Secara statistik jika dihitung terdapat kebutuhan 6.490.000 batang dupa atau sekitar 1,2 ton dupa per hari di Bali.
Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC) meluncurkan proyek percontohan Pengembangan Wirausaha Sosial Eco-Dupa untuk Kesejahteraan dan Kemandirian Perempuan (PUSPA SETARA). Acara ini dilaksanakan 31 Mei 2019 di Kubu Women Crisis Centre (WCC), Desa Penatahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali.
Proyek PUSPA SETARA secara resmi dimulai pada April 2019 dengan dukungan pendanaan dari Direct Aid Program (DAP) Kedutaan Australia, yang menyediakan dukungan finansial bagi inisiasi-inisasi dengan tujuan meningkatkan daya lenting masyarakat. Salah satunya melalui pemberdayaan perempuan.
Proyek dengan masa kegiatan selama delapan bulan ini secara umum bertujuan untuk mendorong kemandirian perempuan melalui wirausaha dupa ramah lingkungan sebagai upaya pemberdayaan ekonomi dan upaya mitigasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Acara ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan dan undangan lainnya yang berasal dari kalangan pemerintah daerah Provinsi Bali hingga pemerintah desa, organisasi masyarakat sipil, komunitas perempuan dampingan LBH BWCC, dan masyarakat umum.
Kegiatan ini diikuti juga dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bagi pemangku kepentingan PUSPA SETARA untuk menggali lebih jauh tentang temuan lapangan terkait penyebab dan kasus kekerasan terhadap perempuan di Bali, usaha dan upaya mitigasi yang telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam mengatasi kasus kekerasan terhadap perempuan sebagai kelompok rentan, serta tantangan-tantangannya.
“Wirausaha dupa dipilih karena terdapat nilai ekonomis dan sangat berpotensi dikembangkan mengingat kebutuhan dupa secara lokal sangat tinggi,” kata Ketut Madani Tirtasari, Direktur LBH BWCC . Melalui PUSPA SETARA, kelompok binaan kami mendapatkan berbagai pelatihan peningkatan kapasitas, seperti teknik pengoperasian mesin dupa, sistem manajemen sumber daya manusia, sistem keuangan, pengemasan produk, dan pemasaran.
Dari hasil analisis LBH BWCC berdasarkan data dari BPS-Statistik Indonesia tahun 2010, menunjukkan terdapat 3.268.866 orang beragama Hindu dan Buddha di Bali dengan jumlah rumah tangga mencapai 649.000. Setiap harinya, sebuah keluarga (dengan asumsi terdapat 5 anggota keluarga) setidaknya membutuhkan paling sedikit rata-rata 10 batang dupa untuk keperluan sembahyang atau ibadat.
Secara statistik jika dihitung terdapat kebutuhan 6.490.000 batang dupa atau sekitar 1,2 ton dupa per hari di Bali. Jumlah ini akan menjadi semakin tinggi jika perhitungan ini memasukkan hari-hari raya (Rerainan) dan kegiatan lain seperti meditasi dan relaksasi.
Kebutuhan harian dupa biasanya kebanyakan dipasok dari luar wilayah Bali, sementara pada hari raya-hari raya keagamaan, pasokan dupa-dupa impor juga bergabung dalam rantai suplai dupa ini. LBH BWCC melihat terdapat peluang untuk membangun rantai suplai dupa secara lokal karena proses bisnisnya cukup sederhana dan jumlah industri berbasis rumahan untuk produk ini masih rendah di Bali.
Tren produk ramah lingkungan juga akan pemicu besar untuk pembentukan wirausaha dupa skala kecil di Bali terutama jika bisnis cenderung menghasilkan dampak positif pada sisi finansial, sosial, dan lingkungan.
Proyek PUSPA SETARA secara khusus dilaksanakan di Banjar Kekeran di Desa Penatahan dengan memberdayakan kelompok perempuan yang beranggotakan 40 orang. Sebelumnya selama dua tahun terakhir, LBH BWCC telah membangun dan mengembangkan dua usaha dupa skala kecil berbasis masyarakat di desa ini dan Banjar Taksu (Kabupaten Bangli).
Sistem pembagian hasil penjualan dupa diterapkan, sebagian dibagikan diantara para anggota kelompok dan sisanya disimpan serta digunakan untuk membantu para korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di wilayah masing-masing.
“Jadi, melalui PUSPA SETARA tidak hanya sisi peningkatan taraf perekonomian untuk para perempuan saja yang menjadi tujuan pemberdayaan, namun juga bertujuan untuk membangun solidaritas, soliditas, dan kemandirian yang lebih kuat diantara para perempuan termasuk untuk para penyintas kekerasan,” tutur Ni Nengah Budawati, penasehat LBH BWCC. Di dalam kelompok mereka akan mampu menciptakan suasana yang saling mendukung diantara sesama perempuan sehingga mereka juga berani berbicara.
Inisiasi PUSPA SETARA pada akhirnya dapat menjadi salah satu proyek percontohan pemberdayaan perempuan yang bisa direplikasi lebih luas di wilayah Bali, juga program-program lain terkait pemberdayaan ekonomi bagi perempuan yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak dan membawa berbagai dampak positif bagi para penerima manfaatnya.
Upaya kolaborasi juga penting untuk bersama- sama dilakukan dalam menciptakan kemandirian bagi perempuan agar menjadi lebih berdaya. Semua ini bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi kasus kekerasan terhadap terhadap perempuan dengan berbagai usaha.
Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC) merupakan lembaga swadaya masyarakat yang mendedikasikan diri sebagai pusat pembelajaran pelayanan hukum bagi perempuan dan anak-anak. Serta aktif melakukan aksi-aksi advokasi demi terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender dalam sistem hukum positif dan hukum adat Bali.
LBH BWCC menginisiasi berbagai program aksi terutama pada dua fokus utama, yakni pendampingan dan pemulihan dengan berbagai kegiatan untuk mengatasi kondisi kondisi sulit yang dialami perempuan, terutama di Bali.
Dalam lingkup program aksi pendampingan, LBH BWCC menyasar pada korban kekerasan perempuan dengan upaya-upaya terkait dengan konsultasi, pelayanan hukum, serta penyediaan pengamanan bagi korban melalui rumah aman (safe house).
Sedangkan pada lingkup program aksi pemulihan, LBH BWCC mengambil inisiatif dalam mobilisasi masyarakat sipil di isu-isu gender melalui kegiatan pelatihan ekonomi kreatif, aksi bersama, serta advokasi beberapa kebijakan pemerintah terutama menyangkut posisi perempuan dalam hukum adat di Bali.