Memadukan puisi dengan musik jarang terdengar di kalangan sastra Bali.
Kolaborasi sedemikian rupa menarik disimak. Ranah puisi umumnya sebatas baca puisi. Maka, pertunjukan karya puisi dipadukan dengan kesenian lain pun menarik perhatian dan bahkan menakjubkan.
Pasalnya, garapan musikalitas puisi diimbangi tari kontemporer dan teater menjadi cerminan sebuah kreativitas tanpa batas dalam berekspresi.
Muka lusuh dan sangar sastawan saat menyuguhkan performance art berbanding berbalik dengan karya sastra mutakhir yang membahana.
Mereka sempat dua kali pemeriksaan di bandara namun bisa lolos. “Maklum saja tampilan kita beda dari biasanya,” ketua Ane Matahari Komunitas Sastra Kalimalang (KSK) Kota Bekasi.
Tampil diJati Jagat Kampung Puisi, Renon, Denpasar menjadi kesenangan tersendiri bagi mereka. “Mendengar kata Bali saja sudah tak terbayangkan keindahan di dalamnya. Rasa sumringah dan takjub kebesaran nama Bali,” kata Ane.
Batin lega ketika melampiaskan gejolak diri ke ranah berkesenian khususnya musikalitas puisi.
Ane menceritakan komunitasnya berdiri sejak lima tahun lalu. Seperti kelompok lain, keretakan dan gesekan baik internal maupun eksternal sempat melanda. Namun, kegigihan dan tanggung jawab sebagai sastrawan menguatkan diri berkarya.
Kepekaan setiap personel menyimak isu lingkungan daerah Sungai Kalimalang menginspirasi mereka untuk menelurkan karya. Personel satu dengan lainya memiliki kemampuan berbeda. Begitu juga latar belakang mereka. Ada salah satu personel ngamen melalui puisi.
Ane mengakui kemampuan sastra mereka tidak sekelas WS Rendra atau sastrawan terkenal lainnya. Namun karya mereka layak dikonsumsi pecinta sastra. Ane tidak mengubah bait karya temannya menandakan memberikan ruang gerak berekspresi.
KSK melalang buana menjelajah negeri melalui sastra khas mereka. Setiap tempat memberikan kesan wah.
Sastra buat Ane sebuah gayung bersambut silaturahmi tali persaudaraan. Membangun kantenan orang baru khususnya pecinta sastra.
Walaupun hujan menyambut KSK tidak hentinya terus mengkobarkan semangat sastra. Dua kali terhenti karena hujan terakhirnya panggung dipindahkan. Adrenalin suasan tetap hangat meski diselimuti dinginnya hujan. Diskusi sastra sekali diselingi baca puisi.
KSK, menurut sastrawan Bali I Wayan Jengki Sunarta, mengusung semangat seni penyadaran, seni untuk terapi, seperti yang diterapkan ke anak-anak jalanan, preman, atau manusia yang dianggap sampah masyarakat.
Mereka langsung turun ke lapangan memeriksa keadaan, mendampingi mereka untuk berkesenian sehingga kesenian masuk ke lubuk hati mereka. Dari sini KSK telah terlibat dalam membangun karakter bangsa lewat kesenian.
“Apa yang didiskusikan ini penting bagi generasi muda di Bali dalam memaknai kesenian. Bahwa berkesenian bukan hanya soal ekspresi batin, namun bagaimana kesenian bisa menjadi penyadaran dan terapi,” ujarnya.
“Hal itu bisa diterapkan di mana kondisi bali yang seperti kita ketahui bersama, penuh dengan berbagai permasalahan sosial, budaya, ekologi,” ucap penulis novel Magening ini. [b]