Halo pembaca. Perkenalkan namaku I Gede Satria Langgeng Asmara. Aku memiliki nama kecil atau nama panggilan Dede. Aku lahir pada 3 Desember tahun 1993. Aku terlahir dari pasangan keluarga yang sederhana. Aku adalah penyandang difabel sensorik netra. Aku mengalami tunanetra sejak kecil. Kata orang tuaku, Aku sudah tidak dapat melihat dari lahir.
Ketika aku berusia 3 bulan. Aku sempat dibawa ke dokter mata untuk menjalani pemeriksaan. Kata dokter, mataku ini sudah tak dapat diperbaiki lagi. Karena sistem syaraf pada mata sudah tak berfungsi. Jika operasi dilakukan, maka mataku akan menjadi semakin rusak.
Masa kecilku dulu sangat berwarna. Banyak kisah yang membuatku tertawa, bahkan sedih. Terkadang, ketika aku mengingatnya, rasanya seperti kembali ke masa lalu.
Ketika usiaku menginjak 2 tahun, aku banyak mendapatkan hal baru, di antaranya, aku mulai bisa berjalan, beradaptasi dengan lingkunganku, dan bermain bersama teman sebaya.
Aku senang, karena mereka teman-temanku sudah mengerti tentang keadaanku. Bahkan kalau aku ceritakan ini ke teman-teman sesama difabel netra, mereka kadang merasa iri padaku.
Di usia tersebut, aku juga mulai mengenal music dan mainan-mainan yang mengandung suara.Oh ya. Aku juga memiliki hobi. Di antaranya bermain music, traveling, dan menulis. Aku paling suka menulis cerita pendek, serta geonarasi seperti ini.
Aku mulai mengenal piano atau alat music keyboard dari sebuah kereta bayi yang ada di sekitarku. Kereta bayi itu membuat aku penasaran dengan alat music mainan di atasnya. Yah, namanya juga anak-anak. Aku mulai menekan semua tombolnya.
Tiga tahun berlalu. Orang tuaku bingung, karena mereka tahu jika anak seusiaku harus bersekolah. Akhirnya, pada bulan Mei, tahun 1998, mereka mendapat kabar bahwa anak seperti aku juga dapat disekolahkan. Saat itu, aku mulai bersekolah di SLB N 1 Denpasar, yang dulunya bernama SLB A Negeri Denpasar (Sekolah Luar Biasa Negeri Denpasar).
Sejak pertama aku bersekolah, aku merasa ragu dan takut. Karena aku masih belum mengetahui apa-apa. Banyak orang-orang yang sama denganku menghampiri dan berkenalan. Mulai dari anak-anak, sampai yang dewasa juga ada di situ.
Aku masih berpikir, kenapa ya, aku disekolahkan dengan campuran anak-anak dan dewasa? Pertanyaan itu pun terjawab setelah aku dipanggil untuk pembagian kelas.
Aku pun mulai bersekolah dengan sedikit gugup karena masih belum kenal dengan teman-teman. Sejak itu, aku masih sering menangis ketika ditinggal oleh orang tua saat di sekolah. Mereka pergi untuk menjemputku kembali ketika usai sekolah, bukan berarti mereka meninggalkanku begitu saja.
Di sekolah tempatku menempuh pendidikan sudah memiliki asrama untuk menampung murid-murid difabel netra sepertiku. Aku mulai tinggal di asrama sejak aku kelas 3 SD.
Sejak awal aku tinggal di sana, aku merasa sedih karena aku masih ingin pulang dan ingat dengan rumah. Orang tua menyarankan aku untuk tinggal di asrama, agar aku dapat belajar mandiri dan membuat aku dapat belajar secara lebih giat.
Teman-teman dan kakak-kakak yang aku ajak tinggal di sana, mengajarkan aku untuk disiplin. Mulai dari bangun pagi, mengerjakan tugas ringan seperti membersihkan kasur, olahraga, berlatih melakukan aktifitas setiap pagi, seperti memakai baju, sepatu, dan melengkapi diri dengan perlengkapan sekolah.
Di saat aku kelas 5 SD, aku mulai dimasukkan ke dalam kelompok ekstra kurikuler. Kegiatan yang aku paling suka adalah sesuai dengan hobiku yaitu kegiatan ekstra music. Aku mulai mengenal dan memainkan keyboard untuk mengiringi kelompokku. Bimbingan yang dilakukan oleh kakak-kakak di sana membuat aku semakin bersemangat untuk mengembangkan bakatku ini.
Masa SMP adalah masa yang tak bisa aku lupakan. Karena secara tiba-tiba, aku memiliki kemampuan untuk membuat cerita. Saat itu, aku masih menulis cerita dengan huruf Braille. Alat yang aku gunakan saat menulis adalah Reglet dan Pen.
Reglet adalah alat yang berfungsi menahan kertas untuk ditulisi. Bentuknya seperti penggaris, namun memiliki dua sisi yang dapat dilipat. Sisi bawah adalah tempat kertas diletakan, dengan 4 paku runcing di sisi atas dan bawa di setiap sudut kanan dan kirinya. Sedangkan sisi atas atau tutupnya, memiliki baris kotak-kotak, dan terdapat 6 lubang di setiap kotaknya untuk ditusuk dan menghasilkan kode oleh alat Pen.
Masing masing baris memiliki 28 kotak dari kiri ke kanan, dan 4 kolom dari atas ke bawah. Alat penusuknya adalah Pen. Bentuknya menyerupai pena, namun pegangannya lebih bulat untuk kenyamanan tangan. Di ujungnya terdapat paku alumunium untuk menusuk kotak di atas Reglet untuk menghasilkan huruf. Cara menulisnya pun berbeda. Ketika reglet terpasang, maka menulis dilakukan secara terbalik atau dari kanan ke kiri. Sedangkan untuk membaca hasilnya, dimulai dari kiri ke kanan seperti membaca normal.
Di saat itu juga, aku dikenalkan dengan komputer. Pada waktu itu, program pembaca layar masih belum tersedia di sekolahku. Computer di sana masih menggunakan alat yang namanya Braille Display. Alat itu akan mengeluarkan symbol Braille ketika layar computer menyala. Symbol huruf akan menyesuaikan dengan tulisan yang muncul pada layar monitor. Namun saat itu aku masih belum paham, bagaimana caranya mengoperasikan computer.
Hingga akhirnya, pada tahun 2008, aku dikenalkan dengan pembaca layar, dunia internet, dan social media. Di tahun itu aku juga baru pertama kali menggunakan HP dan sudah menggunakan pembaca layar. Mulai dari sanalah aku sering menulis pada Blog milikku yang saat ini hilang entah ke mana. Sampai sekarang. Aku sudah banyak menghasilkan karya cerpen, yang saat ini masih kusimpan. Berharap, ada media yang dapat kujadikan rumah cerpen untuk menyimpan semua karyaku.
Yah, mungkin hanya itu perkenalan singkat dariku. Semoga aku dapat berbagi kabar dengan kawan-kawan pembaca di sini. Dede mengetik dan posting sendiri cerita ini di web BaleBengong setelah registrasi sebagai kontributor.
Wah semangat terus kaka dede jangan pantang menyerah truskan karya karya music nya juga menulis Terima kasih sudah jadi motivator
salam hangat dari fans