kalian?
Rahaji
Mungkin yang paling keliatan lagu “Dalam Gurau” orang mungkin berpikir ke sana. Tapi kalau ditanya yang menarasikan kedekatan kami, ya layaknya bersahabat banyak saling mengisi mencoba tidak saling mengurangi. 😛 Banyak hal yang kami bahas saat bersama.
Mungkin bahkan banyak yang kita ga sadari menjadi bagian dari karya dan hidup kami, mungkin.. Nah nak care metimpal keto lo mbok..
Dadang
Saya tak pernah buat lagu bareng dengan dia. Dia selalu datang dengan lagu yang sudah jadi. Mungkin dia tak sudi buat bareng dengan saya, tapi tak apalah. Justru dia membantu saya dalam penggarapan lirik di lagu Dialog Dini Hari, “The Road”.
Lagian kalau kami memang ada kedekatan sebagai sahabat, tak akan sadar dan terpengaruh kan? Tapi saya yakin tiap nada yang terbentuk, wujud kolaborasi dua musisi kurus dan gemuk jadinya sexy. Hahaha.
Ada catatan lain untuk album ini?
Rahaji
Catatan lain apa ya? Hmmm mungkin ini adalah salah satu kado terindah pernikahan saya dari Mas Dadang. Tidak lupa juga bantuan Om Zio main Bass, peran Renitha mengisi Biola, dan tak kalah dahsyatnya momen-momen rekaman di studio Lengkung langit sama Deni.
Deni Surya sungguh brilian dengan musik, banyak pelajaran dan catatan dari dia yang membangun dan cetar membahana. Kematangan Dialog Dini Hari dengan musik jempol 5 mbok!
Selain Mas Dadang dan Zio, Deni Surya juga punya sense Music Producer yang kuat banget..
Dadang
Tak ada mbak, kalau ada nanti saya sampaikan sendiri. 🙂 [b]
Untuk menikmati lagu-lagu Rahaji atau membeli albumnya, silakan buka blog Rahaji.
Bli Rahaji selalu jadi idola tiang.