Hari raya di Bali memang beragam. Beragam proses upacaranya, beragam pula persiapan dan pengeluarannya. Salah satunya hari raya Kuningan. Kuningan hari raya yang jatuh 10 hari setelah hari raya Galungan ini memiliki persiapan yang berbeda. Rata-rata, pengeluaran persiapan hari raya Kuningan lebih sedikit dibanding hari raya Galungan. Apa saja pengeluaran yang digunakan untuk merayakan Kuningan? Berikut hasil wawancara pengeluaran dengan 2 keluarga rantauan di Batubulan, Gianyar.
“Banten untuk Kuningan yang dihaturkan tidak terlalu rumit, tetapi untuk gantungan sepertinya variannya lebih beragam saat Kuningan. Kami biasanya membuat 4 jenis gantungan dan satu ceniga,” jelas Ni Komang Merta Utami.
Keempat jenis gantungan itu diantaranya sawen ujung, klukuh, tamiang, dan endongan. Empat plus satu jenis gantungan tersebut dibuat sesuai jumlah pelinggih yang ada di rumah dan kendaraan yang dimiliki. Seingat Merta, kegiatan membuat piranti Kunngan ini sudah berjalan sejak saya kecil. Tradisi membuat berbagai jenis gantungan tersebut berasal dari daerah asal ayahnya, yaitu Karangsem.
Tidak terlalu banyak prasarana upacara hari raya Kuningan jika dibandingkan dengan Galungan. Sebab ketika Kuningan, keluarga di Bali hanya sembahyang di rumah domisili. “Saat ke kampung kami biasanya sembahyang saat Galungan,” tambah Merta.
Semua jenis prasarana upacara Kuningan dibuat sendiri. Tiga hari sebelum Kuningan para perempuan Bali sudah sibuk membentuk janur-janur menjadi prasarana upacara. Artinya sebelum memulai kegiatan merangkai prasarana itu, para keluarga harus mempersiapkan bahan-bahannya. Jika dikategorikan keperluan upacara Kuningan ini, kira-kira bisa menjadi 3 kelompok. Keperluan untuk jejahitan, bebantenan dan lauk pauk. Banyaknya keperluan ini biasanya disiasati dengan membeli satu per satu perlengkapan dan peralatannya dalam beberapa hari.
Sebagai contoh pengeluaran hari raya Kuningan, kami coba menghitung keperluan keluarga Merta dan keluarga Rama. Dua keluarga yang berdomisili di Batubulan ini masing-masing memiliki kampung. Artinya memiliki dua rumah yang perlu dipersiapkan juga upakaranya.
Keluarga Merta tidak menghitung secara mutlak pengeluaran Kuningannya. Sebab beberapa keperluan bebantenan bisa ia dapatkan di kebun kampung halamannya. Dalam hitungan dengan menggunakan minimal 3 jenis buah. Kurang lebih ia menghabiskan 2 kilogram buah.
“Tetapi jika diestimasi kurang lebih untuk Kuningan saja sekitar Rp 300 ribu rupiah. Namun, jika nenek di kampung memberikan bahan seperti janur dan buah-buahan tropis misal nanas atau salak dari mel (kebun), tentu sangat membantu,” katanya.
Sementara untuk keperluan jejahitan beserta pirantinya seperti janur, bunga, daun harum untuk canang biasanya panen di kampung. Tetapi kalau diestimasi kurang lebih Rp 150 sampai 200 ribu rupiah untuk jejahitan.
Jika dirinci canang dan bebantenan yang keluarga Merta gunakan untuk hari raya Kuningan, ia membuat 80 canang. Bebantenan seperti sodaannya 25 biji, sedangkan canang-canang kecil (penyacak) itu kurang lebih 27 sampai 30 canang.
Sedangkan lauk pauk biasanya dibuat ketika penampahan Kuningan atau H-1 perayaan. Meski tidak ada yang wajib dan tidak ada yang sama dalam persiapan hari raya. Persiapan hair raya keluarga Merta bisa menjadi salah satu yang coba dirinci.
“Kalau penampahan Kuningan kali ini tidak banyak, karena waktu beberapa dari kami ada pekerjaan dan urusan sehingga kami tidak nampah, hanya memasak biasa. Kami berfokus pada kelengkapan banten yang dihaturkan,” ungkap Merta.
Meski tidak nampah (masak besar) bukan berarti keluarga Merta tidak menikmati sajian makanan khas hari raya yaitu lawar. Sebab tradisi ngejot masih kental di tempat rantuannya. Ia mendapatkan sajian makanan kha hari raya dari tetangga maupun saudara dekatnya.
Jika tetangganya ngejot sajian penampahan (memberikan makanan hasil mebat penampahan), Merta akan ngejot balik.
“Kami ngejot balik dengan jajanan yang dapat kami beli. Namun, jika biasanya hari raya sebelumnya kami sempat mebat kecil-kecilan di penampahan, tentunya kami akan ngejot ke tetangga dekat maupun saudara yang kediamannya dekat dengan kami,” tambahya.
Dengan kondisi persiapan keluarga Merta, jika diestimasi total dana yang ia habiskan sekitar Rp 500 sampai 600 ribu. Bantuan perlengkapan yang didapatkan dari hasil panen di kampungnya, mempengaruhi pengeluaran hari raya Kuningan di keluarga Merta. Berbeda dengan keluarga Rama yang full memasok persiapan hari rayanya dari pasar.
Keluarga Rama menyediakan dana untuk hari raya Kuningan sebesar Rp 2 juta rupiah. Dengan rincian kategori yang sama, membuat bebantenan, jejahitan dan lauk pauk.
Ia menghabiskan bebantenan sebanyak 50 petandingan. Jumlah itu hanya untuk merajan di rumahnya saja. Keperluan bebantenan ini berupa pisang, buah dan jajan. Setelah dihitung-hitung untuk membeli bahan bebantenan ini sudah habis sekitar Rp 1,2 juta.
“Untuk persiapan awal ibu sudah beli pisang sudah habis Rp 700 ribu. Belum beli buah sekitar 500 ribu lagi. Ini setengah dari banten galungan. Kuningan tidak ke pura-pura desa atau sembahyang keliling,” katanya.
Sedangkan piranti jejahitan keluarga Rama lebih banyak membeli, seperti canang. Namun, tetap dirangkai di rumah. Untuk jejahitan dan pirantinya seperti bunga dan daun harum, keluarganya total mengeluarkan Rp 150 ribu.
Sedangkan lauk pauk Kuningan, menurutnya tak sebanyak hari raya Galungan. Kalau kuningan keluarganya hanya pakai nasi kuning, lauknya gerang, ayam yang akan diisi di bantennya.
“Tidak seperti menggunakan daging waktu galungan. Keperluan daging hanya untuk di banten jadi beli hanya Rp 100 ribu saja,” paparnya.
Keperluan hari raya Kuningan menurut Merta dan keluarga Rama lebih sedikit dari Galungan. Sebab banyak terpangkas dari persembahyangan keliling ke pura-pura. Faktor waktu juga memberi pengaruh besar dalam mengatur pengeluaran hari raya. Kenapa Galungan lebih banyak pengeluarannya karena ada waktu yang penuh bisa ke pura, pulang kampung, pura desa, hingga sembahyang ke sawah. Sedangkan hari raya Kuningan hanya setengah hari saja, sampai jam 12 siang.
Maka tak ada banyak waktu bagi keluarga Rama dan Merta untuk melakukan persembahyangan keliling.
“Tidak memungkinkan kemana-mana, apalagi kita punya 2 rumah. Rumah rantauan di Batubulan dan kampung di Tabanan,” tutupnya Ibu Rama.