Terbitnya Perpres No 51 tahun 2014 menguatkan dugaan reklamasi Teluk Benoa akan dipercepat.
Peraturan Presiden ini secara khusus mengubah kawasan Teluk Benoa yang semula adalah kawasan konservasi menjadi kawasan budidaya c.q zona Penyangga.
Agresivitas proses tersebut semakin kelihatan dari beberapa fakta dalam kurun beberapa minggu semenjak terkuaknya Perpres tersebut. PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) selaku pemrakarsa kegiatan telah secara faktual melakukan kegiatan-kegiatan tahap penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
AMDAL tetrsebut sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 32 th 2009 ttg Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, jo. PP no. 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan jo. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL.
Beberapa kegiatan PT TWBI tersebut antara lain pada 19 Juni 2014, PT TWBI menggelar konsultasi publik terkait penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di Kantor Kelurahan Benoa.
Kedua, pada 25 Juni 2014, WALHI Bali menemukan pengumuman izin lingkungan yang dikeluarkan oleh PT. TWBI tertempel di Kantor BLH Bali.
Kedua kegiatan tersebut dapat menunjukan bahwa PT. TWBI telah melakukan kegiatan penyusunan AMDAL. Secara logika maka proses penyusunan AMDAL ini wajib memiliki dasar hukum. Mengingat kegiatan ini adalah kegiatan reklamasi maka selain patut mengacu kepada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, maka proses izin lingkungan (AMDAL) adalah kategori kegiatan dalam tahap pelaksanaan reklamasi dan sebelum mendapatkan izin pelaksanaan maka pemrakarsa wajib memiliki izin lokasi.
Lihat Pasal 15 Perpres 122 tahun 2012.
Namun anehnya, pada pertemuan konsultasi publik yang diprakarsai PT. TWBI pada 19 Juni 2014, PT. TWBI menyatakan belum mengantongi izin lokasi sehingga pada waktu itu WALHI Bali menolak meneruskan konsultasi publik karena tidak ada dasar hukumnya.
Hal lain adalah pada konsultasi publik tersebut PT TWBI tidak memberikan dokumen apapun kepada masyarakat yang hadir.
Secara komposisi perwakilan lembaga masyarakat sipil terutama dari LSM sebagian besar diundang adalah kelompok yang selama ini terihat pro terhadap reklamasi Teluk Benoa. Oleh karena itu, penyelenggaraan konsultasi publik tersebut tidak memenuhi asas-asas partisipatif dan keterbukaan.
Protes secara terbuka pun telah pula dilayangkan WALHI Bali atas hal tersebut.
Rupa-rupanya protes WALHI Bali atas konsultasi publik tersebut tidak memberikan dampak apapun. Tiba-tiba pada 25 Juni 2014, WALHI Bali menemukan pengumuman izin lingkungan yang dikeluarkan oleh PT. TWBI tertempel di kantor BLH Provinsi Bali. Peristiwa ini sangat mengagetkan, terlebih setelah kami konfirmasi pihak BLH Propinsi Balipun tidak mengetahui hal ini.
Pertanyaan besarnya, jika PT. TWBI secara lugas menjalankan tahapan penyusunan AMDAL (termasuk mengumumkan tahap penyusunan AMDAL) padahal menurut keterangannya, mereka belum memiliki izin lokasi, lantas, apa dasar hukumnya? Bukankah semestinya dalam kegiatan reklamasi sebelum masuk tahapan izin lingkungan (AMDAL) maka wajib mengantongi izin lokasi?
Mengingat tindakan-tindakan yang dilakukan oleh PT. TWBI adalah tindakan krusial maka dengan iltikad baik demi menjaga terlaksanaanya tata kelola dan tata laksana lingkungan hidup yang baik, maka kami meminta agar pihak PT. TWBI selaku pemrakarsa dan pemerintah selaku pemberi izin dapat secara jujur dan transparan membuka seluas-luasnya informasi terkait dengan rencana reklamasi Teluk Benoa.
Meminta semua pihak agar menghormati peraturan perundang-undangan baik UU no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU no 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, PP no 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan dan peraturan-peraturan turunannya yang terkait dengan proses-proses izin lingkungan.
Pengalaman selama ini menunjukan proses rencana reklamasi kerapkali tidak transparan sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi yang memadai baik mengenai usulan rencana usaha dan/atau kegiatan dan dapat berkontribusi dalam proses AMDAL.
Agar semuanya terang benderang dalam kesempatan ini kami juga menuntut Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia untuk membuka informasi terkait rencana reklamasi di Teluk Benoa karena kebijakan ini akan berdampak luas bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat Bali. Demikian pula Pemerintah Daerah agar melaksanaakan kewajibannya untuk menegakan hukum lingkungan.
Demikian pernyataan terbuka ini agar dapat kiranya disiarkan secara luas oleh publik.
Denpasar, 26 Januari 2014
Hormat Kami
ForBALI
I Wayan Suardana, SH
Koordinator