Pilkada serentak akan dilaksanakan kurang dari sebulan lagi.
Warga Bali didorong terlibat dalam proses pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2105 serentak pada 9 Desember itu. Antara lain dengan memanfaatkan informasi visi dan misi dari para calon.
Informasi tersebut sudah dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bisa ireproduksi sebagai informasi alternatif bagi warga.
Hal ini terlihat dalam Lokalatih Seni Mengolah Informasi Publik untuk Perubahan Sosial yang dilaksanakan Sloka Institute, Indonesian Parliamentary Center (IPC), didukung The Asia Foundation. Pengenalan Undang-Undang UU Keterbukaan Informasi Publik dan teknis pemanfaatan informasi ini dilaksanakan pada 9-11 November di Sanur, Denpasar.
Keterbukaan informasi telah menjadi salah satu dasar bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melaksanakan tugasnya menjalankan pemilu. “Pilkada menjadi salah satu ajang pembuktian bagi KPU dalam jaminan atas akses informasi warga negara pada isu-isu pemilu dan pilkada,” kata Ahmad Hanafi, Direktur IPC.
Menurutnya, dorongan keterbukaan informasi di Pilkada bukan tanpa alasan, kesuksesan KPU dalam menerapkan keterbukaan informasi di Pemilu 2014 berhasil menjaga tingkat partisipasi pemilih dan legitimasi hasil pemilu. Kesuksesan itulah yang ingin diulangi oleh KPU dalam penyelenggaraan Pilkada 2015.
Merespon kebutuhan besar pemilih akan informasi di Pilkada 2015, KPU fokus pada implementasi Peraturan KPU No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan KPU. Fokus implementasi PKPU tersebut pada dua hal.
Pertama, pembentukan dan peningkatan kapasitas Pejabat Pengelelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di KPU Propinisi dan KPU Kabupaten/Kota. Kedua, penyiapan Daftar Informasi Publik (DIP) termasuk pada penyediaan informasi yang mudah dijangkau oleh pemilih. Diharapkan, hal ini menjawab pada sisi kesediaan informasi.
“Tantangan selanjutnya muncul pada sisi permintaan informasi. Apakah masyarakat dapat memanfaatkan informasi yang telah disediakan oleh KPU,” tambah Hanafi.
Kesadaran akan pentingnya hak atas informasi menjadi penting. Pemilih perlu diperkuat agar lebih efektif menggunakan informasi untuk kepentingan pemantauan dan advokasi sosial. Diharapkan keterbukaan menjadi stimulus munculnya partisipasi pemilih yang lebih subtantif, dalam arti tidak hanya memilih calon pemimpin di bilik suara, tapi mampu mengartikulasikan kepentingannya.
Lokalatih ini dihadiri perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali, Yayasan Kesehatan (Yakeba) Bali, Kelompok Pewarta Warga Desa Tulamben, Yayasan Manikaya Kauci (YMK), Yayasan Wisnu, Forum Krama Muda Nusa Penida/Nusa Penida Media, Kelompok Pewarta Warga Desa Pejeng, Gianyar, dan komunitas Tabanan Lover (Talov).
Sebagian peserta menyatakan dari visi misi kandidat di Bali, masih banyak yang belum menyentuh persoalan di lapangan. Misalnya Direktur LBH Apik Bali Nengah Budawati mengkritisi misi perlindungan anak tiap kandidat.
“Visi misi masih umum, perlu kita cari tahu lagi apa agenda perlindungan anak dan pemahaman kandidat,” katanya.
Sementara perwakilan dari Talov mengkritisi visi misi pertanian dari kandidat Pilkada Tabanan. “Semua kandidat fokus pada perlindungan pertanian tapi perlu dicari tahu bagaimana kebijakan rencana tata kelola air, zonasi ruang, alokasi anggaran, irigasi, dan kendala pertanian lain yang dihadapi warga,” ujar Arya Wiguna, anggota Talov. [b]