Mengenali ruang-ruang kreatif di Denpasar jadi perjalanan seru. Menemukan tempat untuk berkumpul atau sekadar bertukar cerita di pojok kota. Beberapa tempat publik disetting menjadi ruang kreatif. Salah satunya gedung yang terletak di pojok lapangan Lumintang Denpasar, gedung Dharma Negara Alaya (DNA) Art dan Creative Hub.
Dikelola bersama Dinas pariwisata UPTD pusat pelayanan ekonomi kreatif kelas A, (DNA) art dan creative hub bisa dimanfaatkan secara gratis. Ada 32 ruang yang bisa digunakan untuk membaca, berdiskusi, coffee shop hingga ruang teater.
“Biasanya yang menggunakan fasilitas di DNA ada17 subsektor. Mulai dari film, seni rupa, desain, kuliner, fashion, kriya, ilustrasi, dan digital. Subsektor ini berasal dari akademisi, bisnis komunitas, government, dan media,” kata I Wayan Hendaryana, kepala bidang pengembangan sumber daya pariwisata dan ekonomi kreatif.
Hendar menegaskan masyarakat kota bisa datang ke DNA untuk meramu program jadi realistis.
Prosesnya masyarakat kota bisa mengirim usulan proposal programnya. Lalu bersurat via email, atau lebih mudah diakses melalui akun Instagram Bekraf Denpasar. Proses pengusulan hingga mendapatkan keputusan bisa menggunakan fasilitas DNA selesai 2-3 hari.
“Nanti tim IT kami yang mengirim usulan itu ke tim kurator. Setelah dibahas mana yang bisa dilakukan dan tidak, kami akan menyampaikan ke pengusul hasil bahasannya. Kalau sudah disetujui bisa bertemu langsung dan booking tempat di DNA,” jelasnya.
Menggunakan Fasilitas DNA Lebih Jauh
Gedung DNA terletak di persimpangan kota yang mudah terakses, bisa menjadi tempat meramu ide. Mulai dari ngobrol santai hingga merumuskan ide menjadi sebuah kegiatan. Jika ada teman-teman yang ingin membuat acara atau memiliki ide bisnis, bisa membahas bersama Hendar di DNA. Kemudian merealisasikan menjadi kegiatan atau usaha nyata.
Pandemi memacu menjamurnya para usahawan rumahan. Termasuk muncul karya-karya kreatif anak muda meningkat. Ragam usaha kreatif yang terpencar didata Badan Ekonomi Kreatif Denpasar. Kemudian menyelami lebih jauh tentang ide yang para komunitas ramu. Dengan memfasilitasi ide itu, Bkraf sering membuat kelas dan coaching clinic untuk mendampingi pengembangan ide itu.
Para komunitas atau pelaku 17 subsektor yang memiliki ide bisa secara aktif membahas program yang dikembangkan. Sehingga, Bkraf bisa mengetahui keperluan yang dibutuhkan para komunitas.
“Melalui kelas dan coaching clinic kita bisa memahami lebih jauh tentang kebutuhan para pengembang umkm ini. Seperti tahun kemarin, banyak yang membutuhkan bantuan permodalan sehingga ketika kelas kita datangkan para perbankan. Sehingga dipermudah mengakses modal,” cerita Hendar.
Biasanya para pelaku usaha atau komunitas akan dikumpulkan dalam satu subsektor yang sama. Setelah mendata apa yang menjadi persoalan bersama dalam satu subsektor itu, maka akan difasilitasi dengan dihubungkan pihak terkait.
Sejak 2020 hingga awal 2022, Bekraf mendata ada 4930 UMKM yang pernah mengikuti pelatihan di DNA. Selama lebih dari 2 tahun itu, Hendar meninjau banyak ide usaha di Bali yang berkembang. Ia melihat pola, bahwa ide yang dikembangkan di Bali adalah ide musiman.
“Misal ada yang membuka usaha cuci baju, semua ingin membuka usaha cuci baju,” Hendar memberi contoh.
Pola ini bisa mempengaruhi perkembangan daya saing dan kreativitas masyarakat di Bali. Meski sudah mulai banyak yang memiliki ide usaha, menurut Hendar calon pelaku usaha yang mengikuti pelatihan di DNA masih sedikit berbasis teknologi digital.
Padahal menurutnya, para pelaku UMKM yang berbasis digital tidak perlu memikirkan tempat lagi untuk mengembangkan usahanya. Hanya saja tantangannya, adalah bisa mencari investor sehingga melancarkan pengembangannya.
“Kalau UMKM konvensional harus sewa tempat. semakin banyak tempat baru bisa lebih banyak juga keberlangsungan bisnisnya,” tambah Hendar.