Pada hari Minggu, 15 Oktober 2023 saya berkesempatan menghadiri pemutaran film dan diskusi “ Memukul Jatuh Mengadili PLTU“ di Mash Denpasar. Pertama-tama sesi pemutaran film dibuka oleh kata sambutan dari Ketua Panitia Ahmad Fauzi. Kemudian, dilanjutkan oleh sesi pemutaran film yang berlangsung kurang lebih 45 menit.
Film karya TV Tempo dan Trend Asia ini membahas mengenai Proyek PLTU Tanjung Jati A yang hendak dibangun di Cirebon. Sebelumnya sudah berdiri PLTU Cirebon 1 dan sedang dibangun PLTU Cirebon 2.
Film ini menjelaskan bagaimana masyarakat Cirebon dibantu oleh Trend Asia dan WALHI Jawa Barat memenangkan gugatan atas pembangunan proyek PLTU Tanjung Jati A. Mohammad Dehya Affinas sebagai koordinator Koalisi Cirebon Bersih dalam film tersebut menjelaskan bahwa pembangunan PLTU ini tentu saja akan berdampak pada masyarakat Cirebon. Mulai dari udara yang tercemar akibat pembakaran batu bara dari dari PLTU serta masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai petani garam akan kehilangan lahannya.
Salah satu warga yang diwawancarai juga menjelaskan bahwa asap dari PLTU sangat tebal apalagi pada malam hari. Lebih jauh, film ini membahas mengenai sektor batu bara sangat berdampak terhadap krisis iklim. Pembakaran energi fossil (batubara, minyak, gas) bertanggungjawab atas 75% emisi gas rumah kaca global yang menyebbakan peningkatan suhu bumi dan cuaca ekstrim.
Pembakaran batubara Indonesia naik 32% pada 2022 dibandingkan tahun sebelumnya dan emisi karbon dari energi fossil meningkat hingga 20%. BNPB mencatat ada 1.675 kejadian bencana di Indonesia pada 5 bulan pertama tahun 2023 dan sekitar 99,1% adalah bencana terkait suhu/hindrometerologi seperti banjir, longsor dan cuaca ekstrim.
Perwakilan dari Trend Asia menuturkan bahwa tidak ada urgensi untuk pembangunan PLTU Tanjung Jati ini. Supply listrik di daerah Jawa dan Bali sudah surplus terangnya. Dijelaskan dalam film bahwa emisi PLTU Tanjung Jati A selama 30 tahun beroperasi akan menyebabkan risiko kematian mencapai 22.600 kasus (jika tahun 2100 pemanasan global mencapai 2,40º di atas level pra industri).
Dalam proses gugatan ini juga Walhi Jawa Barat, LBH Bandung dan Masyarakat Cirebon meminta untuk membatalkan izin pembangunan PLTU Tanjung Jati atas dasar krisi iklim. Setelah proses yang panjang akhirnya hakim menyetujui gugatan ini dan membatalkan izin PLTU Tanjung Jati .
Narasumber dari acara diskusi adalah Rezky Pratiwi dari LBH Bali, Oktaria Asmarani sebagai panulis dan peneliti serta Suriadi Darmoko, Energy Policy Analyst lembaga 350.id. Pihak LBH Bali membahas mengenai masyarakat Celukan Bawang yang tidak seberuntung masyarakat Cirebon. Masyarakat Celukan Bawang kalah di pengadilan dan PLTU Celukan Bawang tetap terbangun.
Selain itu juga para narasumber membahas miss management dalam badan PLN sendiri. “Pasokan listrik sudah surplus, tapi PLN tetap membayar para pemasok atau PLTU, sehingga kita sebagai masyarakat diminta untuk boros menggunakan listrik,” kata Darmoko. “Mendorong masyarakat menggunakan kendaraan listrik dan pembagiian magicom gratis adalah cara pemerintah membuat masyarakat menggunakan listrik yang lebih banyak,” jelasnya lagi.
Industri kendaran listrik juga tidak bersih, hal ini karena nikel yang digunakan dalam baterai kendaraan menggunakan nikel yang didapatkan secara kotor. Kesiapan Indonesia dalam beralih ke energi terbarukan juga menjadi topik diskusi. Indonesia masih sangat bergantung pada PLTU yang menggunakan batubara sebagai bahan utama.