JKN memberikan manfaat menyeluruh bagi masyarakat dalam layanan kesehatan.
Salah satunya layanan kesehatan reproduksi (kespro) untuk perempuan. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi harapan baru layanan kespro karena lebih meringankan dari sisi biaya.
Namun, akses untuk layanan ini belum banyak diketahui dan dimanfaatkan.
Hal ini mendorong Yayasan Maha Bhoga Marga (MBM) melakukan penelitian pelaksanaan JKN terkait kebutuhan perempuan dan pelayanan kespro dan seksual. Yayasan MBM adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kabupaten Badung, Bali.
Tahun ini, MBM kembali survei bekerja sama dengan Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), organisasi nirlaba di bidang kespro perempuan di tingkat nasional. Survei secara nasional oleh YKP juga dilaksanakan di 15 kota di luar Bali, di antaranya Banda Aceh, Yogyakarta, Sumenp, Maluku Tengah, Kupang, Lombok Timur, Makassar, dan Manado. Survei pertama sudah diadakan pada 2015.
Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pelaksanaan skema JKN baik dari perspektif pemberi maupun pengguna pelayanan kesehatan, khususnya terkait kespro dan seksual.
Responden di Kabupaten Badung diambil secara acak di lima desa yaitu Legian, Kecamatan Kuta; Sibang Kaja, Abiansemal; Cemagi, Mengwi; Sangeh, Abiansemal; dan Canggu, Kuta Utara. Jumlah sampelnya 196 pada 2015 dan 200 pada 2016. Jumlah total responden 15 kota sebanyak 2.963 pada 2015 dan 2.983 pada 2016.
Hal-hal yang diukur dalam penelitian ini selain karakteristik juga tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terkait layanan kespro dalam layanan JKN. Respondennya masyarakat umum dan pemberi layanan kesehatan, baik pelayan medis maupun administratif. Sampel petugas medis sebanyak 387 pada 2015 dan 389 pada 2016 sedangkan petugas administratif sebanyak 251 (2015) dan 281 (2016).
Layanan yang Digunakan
Pengetahuan yang ditanyakan dalam survei MBM dan YKP antara lain informasi awal tentang JKN, layanan kespro yang dicakup JKN, apa saja layanan kespro yang pernah digunakan, serta tempat layanan ketika mengakses.
Hasilnya, sebagian besar responden sudah pernah mendengar tentang JKN. Proporsi kedua survei mencapai 77,9 persen dan 83,8 persen. Responden di Bali yang mengetahui prosedur penggunaan JKN sebanyak 43,2 persen, sementara proporsi paling tinggi di Sulawesi Utara, mencapai 80,7 persen.
Sebagai pembanding, tingkat pengetahuan petugas pelayanan kesehatan cukup tinggi. Hampir seratus persen petugas medis dan administratif familiar dengan JKN. Tetapi ketika ditanyakan mengenai apakah ada perbedaan antara JKN dengan BPJS Kesehatan, hanya sekitar 65 persen responden dari kedua kelompok narasumber itu yang mengiyakan.
Dari segi layanan kespro, banyak responden belum familiar dengan layanan kespro yang dicakup JKN. Layanan kespro yang paling dikenal adalah pemeriksaan persalinan diikuti pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan dengan komplikasi, dan beberapa indikator lain.
Mengenai jenis layanan kespro yang dicakup JKN, persalinan adalah jenis layanan kespro yang paling banyak diakses responden. Sebanyak 33,6 persen pada 2015 dan 32 persen pada 2016. Adapun layanan kespro lain yang diketahui antara lain periksa kehamilan, periksa persalinan, kespro remaja, pemeriksaan infeksi saluran reproduksi (ISR) atau penyakit menular seksual (PMS), persalinan dengan komplikasi, pelayanan pasca persalinan, pelayanan KB, aborsi, HIV/AIDS, skrining kanker, pengobatan tumor atau kanker dan pelayanan kemandulan.
Namun, ada satu layanan yang sebenarnya tidak dicakup BPJS Kesehatan yaitu layanan kemandulan. Pada survei tahun lalu disisipkan pertanyaan terkait apakah pelayanan kemandulan ini perlu dicakup. Sebanyak 30,7 persen responden menjawab “ya”.
Dalam layanan persalinan yang dicakup JKN, responden kemudian ditanya lagi apa saja layanan yang diberikan. Hasilnya, pada tahun lalu, konsultasi dokter memiliki proporsi tertinggi yaitu 22,8 persen. Adapun ada survei kedua, layanan imunisasi TT memiliki proporsi paling tinggi yaitu sebesar 47,1 persen. Indikator lain adalah pemberian vitamin atau mineral, pemeriksaan lab dan komplikasi.
Variabel lain yang diukur adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang KB yang dicakup BPJS Kesehatan. Proporsi paling tinggi pada survei pertama adalah KB suntik 40,9 persen dan pada survei kedua 2016 79,5 persen. Jenis KB lain yang disebutkan KB susuk, pemasangan IUD, pelayanan komplikasi, tubektomi, vasektomi dan pelayanan gagal KB.
Mengenai tentang tempat mengakses layanan JKN, paling banyak adalah rumah sakit pemerintah, sebesar 75,5 persen pada 2015 dan 62,2 persen pada 2016. Masyarakat masih menganggap layanan ini sama dengan layanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), hanya bisa diakses di rumah sakit pemerintah.
Belum banyak yang tahu bahwa JKN bisa dimanfaatkan dengan dokter atau bidan praktik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
Ketidaktahuan prosedur pendaftaran pula yang menjadi alasan sebagian responden (43 persen) sehingga tidak mendaftar JKN. Alasan lain kenapa tidak ikut JKN adalah pelayanan kurang baik, sudah ada asuransi dan tidak bisa membayar premi.
Dari responden peserta JKN, diukur juga layanan kespro yang pernah dimanfaatkan dan kepuasan peserta. Sebagian besar layanan yang dimanfaatkan adalah pelayanan kehamilan dan persalinan. Layanan pasca persalinan dan KB menempati tertinggi berikutnya.
Masih sedikit yang menggunakan JKN untuk pelayanan IMS dan HIV/AIDS, pelayanan kespro remaja, pelayanan kanker payudara dan pelayanan deteksi kanker leher rahim. Kepuasan rata-rata responden lebih dari 50 persen untuk layanan kehamilan, persalinan, pasca persalinan dan KB.
Sedikit yang Mengadu
Hal lain yang diukur adalah indikator kepuasan terhadap layanan. Misalnya, biaya tambahan, perbedaan layanan serta layanan keluhan.
Ada beberapa hal yang menjadi keluhan pengguna JKN. Pada survei pertama, dari 821 responden yang memanfaatkan JKN, sebanyak 24,4 persen memiliki keluhan terhadap pelayanan. Hanya 16,9 persen yang mengaku tahu bagaimana mengajukan keluhan dan hanya 2,9 persen yang pernah mengadu.
Adapun pada 2016 dari 826 responden yang memanfaatkan JKN, 24,7 persen memiliki keluhan terhadap pelayanan yang diberikan. Hanya 9,1 persen yang tahu bagaimana mengajukan keluhan dan hanya 4 persen yang pernah mengadu.
Terlihat bahwa sangat sedikit responden pengguna JKN yang pernah mengadu. Mereka yang mengadu antara lain menyampaikannya melalui telepon, hotline, atau SMS. Mekanisme keluhan yang lain yaitu pertemuan rutin, email, media, faskes, Dinkes, Organisasi Profesi, lainnya.
Tak hanya di kalangan pengguna, di pihak pemberi layanan pun mengaku menghadapi beberapa masalah.
Masalah yang sering muncul dari layanan JKN yaitu selalu terjadi perubahan dalam prosedur, bertambahnya tugas, rujukan rumit, kurang sosialisasi, klaim terlambat, dan proses pendaftaran untuk perusahaan lama. Pada survei kedua masalah yang muncul yaitu terlalu memanjakan masyarakat, tingkat pemahaman kurang, tidak ada sosialisasi, server sering error, sistem pembayaran tidak sesuai dengan beban kerja, rujukan susah, klaim tidak bisa dicairkan.
Toh, meskipun masih banyak masalah, sejauh ini mereka masih setuju dengan kebijakan JKN. Ini dibuktikan dari hasil penelitian sebanyak 92,8 persen petugas medis dan petugas administratif masih SETUJU dengan kebijakan ini. Sedangkan pada survei kedua 88,1 persen petugas medis dan 95,7 persen petugas administratif SETUJU dengan kebijakan ini. [b]