• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Saturday, October 25, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

Bali Akan Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Lagi. Mari Berkaca dari Negara Lain Dulu.

I Gusti Ayu Septiari by I Gusti Ayu Septiari
24 October 2025
in Kabar Baru, Lingkungan
0 0
0
Insinerator di TPST Mengwitani

Wacana waste to energy (WTE) kembali melejit setelah rencana penutupan TPA Suwung dilontarkan. WTE yang dilakukan di Bali adalah dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). 

Ini bukan yang pertama kali. Pada tahun 2018, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Denpasar merupakan salah satu kota yang masuk dalam program percepatan pembangunan tersebut. Namun, pada tahun 2021, Bali mundur dari proyek Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) karena skema tipping fee. Tipping fee merupakan biaya yang dibayarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) kepada pihak swasta yang mengerjakan PSEL.

Tahun ini, skema tipping fee dihapus melalui revisi Perpres. Alasannya untuk meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mempercepat pembangunan PLTSa.

Pemerintah Provinsi Bali pun bergegas mewacanakan lagi pembangunan PLTSa di Bali. Melalui acara Clean Up Mangrove pada 13 Oktober, Gubernur Bali, Wayan Koster, menegaskan telah menyiapkan syarat-syarat untuk WTE, yaitu lahan minimal 5 hektar, memastikan produksi sampah minimum 1.000 ton per hari, dan persyaratan yang berkaitan dengan regulasi daerah.

WTE merupakan metode pengelolaan sampah menjadi bahan bakar. Teknologi ini kerap digunakan sebagai solusi penanganan sampah yang menumpuk. Metode yang paling umum digunakan dalam WTE adalah insinerasi atau pembakaran sampah.

Sejumlah negara maju telah menerapkan WTE selama bertahun-tahun, salah satunya negara Swedia. Swedia merupakan sebuah negara di Eropa Utara, berbatasan dengan Norwegia dan Finlandia. Berdasarkan laporan Environmental Performance Index (EPI) yang disusun oleh Yale Center for Environmental Law & Policy dan Center for International Earth Science Information Network Earth Institute Columbia University, Swedia menempati urutan keenam. Salah satu indikator EPI adalah waste management atau pengelolaan sampah.

Dilansir dari jurnal Expansion of the Waste Based Commodity Frontier: Insight from Sweden and Brazil yang dipublikasikan pada tahun 2020, Swedia telah menerapkan WTE sejak tahun 1950-an melalui metode insinerasi. Tiga insinerator besar yang dibangun, lokasinya ada di Stockholm, Uppsala, dan Linkoping. 

Krisis energi global pada tahun 1970-an mendorong Swedia membangun lebih banyak insinerator. Pada krisis itu, pemerintah Swedia memandang WTE sebagai cara memenuhi kebutuhan energi alternatif. Namun, muncul permasalahan lain, yaitu kekhawatiran insinerator menimbulkan pencemaran udara.

Akhirnya, pada tahun 1992, Swedia mengenalkan tanggung jawab produsen. Dalam hal ini, produsen memiliki tanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan dari produk mereka. Selain itu, ditetapkan biaya untuk proses daur ulang.  Delapan tahun setelahnya, Swedia menerapkan kebijakan memisahkan sampah makanan untuk digunakan sebagai bahan baku biogas.

Akibat banyaknya insinerator yang dibangun, Swedia melakukan impor sampah untuk memenuhi operasional insinerator. Pada tahun 2017, Swedia mengimpor sampah sejumlah 1,49 juta ton dari negara Eropa lainnya. Jumlah tersebut setara dengan 135.454 truk sampah penuh.

Di Asia Tenggara, negara Singapura menjadi salah satu negara yang menerapkan WTE. Singapura telah menerapkan insinerasi sampah sejak tahun 1979 di Ulu Pandan dengan kapasitas 1.200 ton per hari dan bertambah menjadi 1.600 ton per hari. Fasilitas insinerator di Ulu Pandan ditutup pada tahun 2009 karena masa pakai yang sudah cukup lama.

Berdasarkan jurnal Harvest Green Energy through Energy Recovery from Waste: A Technology and An Assessment of Singapore pada tahun 2018 menyebutkan energi listrik yang dihasilkan dari insinerasi mencapai 450 kWh per ton. Dengan asumsi satu rumah mengonsumsi listrik harian 15 kWh, pembangkit insinerasi ini dapat mengaliri 30 rumah.

PLTSa sudah pernah dioperasikan di sejumlah wilayah Indonesia. Namun, kebanyakan berhenti beroperasi karena biaya yang tinggi dan menyebabkan masalah lingkungan. Misalnya, PLTSa Putri Cempo di Kota Solo. Beroperasi pada tahun 2023, masyarakat sekitar PLTSa Putri Cempo mengeluhkan operasional PLTSa yang meresahkan, seperti bau menyengat dan limbah air lindi yang dibuang sembarangan.

Pada tahun 2024, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengeluarkan laporan bertajuk Menabur Benih Kerusakan: Kajian Proyek Strategis Nasional Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Indonesia. Laporan tersebut menguak kasus-kasus PLTSa di Indonesia,dari Jakarta, Surakarta, Surabaya, dan Bandung.

Proyek Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter mengalami kendala bisnis yang pelik. PLTSa ini menggelontorkan modal awal yang sangat besar sejumlah Rp4 triliun dengan biaya operasional Rp480 miliar hingga Rp2 triliun per tahun. Biaya itu sulit dipenuhi oleh APBD dan mitra.

Sementara itu, kasus PLTSa di Surabaya kurang lebih mirip dengan PLTSa Putri Cempo. PLTSa dibangun di TPA Benowo dengan skema kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta. Setelah beroperasi, PLTSa Benowo menyebabkan polusi udara yang mengakibatkan peningkatan kasus Inspeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada anak. Selain itu, aliran limbah ke Kali Lamong tidak diketahui metode pengolahannya.

Implementasi WTE tidak mudah, berbagai aspek harus dipertimbangkan. Menurut jurnal Waste to Energy – Key Element for Sustainable Waste Management, pembakaran melalui WTE membutuhkan suhu gas tinggi, lebih besar dari 850 derajat celcius. Fasilitas WTE membutuhkan kontrol polusi udara dengan sistem Air Pollution Control (APC) yang canggih. Pasalnya, proses insinerasi akan menghasilkan fly ash dan bottom ash dengan kandungan emisi yang berisiko mencemari lingkungan.

WTE menjadi solusi cepat pengurangan tumpukan sampah, tetapi berisiko berhenti di tengah jalan karena biaya yang operasional yang cukup tinggi. Selain itu, berisiko mencemari lingkungan jika regulasi pengukuran emisi tidak diperketat. Saat ini, pengukuran emisi dioksin dan furan di Indonesia hanya wajib dilakukan lima tahun sekali. Sementara, di negara Uni Eropa, pengukuran dioksin dan furan dilakukan dua kali dalam satu tahun.

cerutu4d cerutu4d cerutu4d
Tags: insineratorinsinerator di BaliPLTSa BaliRencana pembangkit listrik sampah di baliwaste to energy
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
I Gusti Ayu Septiari

I Gusti Ayu Septiari

Suka mendengar dan berbagi

Related Posts

Euforia Insinerator di Bali: Risiko Kesehatan Pekerja dan Racun Limbah Pembakaran

Euforia Insinerator di Bali: Risiko Kesehatan Pekerja dan Racun Limbah Pembakaran

6 September 2025
Pengolahan Sampah jadi Energi Listrik Bukan Solusi Sampah di Bali

Pengolahan Sampah jadi Energi Listrik Bukan Solusi Sampah di Bali

21 June 2021
Next Post
Menjadi Pembully dari Seorang Pelaku Bullying

Menjadi Pembully dari Seorang Pelaku Bullying

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Menjadi Pembully dari Seorang Pelaku Bullying

Menjadi Pembully dari Seorang Pelaku Bullying

24 October 2025
Bali Akan Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Lagi. Mari Berkaca dari Negara Lain Dulu.

Bali Akan Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Lagi. Mari Berkaca dari Negara Lain Dulu.

24 October 2025
Konflik di TWA Gunung Batur

Tiga Petani Menggugat Dirjen KSDAE Kementerian Kehutanan atas Penetapan Pengecualian Wajib AMDAL Proyek Leisure Park

23 October 2025
Telinga yang Tidak Dijual di Pasar Saham: Perempuan Antara Karir dan Domestik

Telinga yang Tidak Dijual di Pasar Saham: Perempuan Antara Karir dan Domestik

23 October 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia