Jalan-jalan ke tengah Alas Mertajati Adat Dalem Tamblingan, ada banyak pohon-pohon besar yang ditemui. Salah satunya pohon dari marga Gluta bernama Ingas. Dikenal dengan sebutan Lateng dalam bahasa bali. Menjadi salah satu maskot Alas Mertajati, Tamblingan, Lateng memiliki beberapa cerita unik bagi warga setempat.
Ketika kita mendengar nama Lateng, sudah pasti identik dengan tanaman yang daunnya dapat menyebabkan rasa gatal dan panas seperti terbakar. Namun, bagi masyarakat adat Dalem Tamblingan, tanaman ini justru menjadi salah satu yang wajib ada di Alas Mertajati, Tamblingan. Dikenal sebagai tanaman penyimpan air yang baik. Lateng menjadi indikator bahwa daerahnya hidup terdapat air yang melimpah. Begitu juga bagi Tamblingan, jika Lateng tidak maka bisa jadi pertanda ancaman bagi keberadaan danau terkecil di Bali ini.
Pemandu lokal treking Alas Mertajati, I Ketut Basma menyebut Lateng terhitung masih banyak di hutan atas Danau Tamblingan itu. “Hampir di setiap 10 meter ada tumbuh terutama jenis tembesi,” katanya.
Lateng yang merupakan tumbuhan hutan perdu. Jenis tumbuhan berkayu yang memiliki cabang-cabang yang sangat banyak. Basma dan masyarakat Adat Dalem Tamblingan lainnya pernah mendata pohon-pohon yang ada di Alas Mertajati. Alhasil, di alas mertejati ada tumbuh 4 jenis Lateng.
Pertama, Lateng Kau memiliki ciri tumbuh perdu, daun sedikit berduri. Kalau kontak dengan kulit dapat menyebabkan iritasi gatal hingga 3 hari. Kedua, jenis Lateng Kebyar tumbuh seukuran perdu atau ground cover, daun berbulu. Jika terkena kulit langsung terasa menyengat. Biasanya masyarakat setempat menyebutkan sensasi menyengatnya seperti mekebyar seperti namanya. Bisa menyebabkan iritasi beberapa jam.
Ketiga, jenis Lateng Kidang. Lateng berukuran pohon dengan maksimal bisa tumbuh setinggi 6 meter. Daun seperti daun karet berbulu. Jika tersentuh bisa menyebabkan iritasi lebih dari 3 hari hingga demam. Keempat, Lateng Tembesi. Lateng terbesar dibanding jenis yang lain. Ukuran pohon besar, tingginya bisa sampai di atas 10 m. Ciri khas daunnya lebar seperti daun jati. kalau tersentuh iritasi lebih seminggu dan menyebabkan demam.
“Tapi semua jenis lateng ini tidak terlalu berbahaya,” Basma menegaskan..
Menyoal cara konservasi, ciri khas Lateng yang memiliki kesaktian membuat orang gatal menyebabkan ia mudah tumbuh secara bebas. Tak ada predator yang terlalu mengancam keberadaannya. Tidak perlu dijaga intensif karena hampir tidak ada hama dan tak ada yang menebangnya. Selain itu, jenis kayunya yang tak cocok untuk bangunan melindungi pohon ini dari pemburu kayu hutan.
Dari semua hal-hal identik tentang Lateng, ada satu hal yang tak lagi ditemukan Basma dari fungsi pohon Lateng ini. Di masa lalu, Lateng juga berfungsi sebagai obat penurun demam. Dengan cara mencari air di akarnya.
“Dalam Bahasa Balinya kami menyebut nuakin. Memotong akarnya agar keluar air. Akar yang menghadap ke arah pohon akan dikasi wadah untuk menampung air. Biasanya akar dipotong sore hari. Lalu besok pagi, sebelum matahari terbit air dalam wadah itu diambil,” jelas Basma.
Lateng yang dituakin adalah jenis Lateng Kidang. Menurutnya nuakin tidak akan menyebabkan pohon Lateng mati. Sebab untuk mencari airnya yang dipotong hanya salah satu akar kecil. Paling besar sekitar ukuran jempol tangan. Sayangnya kebiasaan ini sudah jarang diteruskan generasi sekarang.
“Anak saya yang sulung sewaktu bayi sampai umur 5 tahun sering diberikan tuak lateng ketika ada gejala panas dalam. Apalagi ketika bibirnya jampi (sariawan),” cerita Basma.
Hal yang sama tak berfungsi ketika diberikan anak keduanya. Ia menduga sudah tidak cocok lagi dengan pertumbuhan anak sekarang. Namun, terbaru generasi cucunya sempat diberikan tuak lateng, masih mujarab. Menurut Basma kebiasaan nuakin Lateng semakin jarang ditemukan, sebab sekarang sudah banyak minuman-minuman praktis. Sehingga kebiasaan ini semakin langka.
Lateng, selain menyimpan cadangan air, juga jadi benteng hutan karena dihindari penebang dan penjelajah pohon. Inilah salah satu pohon unik dari Bali. Sudah pernah coba memegang daun lateng?
Karangan mantap! Suksuma telah berbagi!