Di balik kekayaan gizinya, bubur ledok kini makin tergantikan oleh nasi.
Pagi itu waktu belum genap pukul 7 pagi. Namun, antrean di loket tiket penyeberangan Pelabuhan Banjar Bias Kusamba ke Nusa Penida sudah berjejal. Memang hari itu tepat hari raya Purnama Kedasa kalender Bali. Nusa Penida, pulau terpisah di Bali tenggara yang masuk Kabupaten Klungkung, menjadi salah satu tujuan daerah perjalanan religi umat Hindu di Bali. Ada beberapa pura di sini yang menjadi tujuan sembahyang bagi umat Hindu di Bali daratan.
Saya bergegas menyeberang dari pelabuhan Banjar Bias Kusamba, Kecamatan Dawan ke Pulau Nusa Penida. Membutuhkan waktu sekitar 1 jam perjalanan dari Kota Denpasar menuju pelabuhan di ujung timur Kabupaten Klungkung ini. Melewati sekitar 25 menit perjalanan laut untuk sampai di Klungkung kepulauan itu.
Cuaca sangat bersahaja kala itu. Saya turun di Pelabuhan Sampalan, pelabuhan pusat di Nusa Penida. Cukup mengeluarkan Rp 50 ribu untuk menyeberang dari Klungkung daratan, sebutan wilayah Klungkung Kota. Saya sampai di Nusa terhitung pagi. Cukup berjalan sekitar 300 meter dari Pelabuhan Sampalan, sudah bisa menemukan dagang ledok, makanan khas Nusa Penida.
“Ledok Angin Aris”. Begitu tertera namanya di gerobak berwarna cokelat di pertigaan Pelabuhan Sampalan.
“Saya sudah dari kecil tahu ledok. Makanya saya menjadi dagang ledok. Waktu kecil, saya biasa membuat ledok. Saya hidup dari ledok. Saya besar karena ledok,” cerita Ibu Angin Aris.
Ledok Angin Aris sudah berjualan selama sekitar 40 tahun. Ledok Angin Aris menjadi salah satu dagang ledok yang bisa dijumpai setiap ke Nusa Penida. Dia konsisten membuka warungnya sejak berdiri pada tahun 1980-an.
Perlahan, Ibu Angin Aris menyadari ada perbedaan ledok yang ia buat pada tahun 1980-an dengan ledok tahun 2000-an. Tidak seperti sekarang, ledok dulu hanya isi sayur apa saja, dimasak sekalian lalu ditambah garam dan cabai. “Sekarang ada tambahan micinnya, seperti masako dan vetsin,” ceritanya dengan logat Nusa Penida.
Saya berjalan ke arah timur sekitar 500 meter dari pertigaan Pelabuhan Sampalan tadi. Saya menemukan penjual ledok yang lain, Ledok Bu Jero. Ledok Bu Jero buka lebih siang daripada Angin Aris. Pukul 07.30 WITA, tidak sampai 2 jam setelah dibuka, ledok Bu Jero sering kali sudah habis.
Liputannya lengkap saya jadi tahu detail ledok itu apa, mantap