
Di Desa Serangan tersembunyi kios kecil yang mewadahi kreativitas sejumlah anak muda. Pekan Iklim Bali mengajak kami mengunjungi kios tersebut pada 27 Agustus 2025 sebagai rangkaian jelajah inovasi.
Kegiatan dimulai dengan makan bersama. Sejumlah makanan laut dihidangkan. Rumah makan yang menghadap ke laut itu dengan cepat penuh oleh keramaian. Perut kenyang, kami pun memulai perjalanan di bawah terik sinar matahari.
Jelajah inovasi hari itu menengok inovasi akar rumput yang diinisiasi oleh Fab Lab Bali, bagian dari Culture Art Science Technology (CAST) Foundation. Tafia, salah satu tim Fab Lab Bali membagikan alat berupa tabung dan capitan. Alat tersebut ternyata digunakan untuk mengumpulkan benda-benda kecil yang kami lihat selama perjalanan menuju Balai Banjar Dukuh, Desa Serangan.
Perjalanan yang sangat singkat dari rumah makan ke Balai Banjar Dukuh kami habiskan untuk mencari benda-benda kecil. Ada yang mengambil bunga, daun, dan rampe di canang. Meski belum tahu akan membuat apa dengan benda-benda tersebut, beberapa peserta terlihat semangat mengumpulkan benda-benda yang jarang ditemui.
Tiba di Balai Banjar Dukuh, kami melihat sebuah tenda kecil yang berisi benda-benda yang belum pernah kami lihat. Rasa penasaran pun muncul, tetapi harus ditahan sebentar. Di Balai Banjar Dukuh, kami disambut beberapa orang yang tampak seperti masyarakat sekitar.
Tomas Diez, Co-Founder Fab Lab Bali menjelaskan bahwa Fab Lab Bali tengah melakukan proyek Desa Hidrogen Hijau di Desa Serangan. “Kami berusaha untuk menggabungkan antara dua pendekatan, yaitu pendekatan yang bersifat sosial dan juga pendekatan yang bersifat technological,” ujar Tomas.
Proyek tersebut bekerja sama dengan komunitas lokal, yaitu Banjar Dukuh. “Kami berusaha untuk melihat ada potensi apa saja yang bisa dan program apa saja yang bisa dibantu untuk diselesaikan,” imbuh Tomas. Melalui Desa Hidrogen Hijau, Fab Lab Bali membuka akses teknologi agar bisa lebih dekat dengan masyarakat lokal.
Wayan Suwaka, Kepala Lingkungan Banjar Dukuh menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat Banjar Dukuh bekerja sebagai nelayan. “Kurang lebih 60% masih aktif nelayan,” ujar Suwaka. Selama melaut, Wayan mengaku ada kesulitan terkait teknologi.

Menurut Wayan, adanya proyek desa hidrogen hijau dari Fab Lab sangat membantu mengembangkan kemampuan anak muda di Banjar Dukuh terkait teknologi. Salah satu inovasi teknologi yang baru-baru ini dilakukan adalah pembuatan drone dari tusuk sate. Kegiatan itu menuai respons positif dari anak-anak. Drone yang harganya terbilang mahal dan hanya bisa dilihat di layar kaca, kini bisa dibuat sendiri oleh anak-anak Banjar Dukuh.
Kami pun diajak menyaksikan sendiri sejumlah teknologi yang dibuat Fab Lab Bali bersama masyarakat Banjar Dukuh. Semua benda yang ada di sana tampak asing, tak pernah saya lihat.
Salah satu teknologi yang dikembangkan adalah air quality sensor atau sensor kualitas udara. Ada pula kincir angin yang dapat menghasilkan energi. Kincir angin tersebut dibuat bersama anak-anak Banjar Dukuh. “Ini buat mengajarkan anak-anak soal renewable energy, tapi dalam konteks yang lebih reliable,” ujar salah satu tim Fab Lab Bali.
Inovasi teknologi lain yang tengah dikembangkan adalah membuat alat yang bisa menghasilkan hidrogen. Hidrogen merupakan unsur kimia yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Namun, unsur ini dapat digunakan sebagai sumber energi. Sayangnya, proses menghasilkan hidrogen biasanya sangat industrial atau dalam skala besar. Alat-alatnya pun terbilang mahal.
Di Desa Serangan, Fab Lab Bali membuat sebuah generator untuk menghasilkan hidrogen. Teknologi ini mengambil sumber air dengan unsur H2O. Air itu dipecah dengan sistem elektrolisis menjadi gas hidrogen dan oksigen. Hidrogen itu yang digunakan sebagai energi terbarukan.
Puas melihat-lihat inovasi teknologi, kami diajak praktik membuat mikroskop dari kertas. Biasanya, mikroskop hanya bisa didapatkan di laboratorium dengan harga yang cukup tinggi. Namun, Fab Lab Bali menyederhanakannya menjadi kecil dengan bentuk kertas, sehingga mudah di bawa ke mana-mana.
Duduk melingkar, masing-masing peserta diberikan kantong kecil yang berisi semacam kertas origami, kertas petunjuk, dan lensa kecil. Selama satu jam kami merakit mikroskop tersebut. Sejumlah peserta merasa kesulitan, tetapi tetap mengikuti praktik tersebut dengan cermat.
Benda-benda yang telah kami kumpulkan selama perjalanan dapat dilihat melalui mikroskop. Caranya mudah, hanya perlu memotong benda menjadi kecil agar bisa dilihat, kemudian meletakkannya di antara lensa mikroskop. Kami pun dapat melihat lebih dekat apa yang ada dalam benda yang kami ambil.
sydney pools agen judi bola cerutu4d situs slot kampung bet situs slot slot thailand