Jikalau langkahnya gagal maka ada cara lain yang dilakukan kawan-kawannya. Biasanya dengan mencari cabang kayu panjang. Pada ujungnya diberikan plastik untuk menangkap capung.
Cara lainnya adalah dengan mencari getah nangka yang ditempelkan ke ujung lidi. Jilakau capung hinggap maka kaki-kakinya akan menempel di getah nangka.
Namun demikian Endin merasakan perbedaannya sekarang. Pemakaman tidak banyak dihuni capung, meskipun ketika musim hujan biasanya banyak.
Ade yang sering menjaga pemakaman pun berkomentar. Kini di pemakaman jarang sekali terlihat capung. Hal ini dikarenakan di hulu got kini airnya sudah tercemar.
Ada hubungan antara tercemarnya air dan makin berkurangnya lahan terbuka dengan hilangnya capung.
Ade melanjutkan cerita bahwa daerah resapan air makin berkurang, padahal orang orang mengambil air tanah untuk aktivitas mandi, cuci, dan kakus (MCK) serta memasak.
Di Jakarta Pusat tidak terdapat lahan pertanian, berbeda dengan di Jakarta Utara yang lahan pertaniannya makin menyusut. Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Utara mencatat, lahan pertanian semakin sempit. Saat ini, luas lahan hanya seluas 528 hektare atau turun 72 hektare dibanding tahun sebelumnya.
Saat ini di Jakarta terhadap jalur hijau jalan sebanyak 1.170 titik dengan luas 186,95 hektar dan tepian air sebanyak 144 titik seluas 50,83 hektar. Ruang terbuka hijau (RTH) hutan kota di DKI Jakarta di 59 lokasi dengan luas 644,38 hektar, serta sawah seluas 1.107,5 hektar yang terdiri dari sawah irigasi dan sawah tadah hujan.
Seiring kian hilangnya lahan terbuka, capung pun hilang. Lahan terbuka biasanya dihuni capung karena terdapat sistim perairan yang masih relatif baik.
Selain hilangnya ruang terbuka, penyebab makin hilangnya capung adalah pencemaran air. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, air sungai Ciliwung di wilayah Jakarta sudah “no class.” Beban pencemaran ideal menurut KLH berkisar 7.019 kilogram per hari. Sedangkan saat ini beban pencemaran Ciliwung berada pada kisaran 29.231 kg per hari. Artinya, perlu penurunan beban pencemaran sekitar 76 persen agar kembali normal.
Sumber pencemaran air di sungai-sungai di Jakarta adalah limbah domestik. Bahkan menurut media massa sekitar sepertiga dari 6.000 ton per hari sampah di DKI Jakarta masuk (dibuang) ke dalam sungai dan badan-badan air lainnya (situ, selokan, dan sebagainya). Lazimnya mengalami peningkatan sekitar 15 persen pada momentum tertentu seperti lebaran, natal dan tahun baru.
Matahari hampir terbenam di Pemakaman Petamburan, Ade membawa saya ke hulu air, Ade mengatakan air di sini telah tercemar. Mengenai pencemaran air, Data Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jakarta (2011) menyebutkan bahwa 90 persen air tanah di Jakarta sudah tercemar oleh logam, nitrat dan e-coli.
Penyebab ketiga kian berkurangnya capung di Jakarta adalah polusi udara. Endin sekarang tidak lagi tinggal di Petamburan namun ke pinggiran kota Jakarta, tepatnya di Ciledug. Ia menggunakan motor sebagai alat transportasinya. “Helm yang digunakan mungkin terinspirasi dari kepala capung,” ungkapnya.
Ia mengeluhkan kendaraan yang semakin banyak, polusi udara ini jugalah yang menyebabkan capung semakin sedikit. Karena partikel timah dan tembaga yang terkandung dalam asap kendaraan jatuh ke perairan yang dihuni capung.
Menurut BPLhD DKI Jakarta, kandungan PM-10 (Partikel Debu) yang pernah mengalami penurunan justru kembali meningkat pada 2011 dan 2012 cenderung mengalami peningkatan. Hal ini diduga akibat penurunan aktivitas uji emisi kendaraan bermotor.Sekitar 80 persen polusi udara di DKI Jakarta merupakan sumbangan dari hasil gas buang kendaraan bermotor.
Berikut adalah rinciannya: Karbondioksida 70 persen, Nitrogen 9 persen, Hidrokarbon 20 persen, Sulfur dioksida 1 persen Zat-zat diatas sangat berbahaya bagi tubuh kita, terutama pada pernapasan.