
Oleh: I Gusti Ayu Septiari dan Juniantari
Tidak jauh dari Tukad Unda, Kabupaten Klungkung, rumah-rumah berbaris. Di Google Maps, lokasi yang kami datangi terdeteksi sebagai kawasan Tirai Air Terjun Tukad Unda. Sementara, secara administratif, lokasi tersebut berada di bantaran Tukad Unda Br. Sukaduka, Lingkungan Lebah, Semarapura Kangin, Kabupaten Klungkung. Lokasinya merupakan jalan masuk menuju Unda River Camp, lokasi kemah yang sedang hits di Kabupaten Klungkung.
Hari masih sore, poster di salah satu rumah warga masih terlihat jelas. Begini tulisan poster tersebut:
“Bagi siapa yang membongkar rumah ini tanpa ada keputusan pengadilan akan ditindak sesuai UU yang berlaku berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Semarapura No. 73/PDT.G/2023/PN SRP tanggal 5 Desember 2023 Jo. Utusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 2/PDT/PT. DPS tanggal 01 Februari 2024 gugatan penggugat Ir. Ida Bagus Adnyana terhadap I Wayan Muliarta, dkk. Tidak dapat diterima alias no.”
Sengketa tanah di bantaran Tukad Unda

Kami mendatangi salah satu rumah di area tersebut, menemui Wayan Muliarta, pemilik rumah yang tengah terlibat sengketa tanah. Luas rumah yang ditinggali Muliarta sekitar 1,85 are. Seperempat tanahnya digunakan untuk garasi karena pekerjaannya adalah ‘sopir perjalanan spiritual’. Setengahnya adalah tempatnya tinggal bersama keluarganya, ada ayah, ibu, dan neneknya.
Rumah itu telah ditinggali keluarga Muliarta sejak tahun 1973, sudah 52 tahun lamanya. Sebelumnya, area tersebut terdampak letusan Gunung Agung tahun 1963. Setelah bencana, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melakukan pemutasian terhadap lahan bencana dan relokasi penduduk terdampak bencana. Pemprov pun membangun kembali lahan terdampak di bantaran Tukad Unda dengan membangun jembatan, bendungan, tanggul air, serta empat tanggul penahan abrasi untuk mencegah bencana di masa depan.
Tanah di bantaran Tukad Unda pun menjadi tanah milik Negara. Tanah Negara tersebut diserahkan oleh Pemprov Bali kepada Yayasan Kebaktian Pejuang (YKP) yang saat ini dikenal sebagai Legium Veteran Republik Indonesia (LVRI). YKP memberikan ruang kepada sanak keluarga para veteran yang telah berjuang untuk kemerdekaan.

Ayah Muliarta, I Nengah Cemeng, dulunya tinggal di Desa Gunaksa. Namun, atas izin salah satu pengurus YKP, Pekak Dapur, ia dan keluarganya diizinkan untuk menggunakan tanah di bantaran Tukad Unda sebagai tempat tinggal. “Bapak ngidih izin ajak veteran dini, Kak Dapur adanne. Karena ye ngurug-ngurug kan dadi sopir truk. Ngelah tongos ditu (Bapak minta izin ke veteran di sini, namanya Pekak Dapur. Karena dia mengurug tanah, jadi dia punya tempat di bantaran Tukad Unda),” ujar Muliarta.
Setelah puluhan tahun mendiami rumah itu, pada tahun 2021 tiba-tiba tanahnya diakui oleh orang lain. Saat itu, ia dan beberapa warga setempat tengah menunggu kelanjutan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang telah diajukan secara kolektif sejak tahun 2017. PTSL merupakan proses pendaftaran tanah yang dilakukan secara bersamaan untuk seluruh objek pendaftaran di seluruh Indonesia, dalam satu desa/kelurahan atau tingkat administratif yang setara. Program ini dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memberikan kepastian hukum atas hak tanah dan mengurangi sengketa tanah.
Pada tahun 2017, ketika PTSL mulai disosialisasikan, rumah Muliarta sudah didatangi BPN untuk diukur. Namun, empat tahun menunggu tidak ada kepastian. Sertifikat atas nama ayahnya tidak kunjung diterbitkan, yang muncul malah sertifikat atas nama orang lain.
Bukan hanya tanah keluarga Muliarta yang diakui oleh orang lain, beberapa tetangganya juga mengalami hal yang sama. I Nengah Cemeng dan beberapa warga lain, setidaknya empat kepala keluarga, digugat atas dugaan penyerobotan lahan. Namun, karena Nengah Cemeng sudah lanjut usia, tergugat digantikan oleh Muliarta.
Muliarta dan beberapa warga di sana merasakan ketidakadilan atas kejadian tersebut. Pasalnya, tanah itu telah ditempati oleh keluarganya selama lebih dari 50 tahun. Bahkan, dirinya telah membayar kompensasi sebesar Rp2 juta per are untuk menebus tanah milik YKP. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang untuk Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT – PBB) pun telah ia bayarkan sejak tahun 2014. Namun, pembayaran SPPT berhenti di tahun 2024 karena ada sertifikat yang muncul atas nama orang lain.
“Padahal Bli mayah (bayar) tuh tahun 2014, terakhir 2024 karena dia punya sertifikat, makanya SPPT Bli dihapus. Kok segampang itu dia ngapus (menghapus)?” ungkap Muliarta mengeluhkan penghapusan datanya di kantor pajak setelah sertifikat atas nama orang lain muncul.
Awalnya, terdapat empat kepala keluarga yang dituntut atas dugaan penyerobotan lahan. Namun, saat ini hanya tersisa dua orang yang berjuang karena dua lainnya menyerah. “Karena takut diintimidasi waktu di kepolisian,” ujar Budiman, tetangga Muliarta yang juga tergugat saat itu.
Pasalnya, sebelum sengketa tanah berakhir di pengadilan, penggugat awalnya melaporkan penyerobotan lahan ke kepolisian. Kepolisian saat itu memberikan kertas yang berisi pilihan apakah pihak tergugat akan menyerahkan tanah tersebut kepada penggugat atau tidak. “Tapi Bli nggak tanda tangan, nggak mau nyerah karena ini tanah negara,” terang Muliarta. Sementara, dua tergugat lainnya menyerahkan tanah itu kepada penggugat. Ketika kami berkunjung ke sana, rumah tersebut sudah kosong tak berpenghuni. Kabarnya, dua keluarga yang ada di rumah itu telah pindah ke rumahnya yang lain.
Selama proses sengketa lahan, berbagai intimidasi dialami oleh Muliarta. Salah satunya adalah pemotongan kabel listrik, sehingga listrik tidak mengalir ke rumahnya.
Menunggu empat tahun, sertifikat tak kunjung terbit
Sebagai pelaksana program PTSL, BPN Kabupaten Klungkung menjelaskan bahwa program ini telah berakhir pada tahun 2024 dengan target yang terpenuhi sejumlah ratusan sertifikat tanah. Prosesnya melalui door to door ke kepala desa untuk mengumpulkan tanah mana yang belum bersertifikat. Informasi diberikan oleh kepala desa kepada warga, kemudian dilakukan pendataan serta pengukuran tanah. Proses ini sama seperti yang dituturkan oleh Muliarta.
Salah satu syarat kepemilikan tanah, terutama ketika menempati tanah milik negara adalah telah menempati dan menggarap tanah tersebut selama 20 tahun berturut-turut. “Itu bisa dimohon berdasarkan penguasaan fisik dan diakui oleh warga dan aparat desa setempat,” ungkap Ananta, salah satu staf Hubungan Hukum Pertanahan BPN Kabupaten Klungkung ketika ditemui di kantornya.
Jangka waktu keluarnya sertifikat dari program PTSL tergantung lamanya proses pendataan. Kendala yang sering dijumpai adalah penyanding atau saksi yang tinggal di luar daerah, sehingga membutuhkan waktu untuk bersurat. Selain itu, bisa juga ada pihak yang berkeberatan dalam penerbitan sertifikat. Hal ini yang dialami oleh Muliarta.
“Dia (pihak yang keberatan) bisa bersurat ke Kepala Kantor Pertanahan sebelum jangka waktu pengumuman dua minggu, tetapi paling tidak harus menyertakan bukti juga. Kalau tidak punya bukti, tetap kita tidak lanjutin. Nanti mungkin kita bisa panggil untuk ditanyakan atau mediasi,” ujar Ananta. Jika mediasi tidak berhasil, prosesnya akan beralih ke jalur hukum atau pengadilan. Sementara, apabila tidak terjadi masalah selama pendataan tanah, sertifikat akan terbit dalam jangka waktu kurang dari satu bulan.
Terkait kasus sertifikat ganda, BPN menduga bahwa salah satu pihak mengakui tanah tersebut secara sepihak, tanpa pengetahuan pemilik asli. “Sebenarnya bisa jadi gini ya, kayak Puri gitu kan punya banyak tanah, kasih dah si ini yang menempati karena leluhurnya sempat ngayah di Puri. Tapi, yang dikasih itu keturunannya kan nggak tahu gimana sejarah dia bisa tinggal di sana. Dianggaplah dia nanti bisa disertifikatkan sama dia. Ada kemungkinannya seperti itu,” jelas Anak Agung Ayu Puspa Sari, Kepala Sub Bagian Tata Usaha BPN Kabupaten Klungkung yang saat itu bersama Ananta. Ia pun lebih lanjut menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki tanah harus rajin-rajin melihat tanahnya agar tidak diakui oleh orang lain.
Kami pun mencoba bertanya kepada BPN Kabupaten Klungkung terkait proses sertifikasi tanah Muliarta dan beberapa warga lain di bantaran Tukad Unda. Setelah dicek pada sistem, tidak ada data yang muncul.
Membandingkan kasus Muliarta dengan pernyataan BPN Kabupaten Klungkung, kami menemukan bahwa tidak ada masalah yang terjadi ketika pengajuan PTSL pada tahun 2017. Namun, sertifikat tidak kunjung terbit setelah empat tahun pengajuan dan muncul sertifikat atas nama orang lain. Muliarta dan keluarganya pun mengaku tidak mengenal penggugat karena sejak awal tanah tersebut telah didiami oleh ayah Muliarta. Selain itu, penggugat tidak pernah berkunjung ke tanah tersebut selama lebih dari 50 tahun keluarga Muliarta tinggal di sana.
Lokasi strategis untuk pariwisata
Sengketa tanah di wilayah bantaran Tukad Unda ternyata tidak terjadi kali ini saja. Sebelumnya, kasus serupa pernah terjadi dengan penggugat yang sama. Namun, kasus tersebut berhasil dimenangkan oleh warga yang telah tinggal bertahun-tahun di sana.

Bantaran Tukad Unda dengan panorama alamnya mulai dilirik oleh pebisnis. Tidak jauh dari rumah Muliarta, berdiri Babakan Unda Cottage yang menawarkan panorama bukit. Berjarak 200 meter, terdapat Unda River Camp yang kerap menjadi lokasi kemah para pelajar di Kabupaten Klungkung. Ketika mengunjungi Unda River Camp pun kami melihat beberapa pembangunan yang tengah dilakukan di kawasan tersebut.


Lokasinya terpencil, jalan masuknya adalah gang menuju rumah Muliarta yang terbilang cukup strategis karena berada di sebelah jalan utama. Setelah terdampak letusan Gunung Agung, di sekitar bantaran Tukad Unda telah dibangun tanggul untuk mencegah bencana alam. Meski begitu, Muliarta menjelaskan bahwa setiap hujan deras, daerah rumahnya tetap terdampak banjir.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kawasan Tukad Unda semakin ramai. Bisnis-bisnis penginapan dengan iming-iming panorama alam mulai bergeliat, di sisi lain ada potensi bencana yang seharusnya dipikirkan. Bagaimana negara harusnya menyelesaikan konflik tanah seperti ini?
sangkarbet sangkarbet sangkarbet sangkarbet sangkarbet kampungbet








Berarti mafia tanah masih enak hidup di klungkung, dengan segamoang itu menyerobot lahan orang lain jelas2 sudah tinggal dari 40 tahun pertanyaannya swlama 40 tahun kemana ida bagus?? Inalah negara +62 yang lemah seakin tertindas??