Oleh I Nyoman Payuyasa
Korupsi lagi, korupsi lagi. Sepertinya, kabar tentang korupsi bukan hal mengejutkan dan bukan hal biasa. Anak muda, khususnya mahasiswa tidak menganggap korupsi sebagai hal penting lagi. “Sudah biasa”, “Ah, bosan dengar pejabat setiap hari ditangkap”, begitulah kalimat-kalimat yang biasa terlontar dari mahasiswa ketika ada yang menyinggung tentang perilaku korup di negeri ini.
Anak muda, khususnya mahasiswa antipati, cenderung berpikir bahwa korupsi akan menjadi budaya di Indonesia, lambat laun. Perspektif seperti ini tentu tidak bisa dibiarkan atau diendapkan lebih lama. Anak muda Indonesia harus memandang bahwa korupsi bukan sebagai budaya atau akan menjadi budaya. Korupsi harus diperangi, seperti terorisme, narkoba, kejahatan seksual, sama seperti kejahatan yang bisa memecah belah bangsa ini.
Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Per 30 Juni 2017, pada 2017 KPK melakukan penanganan tindak pidana korupsi dengan rincian: penyelidikan 48 perkara, penyidikan 51 perkara, penuntutan 41 perkara, inkracht 40 perkara, dan eksekusi 40 perkara. Dan total penanganan perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2004-2017 adalah penyelidikan 896 perkara, penyidikan 618 perkara, penuntutan 506 perkara, inkracht 428 perkara, dan eksekusi 454 perkara.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut, sekitar 71 orang yang berada dalam rentang usia 31 hingga 40 tahun diproses hukum oleh KPK karena kasus korupsi.Data tersebut dari total perkara yang diproses KPK sejak 2003 hingga akhir 2016. Menjadi pekerjaan rumah yang berat juga kenapa anak-anak muda, darah-darah muda yang diharapkan menjadi aktor perubahan di masing-masing institusi kemudian terjebak, atau menjadi bagian atau pelaku tindak pidana korupsi itu sendiri.
Apa yang bisa diharapkan bangsa ini ketika anak mudanya justru mudah terjerat rayuan, kemilau harta, juga kedudukan yang goyah?
Pemuda dan tindak korupsi harus segera dipisahkan. Ini masalah serius, penting, dan mendesak. Mereka harus disadarkan sejak dini untuk mencegah bibit-bibit membudayakan perilaku korupsi dimanapun, baik saat kuliah, maupun bekerja. Pemuda khususnya mahasiswa adalah aset paling menentukan kondisi zaman tersebut dimasa depan. Mahasiswa salah satu bagian dari gerakan pemuda.
Peran penting mahasiswa tersebut tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang mereka miliki, yaitu: intelektualitas, jiwa muda dan idealisme. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini.
Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa ini telah terbukti mahasiswa berperan penting sebagai agen perubahan (agent of change). Faktanya fenomena korupsi selalu tidak berhenti menggrogoti negeri kita, korupsi merupakan kejahatan yang bukan hanya merugikan negara tetapi juga masyarakat. Artinya keadilan dan kesejahteraan masyarakat sudah mulai terancam.
Maka saatnya mahasiswa sadar dan bertindak. Hal ini terutama dimulai dari kesadaran masing-masing mahasiswa yaitu menanamkan kepada diri mereka sendiri bahwa mereka tidak boleh melakukan tindakan korupsi walaupun itu hanya tindakan sederhana, misalnya terlambat datang ke kampus, menitipkan absen kepada teman jika tidak masuk atau memberikan uang suap kepada para pihak pengurus beasiswa dan macam-macam tindakan lainnya.
Memang hal tersebut kelihatan sepele tetapi berdampak fatal pada pola pikir dan dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan bahkan yang lebih parah adalah menjadi sebuah karakter. Selain kesadaran pada masing-masing mahasiswa, mereka juga harus memperhatikan kebijakan internal kampus agar dikritisi sehingga tidak memberikan peluang kepada pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan melalui korupsi. Misalnya ketika penerimaan mahasiswa baru mengenai biaya yang diestimasikan dari pihak kampus kepada calon mahasiswa maka perlu bagi mahasiswa untuk mempertanyakan dan menuntut sebuah transparasi dan jaminan yang jelas dan hal lainnya. Jadi posisi mahasiswa di sini adalah sebagai pengontrol kebijakan internal universitas.
Berawal dari kegiatan-kegiatan sederhana di lingkungan terdekat seseorang, perilaku korupsi bisa dicegah sedini mungkin. Budaya takut, disiplin, dan bertanggung jawab merupakan tugas penting untuk kembali dibangkitkan di tengah tontonan yang tidak mendidik di masyarakat dengan banyaknya elite politik yang justru tertangkap, terjerat, bahkan tidak jarang mereka lantas menjadi jera.
Pendidikan antikorupsi adalah program pendidikan tentang korupsi yang bertujuan untuk membangun dan meningkatkan kepedulian warganegara terhadap bahaya dan akibat dari tindakan korupsi. Target utama pendidikan anti korupsi adalah memperkenalkan fenomena korupsi yang mencakup kriteria, penyebab dan akibatnya, meningkatkan sikap tidak toleran terhadap tindakan korupsi, menunjukan berbagai kemungkinan usaha untuk melawan korupsi serta berkontribusi terhadap standar yang ditetapkan sebelumnya seperti mewujudkan nilai-nilai dan kapasitas untuk menentang korupsi dikalangan generasi muda.
Pendidikan anti korupsi bukanlah seperangkat aturan perilaku yang dibuat oleh seseorang dan harus diikuti oleh orang lain. Sebagaimana halnya dengan kejahatan lainnya, korupsi juga merupakan sebuah pilihan yang bisa dilakukan atau dihindari. Karena itu pendidikan pada dasarnya adalah mengkondisikan agar perilaku siswa sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Agar perilaku tersebut dapat menjadi karakter siswa, maka beberapa langkah bisa dilakukan dalam pendidikan antikorupsi.
Pertama, melatih siswa untuk menentukan pilihan perilakunya. Untuk itu siswa harus diberi tahu tentang hak, kewajiban dan konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya. Jika dalam diskusi siswa mengemukakan pilihannya terhadap sesuatu maka guru bisa memberikan beberapa alternatif lain, misalnya untuk mendapatkan nilai bagus banyak cara yang bisa dilakukan.
Berdasarkan alternatif pilihan tersebut siswa bisa menentukan mana yang baik atau yang buruk. Jika siswa mampu memutuskan sendiri berdasarkan pilihan yang dibuatnya, maka mereka juga berani mengatakan tidak atau ya terhadap sesuatu.
Kedua, memberi siswa kesempatan untuk mengembangkan pemahaman yang luas dengan menciptakan situasi yang fleksibel dimana siswa bisa berkerjasama, berbagi, dan memperoleh bimbingan yang diperlukan dari guru. Karena itu kegiatan dalam menganalisis kasus, diskusi, bermain peran atau wawancara siswa merupakan situasi yang akan mengembangkan karakter antikorupsi pada diri siswa.
Ketiga, tidak begitu terfokus pada temuan fakta seperti, berapa persen PNS yang terlibat korupsi, berapa banyak uang Negara yang hilang dikorupsi pertahun atau berapa hukuman yang tepat untuk pelaku korupsi dsb. Hal itu juga penting tetapi yang lebih penting adalah bagaimana membantu siswa menemukan sumber informasi, seperti bagaimana dan dengan cara apa informasi bisa dikumpulkan, seberapa penting informasi yang didapat, pengetahuan apa yang bisa diandalkan, dan posisi apa yang harus dipilih dsb.
Siswa diminta untuk menganalisis posisi yang diambilnya, menyatakan pilihanya dan mengapa posisi lain tidak diambil. Dengan melatih siswa menggunakan tehnik berpikir kritis pertanyaan tersebut akan dapat dijawabnya.
Keempat, melibatkan siswa dalam berbagai aktivitas sosial disekolah dan di lingkungannya. Ini ditujukan untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan respek pada orang lain dalam rangka melatih mereka untuk berbagi tanggung jawab sosial dimana mereka tinggal. Bukan berarti karakter lain tidak penting tetapi dengan mengemukakan rasa tanggung jawab dan respek pada orang lain akan mengurangi rasa egoisme dan mementingkan diri sendiri yang pada umumnya banyak dimiliki para koruptor.
Di samping semua itu, kembali pada jati diri yaitu kearifan lokal Bali, di mana ada konsep asta bratha akan membebaskan pemuda pemudi Bali ketika nanti memimpin untuk terhindar dari tindak pidana korupsi. “Jadi pengusaha, jangan menipu, Jadi pemimpin jangan korupsi” inilah yang harus digaungkan remaja untuk menjadi pribadi yang lebih berkarakter.
Kepemimpinan atau leadership secara umum merupakan perilaku yang memengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok, untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik–baiknya serta dituntut untuk kerjasama yang baik sehingga dapat mencapai tujuan organisasi yang diinginkan. Kepemimpinan menurut Hindu sangat banyak dibahas dalam cerita-cerita Hindu salah satunya dalam Manawadharmasastra dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus menanamkan delapan sifat dewa di dalam dirinya yang disebut Asta Brata.
Asta Brata artinya delapan ajaran utama tentang kepemimpinan yg merupakan petunjuk Sri Rama kepada Bharata (adiknya) yg akan dinobatkan menjadi raja Ayodya. Asta Brata disimbulkan dengan sifat-sifat dari alam semesta yang patut dijadikan pedoman bagi setiap Pemimpin yaitu:
1. INDRA BRATA: seorang pemimpin hendaknya seperti hujan yaitu senantiasa mengusahakan kemakmuran bagi rakyatnya dan dalam setiap tindakannya membawa kesejukan dan penuh kewibawaan.
2. YAMA BRATA: seorang pemimpin hendaknya meneladani sifat-sifat Dewa Yama yaitu berani menegakan keadilan menurut hukum atau peraturan yg berlaku demi mengayomi masyarakat.
3. SURYA BRATA: seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti Matahari (surya) yg mampu memberikan semangat dan kekuatan pada kehidupan yg penuh dinamika dan sebagai sumber energi.
4. CANDRA BRATA: seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti bulan yaitu mampu memberikan penerangan bagi rakyatnya yg berada dalam kegelapan/kebodohan dg menampilkan wajah yg penuh kesejukan dan penuh simpati shg masyarakatnya merasa tenteram dan hidup nyaman.
5. BAYU BRATA: seorang pemimpin hendaknya ibarat angin (Maruta), senantiasa berada ditengah-tengah masyarakatnya, memberikan kesegaran dan selalu turun ke bawah untuk mengenal denyut kehidupan masyarakat yg dipimpinnya.
6. KUWERA BRATA = Pemimpin hendaknya harus bijaksana mempergunakan dana atau uang serta selalu ada hasrat untuk mensejahtrakan masyarakat dan tidak menjadi pemboros yang akirnya dapat merugikan Negara dan Masyarakat.
7. BARUNA BRATA: seorang pemimpin hendaknya bersifat seperti samudra yaitu memiliki wawasan yg luas, mampu mengatasi setiap gejolak dengan baik, penuh kearifan dan kebijaksanaan.
8. AGNI BRATA: seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia dari api yaitu mendorong masyarakatnya untuk berpartisipasi dalam pembangunan, tetap teguh dan tegak dalam prinsip dan menindak/menghanguskan yg bersalah tanpa pilih kasih.
Kepemimpinan dalam Hindu merupakan hal yang sangat terkait dengan etika. Sifat dan sikap yang dimiliki seorang pemimpin merupakan penentu berhasil atau tidaknya seorang pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahan. Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Hindu Bali ini sangat positif untuk membendung perilaku korupsi baik dalam kepemimpinan di kampus maupun ketika terjun di masyarakat.
Dengan meneladani sikap-sikap kepemimpinan dalam asta bratha ini diupayakan bermunculan tokoh-tokoh muda yang peduli bagaimana memimpin yang baik tanpa mengeruk harta sebanyak-banyaknya. Menjadi pejabat hakikatnya menjadi pelayan. Siap dicaci, dimaki, namun tak lupa membenahi.
Kita hanya bisa menunggu, siapa dan berapa koruptor “apes” lainnya yang akan terciduk, atau seberapa banyak orang yang bisa menjadi pejabat yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Pejabat yang belum selesai dengan dirinya sendiri jangan dianggap remeh. Jangan sampai saking seringnya, saking banyaknya, anak cucu akhirnya menganggap korupsi adalah hal wajar untuk dilakukan dan biasa terjadi.
Ingat di tengah pusaran kegelapan, kejahatan kerap dimaklumi sebagai kewajaran. [b]
Catatan:
Artikel ini merupakan peserta dalam lomba esai antikorupsi yang diadakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan AJI Denpasar dalam rangka Festival Antikorupsi Bali 2017.