I Kadek Bobby Susila sehari-hari bekerja di bidang pariwisata.
Bobby salah satu staf hotel di kawasan Seminyak, Kuta Utara, Kabupaten Badung. Namun, meskipun bekerja di bidang pariwisata, Bobby tetap menolak rencana reklamasi Teluk Benoa.
“Kami belajar dari reklamasi Pulau Serangan pada tahun 1990-an. Akibat reklamasi tersebut, rumah kami kena luapan air laut. Padahal dulunya tidak pernah sama sekali,” kata anggota Sekaa Teruna Yowana Dharma Bhakti ini.
“Jika Teluk Benoa jadi direklamasi, pasti rumah kami akan kena luapan air laut lebih banyak lagi,” Bobby menambahkan.
Suwung Kauh berada di sisi selatan Denpasar. Daerah ini berada di sisi utara Teluk Benoa yang menurut rencana akan direklamasi untuk pembangunan kompleks fasilitas pariwisata mewah dan terpadu oleh PT Tirta Wahana Bali International (PT TWBI). Menurut investor, fasilitas baru ini serupa di Dubai atau Singapura.
Rencana inilah yang membuat Bobby heran. “Bali sudah memiliki kekayaan alam dan budaya untuk pariwisata. Kenapa kita harus meniru Dubai dan Singapura? Karena itu, kita harus tolak reklamasi,” teriak Bobby.
Sabtu lalu, Bobby bergabung dalam sekitar 1.500 orang peserta aksi Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI). Tak hanya bergabung dalam massa, dia juga berorasi ketika massa berhenti di depan kantor Gubernur Bali di Renon, Denpasar.
“Apa yang akan terjadi kalau Teluk Benoa akan direklamasi, kemana air itu mengalir? Apakah mungkin ke Kantor Gubernur? Ataukah mungkin ke rumah Bapak SBY? Reklamasi akan merugikan Bali. Karena itu kita harus menolaknya,” teriak Bobby yang berbaju putih berisi tulisan Bali Tolak Reklamasi di depan massa.
Penolakan Bobby ini bisa mewakili para warga di daerah Suwung Kauh. Bahkan, 17 banjar di Desa Pemogan pun telah sepakat menolak rencana reklamasi Teluk Benoa.
“Harapan kami kepada Presiden terpilih Jokowi supaya mendengar aspirasi masyarakat di Bali. Ini bukan lagi masalah di Tanjung Benoa, bukan lagi masalah warga di sana. Ini juga menjadi masalah global di Bali. Semoga beliau mendengar riak-riak di bawah. Mau kita, Perpres dibatalkan dan reklamasi tidak pernah terjadi,” tegasnya.
Tak hanya Bobby dan pemuda dari Banjar Suwung Kauh yang ikut aksi ForBALI hari ini. Ada pula mahasiswa, masyarakat adat, musisi, aktivis, dan ribuan orang lain yang bergabung.
Sejak pukul 9 pagi, mereka berkumpul di parkir timur Lapangan Renon yang juga civic centre atau pusat kantor pemerintahan Bali ini. Massa kembali turun ke jalan menggelar aksi damai menolak rencana reklamasi Teluk Benoa dan menuntut pembatalan Perpres No. 51 Tahun 2014.
Dari sisi timur, massa bergerak mengelilingi lapangan yang sehari-hari dipakai olah raga dan bersantai oleh warga ini. Mereka berbaris dalam empat banjar berjalan dengan membawa aneka poster berisi tuntutan.
Di depan Museum Bajra Sandhi, di mana terdapat museum perjuangan rakyat Bali melawan penjajah, massa berhenti. Lokasi ini juga persis berada di depan Bank Artha Graha milik taipan Tomy Winata yang juga investor PT TWBI. Satu per satu massa berorasi.
Aksi damai ini disambut antusias sejumlah siswa sekolah dasar (SD) yang tengah berkunjung ke monumen Bajra Sandhi. Tanpa dikomando mereka langsung mendekati barisan ForBALI. Para siswa SD itu bahkan turut menyanyikan lagu Bali Tolak Reklamasi saat massa ForBALI berorasi di depan monumen.
Usai berorasi di depan monumen, massa ForBALI kembali bergerak menuju Kantor Gubernur Bali. Kendati kantor tutup dan hanya ada aparat kepolisian yang berjaga, tak menyurutkan niat mereka untuk menyatakan penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa.
Di depan kantor Gubernur Bali yang hari ini tutup, satu per satu perwakilan kelompok aksi juga menyampaikan aspirasi. Ketua BEM Universitas Hindu Indonesia (Unhi), Agus Saskara mengatakan, seluruh mahasiswa Unhi sudah menyatakan sikap menolak reklamasi. Pasalnya, rencana reklamasi Teluk Benoa hanya akan membuat Bali Selatan semakin padat. Dengan demikian, akan sulit terwujud pemerataan pembangunan yang bisa mensejahterakan seluruh masyarakat Bali.
“Makanya di sini perlu ada pembangunan yang merata di Bali agar masyarakat kerjanya tidak hanya di Bali Selatan. Ketika terjadi reklamasi, ini hanya untuk kepentingan investor bukan untuk kepentingan masyarakat Bali. Kita juga ingin menyampaikan pesan kepada Bapak Presiden agar mencabut Perpres 51 Tahun 2014,” ujarnya.
Koordinator Bali Tolak Reklamasi Kuta Perjuangan, Gung Jhon mempertanyakan sikap Gubernur yang menyatakan rencana reklamasi untuk pengembangan pariwisata. Padahal tanpa reklamasi, Bali sudah memiliki banyak potensi pariwisata. Pihaknya khawatir bila reklamasi berjalan, maka destinasi pariwisata yang sudah ada itu akan dianaktirikan.
“Kami di Kuta dengan ikon pariwisata internasional sudah banyak masalah seperti kriminalitas, sampah, dan macet. Kenapa bisa Gubernur Bali mengeluarkan pernyataan bahwa reklamasi Teluk Benoa untuk pengembangan pariwisata sedangkan potensi pariwisata yang sudah ada tidak dibenahi. Kalau mereka hanya mengembangkan, sedangkan potensi yang sudah ada ditinggalkan, itu bagi saya juga akan mengurangi pendapatan ke Kabupaten,” tandasnya.
Aksi ForBALI hari ini merupakan aksi ke sekian kalinya. Sebelumnya mereka sudah beraksi di beberapa tempat selain di depan kantor Gubernur Bali juga di Teluk Benoa, di Desa Jimbaran, di Desa Kelan, dan lain-lain. Dalam aksi-aksinya, massa menyampaikan tuntutan sama, agar reklamasi dibatalkan dan presiden, lama maupun yang terpilih, membatalkan Perpres No 51 tahun 2014 yang mengubah status kawasan Teluk Benoa dari semula sebagai kawasan lindung menjadi kawasan budi daya.
Humas aksi yang juga Direktur Walhi Bali Suriadi Darmoko mengatakan, aksi hari ini dilakukan khusus untuk menyambut kedatangan presiden terpilih Joko Widodo ke Bali. Hari ini, Jokowi bertemu dengan para aktivis 1998 yang mengadakan Pertemuan Nasional (Pena) Aktivis 1998 di Kuta.
Menurut Suriadi Darmoko Jokowi harus mendengar dan melihat penolakan terhadap proyek ambisius tersebut. “Kami berharap Jokowi mendengarkan aspirasi rakyat Bali dan mencabut Perpres Nomor 51 Tahun 2014 yang memuluskan rencana reklamasi di Teluk Benoa tersebut,” kata Suriadi.
Karena itulah, massa tetap berorasi di depan kantor Gubernur Bali meskipun ditutup hari ini. “Semoga suara kami di sini akan tetap didengarkan oleh Jokowi,” tambah Suriadi.
Tim ForBALI sendiri juga mengirimkan anggotanya ke pertemuan dengan Jokowi. Beberapa aktivis ForBALI yang juga mantan aktivis 1998 seperti Wayan Gendo Suardana dan Roberto Hutabarat ikut dalam pertemuan tersebut.
Namun, kata Gendo, mereka belum bisa menyampaikan aspirasi penolakan tersebut secara langsung kepada Jokowi karena situasinya tidak memungkinkan. “Kami belum bisa langsung menyampaikan. Tapi kami yakin Jokowi sudah mengetahui tuntutan kami,” ujar Gendo. [b]