Petani mohon keadilan melalui wakil rakyat di Republik Tercinta ini.
Belasan petani Dompa, Jimbaran melakukan aksi di gedung DPRD Badung, Bali. Aksi tersebut diadakan bersamaan dengan sidang paripurna DPRD Badung dengan agenda pembahasan rekomendasi Bali International Park (BIP).
Selama sidang berlangsung, petani membentangkan spanduk di depan ruang rapat Gosana II, tempat sidang paripurna digelar. Spanduk-spanduk tersebut antara lain bertuliskan “SK Menteri Pariwisata Jero Wacik untuk PT. Jimbaran Hijau Cacat Hukum, Sarat dengan KKN”, “Petani Mohon Keadilan Melalui Wakil Rakyat di Republik Tercinta Ini”, “Kami Masih Tetap Bertahan di Tanah Garapan Kami”.
Netra, koordinator Kelompok Tani Dompa Jimbaran mengatakan agar DPRD Badung tidak memberi rekomendasi terhadap BIP selama hak-hak petani belum dipenuhi. “Kami siap mempertahankan tanah itu seandainya hak-hak kami belum dipenuhi, sekalipun rekomendasi sudah turun,” tegas Netra.
Terhadap Keputusan Menteri Budaya dan Pariwisata ketika masih dijabat Jero Wacik, Netra menilai SK tersebut cacat hukum. “SK-nya dikeluarkan bulan Januari tanpa memandang status kepemilikan tanah dari PT. Jimbaran Hijau,” terangnya.
Hal ini terbukti ketika proses perizinan BIP terhambat oleh status kepemilikan tanah yang mengharuskan dilakukan proses peralihan tanah antara PT. Citratama Selaras (CTS) kepada PT. Jimbaran Hijau. “Ini bukti bahwa SK tersebut cacat hukum. Kami menduga ada indikasi KKN dalam proses pemberian SK itu,” tuduhnya.
Lahan yang akan dibangun sarana Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Pasific Economic Forum (APEC) XXI ini dianggap bermasalah secara agraria. Pasalnya, pembebasan yang dilakukan PT. CTS sejak tahun 1994 sama sekali tidak memerhatikan keberadaan petani yang sudah turun-temurun mengelola lahan itu. Sejak mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) pada tahun 1994, PT CTS tidak pernah membangun tanah tersebut sesuai izin yang diperoleh.
Berdasarkan Undang-undang Pembaharuan Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah (PP) 11 tahun 2010, tanah tersebut seharusnya dikuasai Negara dan didistribusikan kembali untuk reforma agraria.
Menanggapi tuntutan petani, I Made Darma, anggota komisi A DPRD Badung mengatakan bahwa seandainya BIP diberikan rekomendasi, tidak menutup kemungkinan akan perusahaan swasta lain akan meniru model BIP ini. Selain itu, pemberian rekomendasi ini hendaknya dipikirkan secara matang karena akan menimbulkan konflik sosial. “Buktinya ini ada petani yang mengadu akan digusur oleh lahan BIP,” tegasnya dalam rapat paripurna.
Komang Sastrawan, Deputi Eksternal Walhi Bali menyatakan bahwa BIP ini merupakan proyek prestisius yang dipaksakan oleh pemerintahan SBY. Menurut Sastrawan, selain menggusur petani, pemberian izin terhadap BIP sama sekali tidak mengakomodasi kebutuhan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata di Bali Selatan.
“Jika pembangunan dipaksakan, maka Bali akan mengalami ancaman multikrisis, yaitu krisis air, krisis energi dan krisis pangan,” tegasnya. [b]