Sampah medis dari rumah sakit dan klinik cukup besar jumlahnya.
Padahal, limbah medis dikategorikan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan PP No 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat berupa limbah infeksius dan patologi, limbah kimia, radiologi, farmasi dan limbah domestik.
Sebagian besar limbah medis dibuang dengan metode pembakaran dengan insinerator. Rumah sakit atau klinik yang belum memiliki insinerator mereka dapat membayar pada rumah sakit yang memilikinya.
Masalahnya justru muncul karena tidak semua produk dapat dibakar. Beberapa sampah harus diolah khusus agar tidak mencemari. Biaya pengolahannya juga cukup besar seperti limbah radioaktif yang harus khusus pengolahannya.
Hal inilah yang sering dimanfaatkan oknum tertentu dengan cara menawarkan pada rumah sakit untuk mengolah limbah dengan biaya murah bahkan gratis. Oknum tersebut kemudian memanfaatkan sampah medis untuk dijual kembali.
Kasus tertangkapnya penimbunan limbah medis dari Jawa dan Bali untuk didaur ulang menjadi bukti adanya praktik pemanfaatan limbah medis ini. Limbah medis seperti jarum suntik bekas, tabung infus, sarung tangan, masker, bungkus botol obat, kaca slide, obat kadaluwarsa dan lainnya rentan disalahgunakan.
Limbah-limbah ini apabila tanpa sterilisasi yang baik justru dapat menularkan penyakit.
Pembuangan limbah medis sembarangan sangat dilarang karena akan membahayakan orang lain. Misalnya pemulung yang mengambil sampah dapat rentan tertusuk jarum suntik bekas. Tensimeter dan thermometer yang pecah juga berbahaya karena mengandung merkuri salah satu logam berat berbahaya.
Rumah sakit, klinik, dokter dan bidan praktik swasta perlu waspada terhadap penawaran alat suntik, infus dan obat-obatan kedaluwarsa yang dipaket ulang dengan harga miring. Modusnya dapat berupa menawarkan pembungan sampah medis dengan harga murah kemudian oknum ini membungkus ulang sampah tersebut dan menjual kembali ke rumah sakit atau klinik dengan harga miring. Hal ini jelas sangat berisiko karena dapat menularkan penyakit pada orang lain.
Perketat Pengawasan
Penjualan limbah medis bisa dilakukan dengan beberapa cara.
Pertama, penimbunan sampah medis oleh oknum tertentu dengan menawarkan biaya pemusnahan sampah yang murah pada rumah sakit dan klinik. Selanjutnya sampah tersebut tidak dimusnahkan melainkan didaur ulang.
Kedua, pihak rumah sakit yang sengaja membuang sampah ke tempat sampah umum karena tidak memiliki insinerator. Sampah ini kemudian diambil oleh pemulung, dikumpulkan, lalu dijual.
Ketiga, pihak perusahaan pemusnahan sampah medis saat sampah dikumpulkan ada oknum petugas yang sengaja menjual sampah pada pihak ketiga demi keuntungan.
Pihak terkait harus mulai berhati-hati membeli produk seperti infus, jarum suntik, obat-obatan dari supplier yang tidak jelas kantor dan ijinnya. Dinas Kesehatan harus mendata para pedagang produk yang legal sehingga bisa menjadi rujukan bagi pihak rumah sakit dan klinik. Apabila ada yang menawarkan dengan harga murah perlu dicurigai.
Badan lingkungan hidup juga harus ketat mengeluarkan izin kepada perusahaan yang menawarkan jasa mengelola sampah medis tersebut. Perusahaan tersebut harus sudah memiliki prosedur tetap dan sarana pengolahan limbah yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini bermanfaat untuk menilai kinerja mereka sehingga bisa direkomendasikan ke rumah sakit maupun klinik.
Pihak kepolisian harus menindak tegas terhadap oknum perusahaan yang menjual limbah medis untuk digunakan kembali. Produk limbah yang dijual kepada rumah sakit dan klinik harus ditarik peredarannya agar tidak merugikan pihak konsumen. Rumah sakit yang membeli produk tersebut harus mendapat pembinaan agar tidak terulang kembali kesalahaanya. Perlu kewaspadaan dari semua pihak agar limbah medis ini tidak digunakan kembali. [b]