ForBALI mengirim surat terbuka kepada dua Menteri Kabinet Kerja Jokowi-JK.
Tujuannya untuk mendesak Menteri Kelautan dan Perikanan, Kepala Bappenas, dan Presiden Jokowi agar menghentikan rencana reklamasi Teluk Benoa dengan membatalkan Perpres 51 Th 2014.
Surat tersebut bernomor 01/ForBALI/I/2015 kepada Menteri Kelautan Dan Perikanan serta surat nomor 02/ForBALI/XI/2015 kepada Menteri Perencanaan Pembangunana Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Surat terbuka tersebut dikirimkan hari ini melalui Kantor Pos Jalan Kamboja, Denpasar. Selain kepada dua kementerian tersebut, surat terbuka ditembuskan juga kepada Presiden, Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman, Menko Perekonomian dan juga Sekretaris Kabinet.
Surat terbuka ditandatangani Koordinator Umum ForBALI, Wayan Gendo Suardana.
Dalam surat itu ForBALI meminta secara khusus kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan segala bentuk rencana reklamasi Teluk Benoa Bali. Caranya dengan menghentikan seluruh proses perizinan yang berlangsung di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sedangkan Kepada Kepala Bappenas, ForBALI mendesak agar Bappenas menghapus rencana reklamasi Teluk Benoa dari perencanaan pembangunan nasional dan termasuk mencoret rencana tersebut dari skema Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
ForBALI juga mendesak dan menghentikan seluruh rencana reklamasi berkedok revitalisasi Teluk Benoa Bali.
Kepada dua kementerian tersebut ForBALI juga mendesak agar Menteri Kelautan dan Perikanan serta Kepala Bappenas mendorong Presiden Republik Indonesia agar membatalkan Perpres 51 Th 2014. Selanjutnya presiden diminta memberlakukan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan SARBAGITA.
ForBALI berharap pemerintah mendorong dan mewujudkan penerapan kebijakan-kebijakan konservasi di kawasan perairan Teluk Benoa Bali. Ini penting untuk mencapai tujuan-tujuan konservasi demi kelestarian keanekaharagaman hayati, terpeliharanya kebudayaan maritim, dan tercipta basis perekonomian maritim berbasis konservasi.
Selain mendesak untuk dihentikannya proses perizinan reklamasi Teluk Benoa, ForBALI juga memaparkan kondisi lingkungan Teluk Benoa. Menurut ForBALI yang di kutip dari hasil penelitian conservation international, kawasan perairan Teluk Benoa adalah kawasan ekosistem yang unik; kawasan ekosistem esturia dangkal, di mana sejumlah sungai (Tukad Punggawa, Tukad Balian, Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Soma, Tukad Mumbul dan Tukad Bulau) bermuara di perairan Teluk Benoa.
Kondisi esturia ini memiliki tipologi biota yang berbeda dengan perairan pantai dangkal lainnya. Di Teluk Benoa hidup sejumlah komunitas strategis, khususnya komunitas mangrove, padang lamun, makrozoobenthos dan komponen infauna dengan kelimpahan dan keanekaragaman yang tinggi.
Di Teluk Benoa juga masih lestari kelompok-kelompok nelayan yang menggantungkan hidup mereka dari tangkapan ikan di kawasan perairan sekitar Teluk Benoa. Sebuah tradisi unik masyarakat setempat, yakni mekekarang (mencari hasil laut saat laut surut), juga masih terjaga hingga kini. Sebuah tradisi yang mengidentifikasikan bahwa laut memiliki kaitan yang penting terhadap karakter budaya bangsa.
Di kawasan ini pula, ada banyak sektor jasa di bidang pariwisata yang dimiliki dan dikelola olah masyarakat lokal, yang telah terbukti dapat menghidupi berbagai jenjang generasi. Pada laut di sekitar Teluk Benoa mereka menggantungkan kehidupan, dengan demikian Teluk Benoa adalah “hidup” mereka.
Seluruh Pelosok
Sampai awal 2015 ini, rencana reklamasi Teluk Benoa juga di tolak oleh seluruh komponen masyarakat di seluruh pelosok kabupaten-kabupaten di Bali bahkan hingga mancanegara. Lebih dari 200 baliho didirikan oleh Desa Adat, Banjar Adat, STT (Sekeha Teruna Teruni – lembaga pemuda adat di Bali-) organisasi masyarakat, komunitas bahkan oleh ibu-ibu PKK untuk menolak reklamasi Teluk Benoa.
Penolakan tersebut juga diperkuat dengan hasil survey yang dilakukan oleh Kadek Dwita Apriani, Akademisi Sosial Politik Universitas Udayana. Dalam hasil survei tersebut ditemukan bahwa 64 persen responden tidak setuju dengan reklamasi Teluk Benoa, hanya 9 persen masyarakat Badung yang setuju reklamasi Teluk Benoa dan 27 persen tidak menjawab.
Responden usia muda yang dapat dikatakan membutuhkan lapangan pekerjaan, justru banyak yang menolak rencana Reklamasi ini.
Rencana reklamasi Teluk Benoa dengan cara mengurug laut seluas 700 hektar bertentangan dengan komitmen coral triangle initiative (CTI) dan bertentangan dengan komitmen untuk mewujudkan 20 juta hektar kawasan konservasi. Reklamasi Teluk Benoa juga bertentangan dengan komitmen Bapak Jokowi untuk mewujudkan Indonesia sebagai Negera Maritim. Rencana rekallamasi berkedok revitalisasi teluk benoa bertentangan dengan komitmen untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim.
“Fakta-fakta tersebut menjelaskan bahwa pemerintah harus segera mengambil tindakan untuk untuk segera menghentikan seluruh proses yang berkaitan dengan rencana reklamasi Teluk Benoa,” ujar Suriadi yang juga Direktur WALHI Bali. [b]