Banyak orang jelang memasuki atau telah pensiun/purnatugas dari tempat kerja merasa bingung kegiatan atau pekerjaan apa yang akan dijalani nanti. Ada yang istirahat santai di rumah saja, ngemong cucu, dan ada pula mengisi kegiatan usaha ekonomi untuk menambah pendapatan.
Adalah I Ketut Mudia yang kerap disapa “Macan” oleh teman-teman akrabnya, warga Kampung Bangras, Kelurahan Karangasem, Karangasem yang telah pensiun tahun 2019 lalu dari perwira TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor memilih masa pensiunnya tidak diam santai dan ngemong cucu saja tapi semangat mengisi hidup dengan beralih geluti usaha ternak ikan lele.
Semangat pantang mnyerah mengisi hidup Mudia banyak terinsiprasi dari semangat juangnya ketika masih aktif di TNI mulai dari bawah Secaba Milsuk Infanteri tahun 1983/1984. Ditemui penulis Rabu (22/12/2023) di rumahnya Kampung Bangras, belakang SDN 3 Karangasem, Jalan Diponogoro Amlapura. Sembari memberikan makan ikan peliharaannya di tegalan belakang rumah tempat tinggalnya seluas sekitar 4 are, Mudia banyak cerita mengapa dirinya geluti kegiatan perternakan lele?
Kisah geluti peternakan dimulai tahun 2011 beternak babi sampai puluhan ekor waktu itu dirinya masih aktif. Tapi waktu pengelolan ternak babinya lebih banyak diurus istrinya memanfaatkan tegalan di belakang rumahnya.
Karena akhir-akhir ini harga penjualan babi hidup tidak berimbang sangat murah tidak sebanding dengan harga pakannya yang sangat mahal, sehingga dirinya memutuskan menjual babinya dengan harga murah dan beralih ke ternak jenis lele.
Dari cerita Mudia, awal tahun 2023 pengetahuan ternak lele awalnya diperoleh dari dorongan menantunya Ni Kadek Mira Puspita Yanti yang juga Penyuluh Agama Hindu Kantor Kementeraian Agama Hindu Kabupaten Karangasem. Ia dapat informasi dari masyarakat peternak, karena prospek kedepan ternak lele cukup menjajikan, semua kalangan masyarakat bisa menkonsumsinya.
Dorongan menantu dan keluarga menjadi pelecut dengan kata “siap” semangat jiwa TNI-nya ketika masih aktif. “Saya belajar dari media sosial yutub dan media lainnya, tidak terlalu sulit memeliharanya yang penting ada air, kolam dan tekun, akhirnya saya tertarik juga”, ujar Mudia sembari menaburkan pakan ternak ke kolam ternak ikan peliharaannya.
Kini Mudia telah memiliki sebanyak 10 ribu ikan lele tersebar di 3 kolam ukuran 12 meter persegi, dan katanya jangka waktu setiap sekitar 3 bulan lele sudah siap panen di datangi para pelanggan. Bagi Mudia dan keluarga, pemberdayaan ekonomi keluarga sangat berarti menambah gaji pensiun kebutuhan ekonomi sehari-hari.
Lokasi kolamnya sangat strategis menguntungkan karena tegalan belakang rumahnya berada di bantaran pinggiran sungai sehingga sirkulasi air sangat mudah dan tidak perlu membeli air dari PDAM.
Terkait soal pemasaran hasil panen katanya tidak ada kendala bahkan sangat laris manis orderan. Pengembangan usahnya dirinya telah bersinergi dengan pengusaha ternak lele dari luar Kabupaten Karangasem yaitu Kabupaten Tabanan. Bibit lele dibeli dibawakan langsung oleh pengusaha tersebut, sedangkan sebaliknya panen lelenya dibeli oleh pengusaha tersebut.
Pangsa pasar lele sehari-hari dibeli eceran oleh para pedagang pecel lele di Kota Amlapura langsung ke lokasi ternaknya. “Saya sangat kuwalahan menerima pesanan lele untuk konsumsi khususnya pesanan pengusaha dari Tabanan untuk dijual kembali memenuhi pesanan hotel dan restoran di Bali,” ujarnya. Lanjut Mudia, dirinya akan mengembangkan usaha ternak lelenya dengan membuat lagi beberapa tambahan kolam di areal tegalan masih kosong.
“Sekarang harga bibit lele perekor berkisar Rp275-300, sedangkan lele ukuran layak konsumsi berkisar seharga Rp20-25 ribu pe rkilogram, ” tuturnya
Dirinya tidak sendirian mengelola ternak lelenya, ia dibantu oleh keluarga sang, istri Ni Luh Kertiwati, anak laki sematang wayangnya, I Gede Juliantara, dan menantu Ni Kadek Mira Puspita Yanti.
Bagi Mudia sangat senang menikmati sekali melakoni ternak lele disamping usaha ekonomi juga sambil rekreasi menemani momong kedua cucunya yang masih kecil menaburkan mekanan lele di kolam.
Cerita ke belakang tentang dirinya lakoni petani ternak, alumnus SMAN Karangasem (kini SMAN 1 Karangasem) angkatan tahun 1978 itu, tidak heran, Mudia kecil sudah akrab dengan dunia air sungai dan lumpur, karena semasa masih kanak-kanak dirinya hampir setiap hari membantu kedua orang tuanya sebagai petani sawah menanam kangkung. Maklum saudaranya banyak, orang tuanya hanya mengandalkan hidup dari garapan sawah.
Kisah Mudia kecil cukup mengharukan, untuk bawa bekal uang sekolah pagi sehari-hari dirinya harus menunggu dari jualan kangkung laku dulu ibunya di pasar Amlapura dekat tempat tinggalnya. Semoga sukses Pak Tut.