Teks Riri Prabandari, Foto Ilustrasi Anton Muhajir
Mita menikmati aktivitas barunya bersepeda di seputaran Renon di Minggu pagi.
Dengan memakai celana pendek di atas lutut dan baju kaus berwarna biru, Mita bersepeda menyusuri jalan di sekeliling lapangan Renon bersama dengan adik laki-laki satu-satunya, Rian. Hampir tiap minggu mereka bersepeda ke Renon, Denpasar. Begitu pula Minggu pekan lalu.
Dari Dalung, Denpasar Barat mereka berangkat pukul 5.30 Wita mengendarai mobil Karimun. Sepeda diletakkan ke bagasi mobil. Sepeda Rian berjenis sepeda gunung. Sepeda Mita berjenis sepeda lipat. Jadi, bagasi Mobil Karimun yang mini bisa muat dua sepeda.
Mita mengaku, awal mula ia membeli sepeda karena tren bersepeda yang mewabah warga Kota Denpasar. Tren ini muncul karena program Car Free Day yang mulai digalakkan pemerintah sejak 16 Agustus 2009 silam. Awalnya ia tidak terlalu tertarik. Namun, lama-lama, setelah ia melihat sebagian besar teman-temannya membeli sepeda akhirnya ia tertarik juga.
Mita membeli sepeda lipat miliknya sekarang sekitar enam bulan lalu. Ia membeli sepeda lipat tersebut seharga Rp 1,7 juta di salah satu toko sepeda di jalan Diponegoro, Denpasar.
Rian sama. Ia membeli bersama-sama dengan Mita. Rian membeli sepeda gunung berwarna hitam-putih itu seharga Rp 2 jutaan di tempat yang sama dengan Mita. “Merek ngga penting,” ujarnya. Mita mengaku heran dengan orang-orang yang menghabiskan belasan bahkan puluhan juta rupiah hanya demi sebuah sepeda.
Biasanya sesampai di Renon, Mita memarkir mobil di Jalan Tukad Unda kemudian menurunkan sepeda dan menaikinya berkeliling Renon. Kadang-kadang ia janjian dengan teman-temannya, bertemu di lokasi yang telah disepakati dan bersepeda bersama. Terkadang mereka bersepeda sampai Sanur untuk menikmati nasi campur Bali Men Weti yang termasyhur.
Sebelum digalakkannya Car Free Day, Mita mengaku ia sudah sering ke Renon namun tidak sesering sekarang ini. Biasanya ia hanya jogging di seputaran lapangan Renon sebanyak dua kali dan kemudian melepas lelah menikmati bubur ayam Pak Lik kesukaannya.
Ia berpendapat, sejak digalakkannya program Car Free Day suasana di sekitar Renon lebih menyenangkan karena bisa lebih leluasa berjalan-jalan tanpa polusi kendaraan yang lewat di sekitar lapangan Renon. Dia juga bisa berjalan-jalan di jalan raya bila jogging track di seputaran lapangan Renon penuh sesak orang-orang yang juga ingin menikmati hari Minggunya di Renon.
Gadis berusia 24 tahun ini menambahkan, “Banyak cowok-cowok keren dan ganteng sekarang, dulu kebanyakan bapak-bapak aja. Hehehe..”
Momen Car Free Day ia gunakan juga untuk ajang ‘cuci mata’. Tidak heran, ia selalu berpenampilan rapi bila datang ke Car Free Day.
Mita bersepeda hanya sampai pukul 8 pagi. Setelah itu ia lebih memilih untuk berkuliner atau pulang. Ia tidak suka bersepeda di bawah cuaca panas. Ia tidak suka bila kulitnya menghitam akibat terik matahari.
Mita berharap, program Car Free Day akan dilangsungkan seterusnya kalau perlu tidak hanya berlangsung di seputaran Renon tapi juga di seputaran lapangan Puputan, Denpasar. “Supaya bisa ganti suasana sekali-kali,” katanya. [b]
cuma dapat satu info saja di sini.